TAFSIR SAINS EKOLOGI, LINGKUNGAN HIDUP DAN PELESTARIANNYA DALAM QS. HUD: 61

 


Pendahuluan 

 Mulai era tahun 1950-an masalah lingkungan mendapat perhatian serius  semua  pihak bukan  hanya  kalangan  ilmuwan  yang  konsern terhadapnya  tetapi  juga  masyarakat  luas  yang  merasakan  langsung dampak   dari   kerusakan   lingkungan   hidup   maupun   yang   tidak merasakan   akan   tetapi   mengetahui   kejadian   rusaknya   lingkungan hidup seperti banjir, longsor, pemanasan global dan lain-lain. 

Beberapa  kasus  kerusakan  lingkungan  hidup  yang  menimbulkan korban   manusia   seperti   pada   akhir   tahun   1950   yaitu   terjadinya pencemaran di Jepang yang menimbulkan penyakit sangat mengerikan yang  disebut  penyakit  itai-itai  (aduh-aduh).  Penyakit  ini  terjadi  di daerah 3 Km sepanjang   sungai   Jintsu   yang   tercemari   oleh   zat Kadmium  (Cd)  dari  limbah  sebuah  pertambangan  Seng.  Penelitian yang  telah  dilakukan  menunjukkan  bahwa  kadar  Cd  dalam  beras  di daerah  yang  mendapat  pengairan  dari  sungai  Jintsu  mengandung cadmium  10  kali  lebih  tinggi  daripada  daerah  lain.  Di lain  daerah  di Jepang  pada  tahun  1953  penduduk  yang  hidup  di  sekitar  Teluk Minamata   mengalami   wabah   penyakit   neurologic   yang   berakhir dengan   kematian.   Setelah   dilakukan   penelitian   terbukti   bahwa penyakit  ini  adalah  dampak  buruk  dari  pembuangan  liar  limbah  air raksa (Hg) dari sebuah pabrik kimia. Air yang dikonsumsi masyarakat sekitar  Teluk  Minamata  mengalami  kenaikan  kadar  ambang  batas keracunan dan mengakibatkan kematian. Penyakit ini juga di namakan penyakit Minamata.  

Di  Indonesia  sendiri  rentetan  kasus  rusaknya  ekosistem  seperti pembalakan  kayu  liar,  kebakaran  hidup  atau  kejadian  pencemaran lingkungan hidup seperti yang terjadi di Sidoarjo yang dikenal dengan Danau  Lumpur  Sidoarjo  adalah  bukti  bahwa  Negara  yang  mayoritas beragama   Islam   ini   bahkan   memiliki   jumlah   penduduk   muslim terbanyak  di  dunia  juga  tidak  bisa  mengurangi  bencana  kerusakan lingkungan  hidup.  Tulisan  ini  akan  mengkaji  bagaimana  Al-Qur‟an sebagai  kitab  petunjuk  hidup  seorang  muslim  menjelaskan  tentang konsep ekologi dan lingkungan hidup. Pengertian Ekologi dan Lingkungan Hidup 

 Kata  ekologi  pertama  kali  diperkenalkan  oleh  Ernst  Haeckel,seorang  Biolog  berkebangsaan  Jerman  pada  tahun 1866,  tetapi  pada sumber lain ada yang mengatakan bahwa yang mengemukakan istilah ekologi bukan Ernst Haeckel akan tetapi adalah Reiter, dimana pada tahun 1865 ia menggabungkan dua kata dari bahasa Yunani yaitu kata oikos dan logos. Kata ekologi berasal dari dua kata dari bahasa Yunani yaitu  kata  oikos: berarti  rumah  tangga  atau  tempat  tinggal  dan  logos yang  berarti  ilmu.  Dari  kedua  kata  ini  dapat  kita  ketahui  pengertian ekologi  secara  etimologi  adalah  ilmu  tentang  kerumahtanggaan  atau tempat  tinggal  dan  yang  hidup  di  dalamnya.  Dari  definisi  secara etimologis ini bisa dikatakan istilah ekologi memiliki arti yang luas. 

 Erns Haeckel  mendefinisikan  ekologi  sebagai  suatu  keseluruhan pengetahuan  yang  berkaitan  dengan  hubungan-hubungan  total antara organisme   dengan   lingkungannya   yang   bersifat   organik   maupun anorganik.  Sedangkan  Mujiyo  memberikan  definisi  ekologi  sebagai suatu  ilmu  yang  mempelajari  tentang  beberapa  hal,  yaitu  seluk  beluk organisme atau makhluk hidup di habitatnya, proses dan pelaksanaan fungsi  makhluk  hidup  dan  habitatnya,  hubungan  antar  komponen secara keseluruhan. Seiring waktu istilah ekologi terus mengalami perkembangan, pengertian ekologi yang didefinisikan oleh para ekolog dan  pemerhati  lingkungan  sangat  banyak  danberagam.  Salah satu diantaranya  adalah  Eugune  P. 

