ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU QIRA’AT

 

A. Latar Belakang 

Ilmu qira’at adalah salah satu ilmu yang sangat penting, karena ilmu ini berkaitan dengan tata cara membaca Al-Qur’an yang sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW, dan juga mempunyai hubungan erat dengan penafsiran Al-Qur’an. Adanya ilmu qira’at juga bukti bahwa Islam adalah agama yang luwes, bahwasanya dalam membaca AlQur’an sekalipun mempunyai banyak macam perbedaan antara satu dengan lainnya.

Sehingga untuk mempermudah dalam memahami ilmu qira’at, para ulama memunculkan berbagai istilah penting yang harus diketahui bagi orang-orang yang ingin mengkaji ilmu qira’at. Hal tersebut dimaksudkan supaya tidak terjadi kesalahan ketika menjelaskan sebuah pembahasan yang berkaitan dengan ilmu qira’at.

Setidaknya para ulama dalam ilmu qira’at membagi menjadi dua mengenai istilahistilah yang terdapat dalam ilmu qira’at, yaitu istilah yang tidak terkait dengan bacaan qira’at dan istilah yang mempunyai kaitan dengan bacaan qira’at. Pada pembahasan kali ini akan menguraikan tentang ilstilah yang berkaitan dengan bacaan Qiraat. Istilah-istilah lain dalam ilmu qira’at yang mempunyai hubungan langsung dengan bacaan dalam Al-

Qur’an, seperti waqaf

Dengan adanya istilah-istilah tersebut, juga mempermudah untuk belajar ilmu qira’at karena akan lebih memahamkan apa yang dimaksud. Oleh karena itulah, istilahistilah yang ada dalam disiplin sebuah keilmuan harus dikuasai karena hal tersebut adalah kunci untuk mempermudah dalam belajar disipiplin keilmuan yang akan dipelajari, termasuk dalam belajar ilmu qira’at.

B. Rumusan Masalah 

1. Apa saja istilah-istilah dalam Ilmu Qiraat?

 

C. Tujuan Penelitian 

1. Untuk mengetahui istilah dalam ilmu qiraat.

 

BAB II 

PEMBAHASAN 

A. Istilah-istilah dalam Ilmu Qiraat

1.      Ibdal 

Ibdal adalah mengganti huruf dengan huruf lainnya. Diantara lafadz yang terdapat ibdal adalah kata (ائْتوُْنيِْْ) pada Al-ahqaf ayat 4. Ketika washal dibaca seperti pada tulisannya, namun apabila memulai bacaan dari kata tersebut

maka menjadi i_tu_ni_ (اِيْتوُْنيِْْ). Berikut ayatnya

قلُْ أرََأيَْتمُ مَّا تدَعُْونَ مِن دوُنِ اللََِّّ أرَُونيِ مَاذَا خَلَقُوا مِنَ الْْرَْضِ أمَْ لَهُمْْ شِرْكٌ فيِ السَّمَاوَاتِْْ ائْتوُْنيِْ بِكِْتاَبٍْ  مِنْ قَبْلِْ هذََاْ أوَْْ أثَاَرَةٍْ مِنْ عِلْمٍْ إنِْ كُنتمُْْ صَادِقِينَْ

2.      Isqat

Dalam ilmu qira'at, istilah "isqat" memiliki makna yang berbeda. Dalam konteks ini, isqat merujuk pada salah satu jenis perubahan atau variasi bacaan Al-Quran. Isqat terjadi ketika huruf atau bunyi tertentu dihilangkan atau diabaikan dalam proses membaca atau melafalkan ayat-ayat Al-Quran.

 

Misalnya, jika terdapat kata dalam ayat yang seharusnya memiliki bunyi tertentu, namun dalam pembacaan dengan isqat, bunyi tersebut dihilangkan atau tidak diucapkan. Ini dapat mempengaruhi pengucapan atau melafalkan ayat-ayat Al-Quran dengan variasi yang berbeda tergantung pada metode qira'at yang digunakan.

 

Perlu dicatat bahwa ilmu qira'at adalah studi tentang berbagai variasi bacaan Al-Quran yang telah disampaikan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW dan generasi berikutnya. Para ulama mempelajari perbedaan-perbedaan ini untuk menjaga keaslian teks Al-Quran dan memahami nuansa dan hukumhukum yang terkandung di dalamnya. Isqat adalah salah satu variasi yang diakui dan dipelajari dalam ilmu qira'at rikut adalah contoh isqat dalam ilmu qiraat menggunakan gaya membaca Hafs 'an Ashim:

 

Dalam gaya membaca ini, ketika menghentikan suara pada akhir kata atau ayat, huruf terakhir yang tidak memiliki prolongasi atau ekstensi akan dihentikan secara tiba-tiba. Berikut ini adalah beberapa contoh:

 

Contoh dalam satu kata:

 الْحَمْدُ هلَِلَّ رَ بَ الْعَالَمَينَ

"Alhamdu lillahi rabbil 'alamin."

Di sini, dalam kata "al-'alamin", huruf terakhir "n" akan dihentikan tanpa prolongasi atau ekstensi.

 

Contoh dalam satu ayat:

 قُلْ يَا أيَُّهَا الْكَافَرُونَ

"Qul ya ayyuhal kafirun."

Dalam ayat ini, kata terakhir "kafirun" diucapkan dengan isqat, yaitu huruf "n" pada akhir kata dihentikan secara tiba-tiba.

 

Contoh dalam beberapa ayat berturut-turut:

 الهذَينَ يحَْمَلُونَ الْعَرْشَ  ث همُ يحَُيطُونَ بَهَ عَلْمًا

"Alladhina yahmilunal 'arsa

Thumma yuhiitoona bihi 'ilman."

Dalam contoh ini, pada akhir ayat pertama, huruf "s" pada kata "yuhmilunal" dihentikan secara tiba-tiba. Begitu juga pada akhir ayat kedua, huruf "m" pada kata "yuhiitoona" dihentikan dengan isqat.

 

3.      Waqaf

Waqaf berasal dari bahasa Arab yakni  dari kata waqfan atau waqf berat diucapkan di lidah maka menjadi waqaf untuk memudahkan bacaan. Waqaf artinya berhenti di suatu ayat ketika membaca Al Qur’an, baik diakhir ayat atau memutus suara bacaan Al Qur’an untuk mengambil nafas dengan berniat memulai bacaan kembali.

Waqaf  terbagi atas tiga bagian yaitu waqaf ikhtiyari, idhtirari, dan ikhtibari. Waqaf ikhtiyari adalah menghentikan bacaan karena pilihan dari pembaca (qari’) sendiri untuk memutuskan bacaan. Waqaf idhtirari adalah menghentikan bacaan karena terpaksa yang di sebabkan kehabisan nafas atau sebab lainnya. Sedangkan waqaf ikhtibari adalah menghentikan bacaan karena dalam proses belajar atau ujian.

 

4.      Washal

Salah satu huruf hijaiyah yang terbagi menjadi dua macam adalah hamzah.

Satu bernama hamzah washal, yang lainnya disebut hamzah qatha’. Banyak perbedaan dari keduanya, mulai dari cara bacanya, penulisannya hingga karakter lainnya. 