 

Odum mendefinisikan  ekologi  sebagaiilmu yang mengkaji proses interelasi dan interpedensi antar organisme dalam  satu  wadah  lingkungan  tertentu  secara  keseluruhan.  Dari definisinya   ini   bisa   kita   lihat   objek   pembahasan   ekologi   adalah hubungan  timbal  balik  antara  makhluk  hidup  dengan  lingkungan tempat dimana dia hidup. 

 Selanjutnya Otto Soemarwoto mendefinisikan  ekologi  dengan bahasa  yang  sederhana  sebagai  ilmu  tentang  hubungan  timbal  balik antara  makhluk  hidup  dengan  lingkungan  hidupnya.Dari  definisi yang  ditawarkannya  ini  Soemarwoto  menegaskan  bahwa  permasalahan   lingkungan   hidup   hakikatnya   adalah   permasalahan   ekologi. Amsyari juga  mendefinisikan  ekologi  dengan  bahasa  yang  sederhana sebagai  ilmu  yang  mempelajari  hubungan  antara  organisme  dengan yang  lainnya  dan  antara  organisme  tersebut  dengan  lingkungannya. Sedangkan  Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia  mendefinisikan  ekologi sebagai  ilmu  tentang  hubungan  timbal  balik  antara  makhluk  hidup dengan (kondisi) alam sekitarnya. 

 Uraian  beberapa  definisi  ekologi  diatas  menghubungkan  antara ekologi   sebagai   ilmu   yang   membahas   makhluk   hidup   dengan lingkungannya    (ekosistem)    dan    membahas    tentang    keadaanlingkungan  hidup.  Sehingga  jika  di  sebut  ataumengkaji  ekologi  pada saat  yang  bersamaan  juga  mengkaji  ekosistem.  Sedangkan  ekosistem itu  sendiri  didefiniskan  sebagai  tatanan  atau  aturan  dengan  kata  lain jika   dikaitkan   dengan   lingkungan   hidup   maka   ekosistem   adalah hubungan  timbal  balik  antara  komponenhidup  (organik)  dan  tak hidup  (anorganik)  dalam  suatu  tempat  yang  bekerja  secara  teratur sebagai  satu  kesatuan.  Dapat juga  di  artikan  sebagai  unit  fungsional antara komuitas dengan lingkungan abiotiknya.  

 Dari beberapa definisi ekologi di atas kita juga sering melihat dan tidak bisa dipisahkan   dariekologi    adalah  istilah  lingkungan. Lingkungan secara singkat berarti semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan,  perkembangan  dan  reproduksi  organisme.  Lingkungan atau habitat dalam arti luas, berarti tempat di mana organisme berada,serta faktor-faktor lingkungannya.  Di dalam Kamus Besar  Bahasa Indonesia,  kata  Lingkungan  berarti  daerah  atau  kawasan,  dan  yang termasuk di dalamnya. Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan  semua  benda,  daya,  keadaan  dan  makhluk  hidup,  termasuk manusia   dan   perilakunya   yang   mempengaruhi   kehidupan   dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. 

 Undang-undang  Nomor  23  Tahun  1997  menyatakan  lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk     hidup,     termasuk     manusia     dan     perilakunya,     yang mempengaruhi   kelangsungan   peri   kehidupan   dan   kesejahteraan manusia  serta  makhluk  hidup  lainnya.  Dari  pengertian  lingkungan hidup   ini   terdapat empat   kombinasi   yang   membangun   struktur lingkungan  hidup  yaitu  benda,  daya,  keadaan  dan  makhluk  hidup. Sehingga  dari  beberapa  uraian  pengertian  di  atas  yang  dinamakan lingkungan  hidupsetidaknya  mensyaratkan  dua  hal  yaitu  lingkungan alami   berupa   komponen-komponen   yang   bersifat   materi   dan lingkungan buatan manusia. 

 Menurut  Soedjono  lingkungan  hidup  adalah  lingkungan  hidup fisik  atau  jasmani  yang  mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik  jasmani  yang  terdapat  pada  alam.  Sehingga  berdasarkan pengertian  ini  maka  manusia,  hewan  dan  tumbuhan  dilihat  dan dianggap  sebagai  perwujudan  fisik  jasmaniah  belaka. Sedangkan Otto Soemarwoto berpendapat bahwa lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati manusia Bersama tumbuhan, dan hewan. Selain makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda tak hidup, seperti  misalnya  udara  yang  terdiri  atas  bermacam  gas,  air  dalam bentuk uap, cair dan padat, tanah dan batu.  