Sebagai contoh yaitu kesalahan yang sering terjadi saat membaca awal surah Al-Fatihah. Jika sang qari’ (orang yang membaca Alquran) menyambung bacaan ayat pertama ke ayat kedua, membaca:

 

                                                                                      بِسْمِ هاللَِّْ الرَّحْمٰنِْ الرَّحِيْمِْ ١الَْحَمْدُْْ هلِِلِّْ رَ بِْ الْعٰلَمِيْنََْۙ ٢

Bismillahirrahmanirrahimialhamdulillahirabbil‘alamin, maka itu kurang tepat bacaannya. Bacaan yang lebih tepat adalah Bismillahirrahmanirrahimilhamdulillahi rabbil ‘alamin. Ini karena hamzah pada lafaz (alhamdu) adalah hamzah washal

 

 (هَمْزَةُْ الْقَطْعِْHamzah Qatha’ (

 

Hamzah qatha’ adalah huruf hamzah yang ditetapkan/dibaca pada saat memulai bacaan (ibtida), menyambung bacaan (washal) dan penulisannya (khat)

 

Perbedaan hamzah qatha’ dan hamzah washal adalah sebagai berikut:

      Hamzah washal hanya berada di awal kata, dan hanya dibaca ketika berada di awal kalimat.

      Hamzah qatha’ bisa berada didepan, tengah, maupun akhir kata, dan bisa juga dibaca di mana pun ia berada.

      Penulisan hamzah washal dan qatha’ pada mushaf terbitan Indonesia tercetak dengan harakat

      Adapun pada mushaf terbitan Timur Tengah, tercetak dengan tanda kepala ain kecil untuk hamzah qatha’, dan kepala sad berekor untuk hamzah washal. 

 

  

5. Khat’u

Istilah "Kot'u" atau "Khat'u" (خَطْءٌْ) mengacu pada kesalahan atau keliru dalam membaca atau melafalkan suatu kata atau ayat Al-Quran. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kesalahan yang terjadi dalam bacaan seorang qari (pembaca Al-Quran) dalam konteks ilmu qira'at.

 

Kesalahan atau keliru dalam bacaan Al-Quran dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti pengucapan huruf yang tidak tepat, perubahan bunyi, atau penghilangan atau penambahan huruf atau kata yang tidak seharusnya. Ilmu qira'at mempelajari berbagai variasi bacaan yang sah dan diakui dalam tradisi qira'at yang berbeda, termasuk kesalahan yang mungkin terjadi dalam bacaan seseorang.

 

Dalam konteks ilmu qira'at, pengenalan dan pemahaman terhadap kesalahan-kesalahan ini penting untuk menjaga keaslian dan keakuratan bacaan Al-Quran. Para pakar dan cendekiawan ilmu qira'at berusaha memahami dan membedakan kesalahan-kesalahan tersebut agar dapat menyampaikan bacaan yang benar dan sesuai dengan metode qira'at yang mereka pelajari.

 

Harap dicatat bahwa dalam penggunaan umum, istilah "Kot'u" atau "Khat'u" juga dapat merujuk pada kesalahan atau keliru dalam konteks yang lebih luas, di luar ilmu qira'at, tetapi dalam konteks ini istilah tersebut berhubungan dengan kesalahan bacaan Al-Quran.

 

6. Saktah

Saktah ialah berhenti selama dua harakat tanpa nafas.[1] 4 bacaan saktah yang dikutip dari kitab al-Mufid fi ‘Ilm at-Tajwid serta menjelaskan dampak yang terjadi jika saktah tidak digunakan. Bacaan saktah yang dimaksud merupakan bacaan saktah menurut Qiraah Ashim riwayat Hafs, yang jumlahnya tidak banyak di dalam Al-Quran.

 

Saktah dalam Ilmu Tajwid adalah berhenti sejenak tanpa bernafas dengan niat melanjutkan bacaan. Saktah berbeda dengan waqaf. Waqaf ialah berhenti sejenak dengan bernafas. Berikut ini 4 bacaan saktah menurut Ibn Jazari yang dikutip dari kitab al-Mufid fi Ilm at-Tajwid.

 

 قَيِ مًا ()الْحَمْدُْْللهِْ الذَِّيْْ انَْزَلَْْ عَلىَ عَبْدِهِْ الْكِتاَبَْ وَلمَْْ يجَْعلَْْ لَهُْ عِوَجًاْ

Saktah ini terletak di Q.S Al-Kahfi [18]: 1 dan terdapat di penghujung ayat. Hikmah bacaan saktah di ayat ini adalah untuk memisahkan kata (عِوَجًا) dengan kata (قَيِ مًا) karena memiliki persamaan i’rab, yakni sama-sama dibaca nashab.

  الْمُرْسَلُوْنَْ وَصَدَقَْ الرَّحْمَنُْ وَعَدَْ مَا هذََا مَرْقدَِناَ مِنْْ بَعثَنَاَ مَنْْ ياَوَيْلنَاَ قاَلُوْا

Saktah ini terletak di Q.S. Yasin [36]: 52 dan terdapat di pertengahan ayat. Hikmah bacaan saktah di ayat ini adalah untuk menandakan akhir dari kalimat atau percakapan dan menjelaskan siapa yang berbicara.

 

 وَقِيْلَْ مَنْْ رَاقٍْ

Saktah ini terletak di Q.S. Al-Qiyamah [75]: 27 dan terletak di pertengahan ayat. Hikmah bacaan saktah di ayat ini adalah untuk menjelaskan adanya dua kata yaitu (مَنْْ) yang artinya siapa dan (رَاقٍْ) yang bermakna menyembuhkan.

 كَلََّّْ بلَْْ رَانَ عَلىَْ قُلُوْبِهِمْْ مَاْ كَانُوْاْ يَكْسِبُوْنَْ

Saktah ini terletak di Q.S. Al-Muthaffifin [83]: 14 dan terletak di pertengahan ayat. Hikmah bacaan saktah di ayat ini adalah untuk menjelaskan adanya dua kata yaitu (بلَْْ) yang artinya tetapi dan (رَانَْ) yang bermakna menutupi.

 

7.      Idgham Kabir

Idghom Kabir terjadi apabila kedua huruf yang diidghomkan dalam keadaan berharakat. Dinamakan dengan Idghom Kabir karena melalui proses peng-idghom-an (kastrotul a’mal), yaitu:

a.       Iskan, yaitu proses pensukunan huruf hidup yang akan di idghomkan.

b.      Qolb, yaitu proses menukar suara pertama kepada huruf kedua.

c.       Idkhol, yaitu proses memasukkan huruf pertama kepada huruf yang ke dua, baik dari segi makhroj maupun sifat.

Ketika proses yang di sebutkan di atas, hanya terjadi pada Idghom mutajanisain dan Idghom mutaqorribain, sedangkan untuk idghom mutamatsilain tidak terjadi pada qolb, karena kedua huruf yang berhadapan itu sama. Akan tetapi para Ulama’ qiraa’at berpendapat, di antaranya Imam As-

Sakhowi menjelasakan bahwa menggunakan Idghom kabir hanya dalam qiraa’at Imam Abu Amr Al- Basri riwayat As-susi.

 Sedangkan di Indonesia tidak perlu menggunakan Idghom kabir karena manhaj qira’at yang dianut kebanyakan kita mengikuti Imam Ashim Riwayat hafs yang menyatakan Idghom Kabir dibaca Idzhar  bukan dibaca Idghom.

 

8.      Istbat

Istbat adalah istilah dalam ilmu qiraat yang merujuk pada proses penentuan bacaan yang sahih dari Al-Qur'an. Dalam konteks ini, istbat berarti menetapkan bacaan yang tepat dan autentik dari Al-Qur'an, dengan memperhatikan kaidah-kaidah tajwid dan metode yang digunakan dalam ilmu qiraat.

 

Dalam proses istbat, penting untuk memahami konteks sejarah dan gramatikal Al-Qur'an serta menggunakan prinsip-prinsip penafsiran yang diterima untuk memastikan bahwa bacaan yang dipilih adalah yang paling sesuai dengan niat dan maksud asli ayat-ayat Al-Qur'an.