Pengertian  lingkungan  hidup  yang  didefinisikan  oleh  Emil  Salim adalah  segala  benda,  kondisi,  keadaan  serta  pengaruh  yang  terdapat dalam   ruang yang ditempati dan   mempengaruhi   perihal   hidup, termasuk  didalamnya  kehidupan  manusia.  Sehingga bisa  disimpulkan bahwa  lingkungan  hidup  adalah  suatu wadah bagi makhluk hidup, baik  berbentuk benda, kondisi atau keadaan, yang menjadi tempat makhluk hidup berproses dan berinteraksi. Di samping    itu,lingkungan  merupakan  objek  ekologi  dan  bagian  dari  ekosistem. Dengan  demikian,  ekologi, ekosistem dan  lingkungan  hidup  merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. 

Pelestarian lingkungan  hidup atau  kestabilan  ekosistem  adalah tugas  wajib  manusia,  hal  ini  dimaksudkan  demi  kelangsungan  hidup dan  kesejahteraan  manusia  dari  generasi  ke  generasi.  Di  samping  itu perlu  disadari  pula,  bahwa  manusia  harus  berfungsi  sebagai  subjek dari ekosistemnya, walaupun tidak boleh mengabaikan arti pentingnya menjadi kestabilan ekosistemnya sendiri. 

Menurut  Lynn  White,  seorang  ahli  sejarah  yang  artikelnya  sering dikutip  di  kalangan  ahli  lingkungan  hidup,  mengatakan  bahwa apa yang  dilakukan  manusia  terhadap  ekologinya  tergantung  pada  apa yang  mereka  pikirkan  tentang  mereka  sendiri  dalam  hubungannya dengan  apa  yang  ada  di  sekitar  mereka.  Lebih tegas  lagi  dikatakan bahwa  ekologi  manusia  sangat  dipengaruhi  oleh  keyakinan  tentang alam kita dan takdirnya, yaitu di pengaruhi oleh agama yang kita anut. Bahkan White  memberikan  argumentasi  bahwa  krisis  ekologi  atau lingkungan   hidup   sekarang   ini   tidak   akan   berakhir   kecuali   kita temukan  agama  baru  atau  kita  memikirkan  kembali  agama  lama. White mengatakan: “What we  do  about  ecology  depend  on  our  ideas  of  the man-nature relationship. More science and more technology are not going to get us of the present ecologic criris until we find a new religion, or rethink our old one”. 

Lingkungan Hidup dan Pelestariannya dalam QS. Hud: 61 

Agama Islam adalah Agama Ramah Terhadap Lingkngan 

 Dari   uraian   konsep   ekologi   dan   lingkungan   hidup   dalam perspektif  Al-Qur‟an  di  atas  memberikan  penegasan  lagi  kepada  kita bahwa  agama  Islam  adalah  agama  yang  ramah  terhadap  lingkungan yang   menurut   definisi   Mujiyono   Abdullah   dalah   agama   yang mengajarkan kepada pemeluknya tentang kearifan lingkungan. 

Atau  dalam istilah  Ibrahim  Abdul  Matin  agama  Islam  adalah agama „hijau/green deen yang didefinisikannya sebagaiagama  yang menuntut   manusia   untuk  menerapkan Islam   seraya menegaskan hubungan integral antara keimanan dan lingkungan (seluruh semesta).„Agama Hijau‟ (greendeen)  dibangun  atas  enam  prinsip  yang saling berkaitan. 

Prinsip  pertama,  memahami  kesatuan Tuhan dan ciptaan-Nya (tauhid).  Hidup  dengan  cara  „Agama  Hijau‟  (greendeen)   berarti memahami bahwa segala sesuatu berasal dari Allah. 

Prinsip   kedua,  melihat tanda-tanda (ayat) Tuhan di seluruh semesta.  Hidup  mengikuti  prinsip  „Agama  Hijau‟  (greendeen)  berarti melihat segala sesuatu di alam ini sebagai tanda (ayat) keagungan Sang Pencipta. 

Prinsip ketiga, menjadi penjaga (khalifah) bumi. Dengan prinsip ini berarti  memahami  bahwa  manusia  harus  melakukan  apa  pun  untuk menjaga,  melindungi,  dan  mengelola  semua  karunia  yang  terkandung di dalam alam. 

Prinsip keempat, menghargai dan menunaikan kepercayaan (amanah) yang diberikan 

Tuhan kepada umat manusia untuk menjadi pelindung  planet ini.  Mengikuti  prinsip  „Agama  Hijau‟  (greendeen) berarti   mengetahui   bahwa   manusia   dipercaya  oleh   Tuhan   untuk bertindak sebagai pelindung alam. 

Prinsip kelima, memperjuangkan keadilan („adl). Orang yang ingin hidup mengikuti prinsip „Agama Hijau‟(greendeen)harus memahami bahwa  masyarakat yang  tidak  memiliki  kekuatan  politik  dan  ekonomi sering kali   menjadi   korban   kerusakan   lingkungan   dalam   berbagai bentuknya. 