 

Penting untuk dicatat bahwa istbat merupakan bagian yang kompleks dan rumit dalam ilmu qiraat, dan biasanya hanya dilakukan oleh para ulama yang memiliki pemahaman mendalam tentang tajwid, gramatika, dan sejarah AlQur'an.

 

Proses istbat dalam ilmu qiraat melibatkan membandingkan berbagai riwayat bacaan yang ada dan menentukan bacaan yang paling sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid. Para ulama qiraat mempelajari berbagai literatur yang mencatat riwayat-riwayat bacaan ini, seperti kitab-kitab qiraat klasik seperti "Al-Masahif" karya Imam Abu 'Amr Ibn al-Salah, "Al-Kafi fi al-Qira'at al'Ashr" karya Imam Ibn Mujahid, dan lain-lain.

 

 

9.      Ziyadah

Ialah Ya’ yang terletak di akhir kalimat, namun tidak ada rasm-nya (tidak tertulis). Oleh karena itu diantara bacaan Imam Qiraat berkisar antara membuang Hadzf Ya’ dan Itsbat Ya’.Misalnya الداع ada yang membaca Hadzf Ya’  (ad daa’i)  dan ada yang membaca  Itsbat Ya’ (ad daa’iy) 

 

 

10.  Tashil.

Tashil dalam ilmu qira'at mengacu pada salah satu metode dalam membaca Al-Quran. Ini adalah metode untuk menyederhanakan atau mempermudah bacaan Al-Quran dengan memperpanjang atau menghilangkan beberapa huruf atau bunyi.

 

Dalam ilmu qira'at, terdapat beberapa metode atau gaya berbeda dalam membaca Al-Quran yang dikenal sebagai qira'at. Setiap qira'at memiliki aturan dan prinsipnya sendiri. Tashil adalah salah satu dari beberapa teknik yang digunakan dalam qira'at.

 

Tashil biasanya melibatkan perubahan dalam panjang huruf-huruf tertentu atau penghilangan huruf-huruf yang dianggap bersifat tambahan atau berlebihan. Tujuan utama tashil adalah memudahkan pembacaan dan memperjelas makna yang terkandung dalam teks Al-Quran.

QS. Hud ayat 41, yaitu مَجْرَاهَاْ(dibaca majreha).

 

11.  Isymam.

Ialah memajukan kedua bibir ke depan dengan tanpa suara, sebagai isyarat adal harakat hurufnya adalah dhammah, serta merta sesudah huruf sesudah

huruf tersebut disukun karena di waqafkan

QS. Yusuf ayat 11, yaitu لََْ تأَمَْنَّاْ

 

12.  Mad

Secara bahasa, mad  bermakna tambahan secara mutlak. Secara istilah , mad adalah memanjangkan suara karena terdapat salah satu dari tiga huruf mad, yaitu alif sukun, waw sukun dan ya sukun. Membaca mad ialah beberapa harakat panjangnya berdasarka tanda mad yang terdapat padanya.[2] 

Macam-macam Mad

a. Mad Asli atau Mad Thabi’i

 

Mad Thabi’i yaitu memanjangkan bacaan karena terdapat salah satu huruf mad dan tidak bertemu denga hamzah atau sukun dibaca dua harakat atau satu alif. Huruf Mad Asli ada 3 :

Contoh mad tabi’i

Selain mad thabi’i yang ditandai huruf mad yang termasuk dalam kategori mad thobi’i yaitu:

      Mad Iwadh 

Terjadi jika berhenti (waqaf) pada huruf yangberbaris fathatain, kecuali pada huruf ta marbuthah. Contoh :

      Mad Shilah/Mad Shilah Qashirah Mad Shilah yaitu memanjangkan bacaan karena “ha dhamir” (kata ganti) bertemu dengan selain huruf hamzah. Contoh :

b. Mad Far’i

Mad Far’i merupakan mad tambahan dari mad asli disebabkan beberapa sebab dan syarat. Adapun syaratnya yaitu waw sukun dhammah, ya sukun kasroh, dan huruf alif fathah. Huruf-huruf tersebut  merupakan huruf mad dan lin. Mad far’i terbagi atas beberapa bagian yaitu : 

1) Bacaan mad karena bertemu hamzah 

Mad yang disebabkan bertemu dengan hamzah terdapat dua yaitu mad wajib muttashil dan mad jaiz munfashil.

      Mad Wajib Muttashil 

Apabila mas asli bertemu dengan hamzah dalam satu kata           (kalimat) panjangnya lima harakat. 

     Contoh :  (QS Al-Baqarah ayat 6) سَوَاۤءٌ عَلَيْهِمْْ

      Mad Jaiz Munfashil 

Apabila mad asli bertemu dengan hamzah dalam dua kalimat panjangnya dua samapai lima harakat.

Contoh :

(QS Al-Baqarah ayat 12) الَََْٓ اِنَّهُمْْ 

      Mad Shilah Thawilah 

Mad shilah tshawilah yaitu memanjangkan bacaan karena “ha dhamir” bertemu dengan huruf hamzah. Contoh : 

(QS Al-Baqarah ayat 255) عِنْدَ هْٓ الََِّْ

 

      Mad Badal 

Yaitu memanjangkan bacaan karena hamzah pada awal kalimat bertemu dengan huruf mad yaitu alif, waw sukun, dan ya sukun. Cara membacanya dengan dipanjangkan satu alif atau dua harakat  Contoh : 

(QS Ali Imran ayat 186) اوُْتوُا

 

2) Bacaan mad yang disebabkan bertemu sukun 

Mad ini disebabkan karena bertemu dengan huruf yang sukun atau disukunkan. 

      Mad Aridh Lissukun

Yaitu memanjangkan kartena terdapat huruf dari mad thabi’i dan setelah huruf mad thabi’i terdapat huruf yang disukunkan, panjangnya dua sampai enam harakat. Contoh : (QS Al-Fiil ayat 1) بِاصَْحٰبِْ الْفِيْلِْ

 

      Mad Lin 

Yaitu waw sukun  atau ya sukun terletak setelah huruf berbaris fathah, serta diiringi sebuah huruf yang berharakat dan dibaca

waqof. Panjangnya dua sampai enam harakat  Contoh : 

(QS Quraisy ayat 4) مِنْْ خَوْفٍْ 

 

      Mad Lazim Mukhoffah Kalimi 

Yaitu memanjangkan bacaan karena terdapat huruf mad bertemu dengan huruf yang berbaris sukun dalam satu kata. Hanya terdapat dua tempat di Al-Qur’an. Cara membacanya yaitu dengan memanjangkan hamzah selama lima harakat lalu dilanjutkan ke huruf berikutnya yang bertanda sukun. 

Contoh : 

 (Surat Yunus ayat 91) اٰۤلْـٰ نَْ

 

      Mad Lazim Harfi Musyba’

Yaitu tanda panjang yang berada pada huruf-huruf yang ada pada awal permulaan surat-suirat Al-Qur’an. Cara membacanya dengan memanjangkan bunyi huruf-huruf yang termasuk dalam harfi musyba’sepanjang enam harakat . Huruf mad lazim kharfi musyba’ ada 8 yaitu : nun (ن), qaf (ق), saad (ص), ‘ain (ع), sin (س), lam (ل), kaf (ك), dan mim (م). 

 

Contoh: يسْٓ 

      Mad Lazim Mukhoffaf Harfi 

Huruf0huruf yang ada pada permulaan surat-surat Al-Qur’an, yang mesti dibaca panjangnya dua harakat 

Huruf mad lazim mukoffaf harfi ada lima yaitu:ْح،ْي،ْط،ْ، هْْهْ،ْر Contoh:

 (QS Yunus ayat 1) الۤرْٰ

 

Selain Mad diatas , ada mad lain yaitu mad farqi dan mad tamkin.

      Mad Farqi

Yaitu mad badal yang diiringi olrh huruf yang bertasydid. Mad ini disebut mad farqi (beda), karena dengan mad tersebut, dapat membedakan antara kalimat tanya (istifham) dengan kalimat berita (khabar). Panjangnya 6 harakat. Contoh :

 قلُْْ ءٰۤالذَّكَرَيْنِْ(QS Al-An’am ayat 143)

 

      Mad  Tamkin

Yaitumenempatkan atau memantapkan. Mad Tamkin  terjadi apabila sesudah huruf waw terdapat pula huruf waw yang berharakat atau sesudah huruf ya sukun terdapat juga huruf ya yang berharakat, agar tidak terjadi idham atau hilangnya huruf mad, perlu diberi jarak selama dua harakat.[3]

(QS Al-Baqarah ayat 61) النَّبِيّٖ نَْ

  

 

13. Tawassut

Tawasut adalah istilah dalam ilmu qira'at yang mengacu pada gaya atau metode membaca Al-Quran yang berada di tengah-tengah atau menengah antara dua gaya atau metode lainnya. Dalam konteks ini, tawasut menggambarkan posisi yang moderat atau seimbang antara ekstrem dalam qira'at.

 

Dalam ilmu qira'at, terdapat berbagai macam gaya atau metode membaca Al-Quran yang berbeda. Contohnya adalah qira'at Hafs dan qira'at Warsh, yang merupakan dua qira'at yang sangat dikenal dan banyak digunakan. Antara qira'at Hafs dan Warsh terdapat perbedaan dalam hal beberapa hukum bacaan dan pelafalan.

 

 

Tawasut berarti menggunakan metode bacaan yang tidak terlalu ekstrem atau ekstensif, tetapi juga tidak terlalu berubah dari metode yang ditetapkan. Ini menggambarkan pendekatan yang moderat dan mempertahankan kesesuaian dengan prinsip-prinsip dan aturan-aturan ilmu qira'at, sambil memperhatikan variasi yang ada dalam tradisi bacaan Al-Quran.

 

Pemahaman dan penggunaan tawasut dalam ilmu qira'at membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang berbagai metode qira'at dan aturanaturan bacaan Al-Quran. Ahli qira'at secara intensif mempelajari dan memahami nuansa dan variasi dalam bacaan Al-Quran sesuai dengan prinsipprinsip yang telah ditetapkan.

 

14. Raum  

Ialah melemahkan suara huruf yang berharakat sehingga sampai 1/3 nya. Ketika pembaca me-waqaf-kan lafadz yang akhir kalimatnya berharakat

Dhammah (Marfu’) atau Kasrah (majrur) 

 

BAB III 

PENUTUP 

A. Kesimpulan 

Dari materi di atas dapat disimpulkan bahwa banyak istilah-istilah yang perlu dipelajari dalam memahami ilmu Qira’at. Terdapat banyak istilah dalam ilmu qiraat yang berhubungan langsung dengan bacaan dalam Al Qur’an, seperti waqaf, ibdal, isqat, khat’u, saktah,  mad, idgham Kabir, isbat, ziyadah, tashil, isymam, raum, tawassut dan yang lainnya.

 

B. Saran 

Dari penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Namun penulis tetap berharap apa yang telah ditulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan. 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Nazar Bakri, Dasar-dasar Tajwid Al Qur’an, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1991.

Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah dan Ilmu Tajwid, Pustaka Al Kautsar

A.Nawawi Ali, Pedoman Membaca Al Qur’an , Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996, cet. Ke 5


[1] Ahmad Annuri, Panduan Tahsin Tilawah dan Ilmu Tajwid, Pustaka Al Kautsar

[2] Nazar Bakri, Dasar-dasar Tajwid Al Qur’an, Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1991, h.20 

[3] A. Nawawi Ali, Pedoman Membaca Al Qur’an , Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996, cet. Ke 5, h. 106

Posting Komentar

0 Komentar