Prinsip  keenam,  dan  hidup  selaras  dengan  alam  (mizan).  Segala sesuatu   diciptakan dalam keseimbangan yang sempurna (mizan). Upaya menghormati keseimbangan  itu  dapat  berupa  memandang bumi   sebagai   masjid.  Tatanan hukum dan  aturan dalam  Islam bertujuan untuk menjaga keseimbangan ini. 

Prinsip-prinsip   itu   adalah   panduan   yang   menuntun untuk melestarikan lingkungan 

(alam) berdasarkan inspirasi „Agama Hijau‟ (greendeen). Dengan prinsip-prinsip „Agama Hijau‟(greendeen ) diatas membuktikan  bahwa  Al-Qur‟an  mengajarkan  cinta  yang  mendalam kepada  alam.  Sebab,  mencintai  alam  berarti  mencintai diri  kita  dan mencintai  Sang  

Pencipta.  Hal  itu  membuktikan  bahwa  Al-Qur‟an mengajarkan adanya kesesuaian antara jalan ruhani dan ilmiah. Enam prinsip   itu   juga   dapat   menjadi   pondasi   dalam   mencegah   krisis lingkungan yang berlandaskan Al-Qur‟an.  

Untuk  konteks  ke-Indonesiaan  sendiri  kita  wajib  melanjutkan upaya   awal   para   cendikiawan   yang   telah   memulai   usaha   untuk menyadarkan    kembali    umat    Islam    akan    pentingnya    menjaga keseimbangan ekologis dan kelestarian lingkungan hidup. 

Langkah  para  ulama  Indonesia  yang  telah  menyusun  format lagkah-langkah   pelestarian   lingkungan   hidup   perlu   dikembangkan lebih  lanjut  lagi  dan  rasanya  wajib  untuk  diintegrasikan  ke  dalam kurikulum  pembelajaran  dalam  setiap  tingkat  pendidikan.  Hal  ini mengingat   kebiasaan   perilaku   bangsa   Indonesia   yang   mengingat persoalan ekologi dan lingkungan hidup setelah terjadi bencana alam. Setidaknya  dengan  membiasakan  dan  mengenalkan  konsep  ekologi danpelestarian  lingkungan  hidup  kita  bisa  menghindari  atau  bahkan bisa jadi menunda terjadinya bencana alam. 

 

Konsep Al-quran Tentang Ekologi dan Lingkungan Hidup. 

Dalam ayat-ayat Alquran banyak ditegaskankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup, sebagaimana sudah sama diketahui bahwa penciptaan Nabi Adam dari tanah juga mengandung filosofi agar manusia menjaga etika yang harmonis antara dirinya dengan alam sekitarnya. Selain itu manusia juga tidak bisa jauh dan terlepas dari hubungan dengan alam sekitar yang melingkupinya. Sehingga manusia wajib secara etis untuk menjaga dan tidak merusak lingkungan hidup. Manusia adalah makhluk sempurna yang diciptakan Allah maka manusia dijadikan sebagai khalifah Allah untuk menjaga dan memakmurkan alam. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Alquran Surat Hud (11) ayat 61: 

 

 وإلى ثمىد اخاهم صالحا.قال يقىم اعبدوا الله مالكم مه إله غيره .هى اوشأكم مه الارض واستعمركم فيها فاستغفروه  ثم تىبىا إليه. إن ربي قريب مجيب.

“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, Karena itu mohonlah ampunan- Nya, Kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." 

Secara singkat dan sederhana menurut A. Qadir Gassing untuk melihat konsep Islam tentang alam dan lingkungan dapat ditelusuri dengan tiga kata kunci Alquran yaitu bumi atau lingkungan (ard), pengrusakan (al-ifsad) dan pelestarian (al-islah).  

Pertama, Al-Ard (bumi). Kata Al-Ard dalam Alquran terulang sebanyak 461 kali dalam 80 Surat. Jumlah ayat dan surat ini menunjukkan bahwa Al-Ard (bumi) mendapat perhatian besar dalam ajaran Islam. Di antara fungsi lingkungan atau dalam bahasa Alquran dinyatakan dengan 

Al-Ard adalah menopang kehidupan dan keberlanjutan pembangunan dan peradaban manusia. Untuk menopang kehidupan maka bumi dibentangkan dalam bentuk hamparan, firasyan (bisa dilihat pada Surat Al-Baqarah (2) ayat 22, Surat Az-Zariyat (51) ayat 48); dan bumi dijadikan sebagai tempat tinggal/kediaman qararan (bisa dilihat pada Surat An-Naml (27) ayat 61, Surat 

Al-Mu‟min (40) ayat 64) atau mustaqarrun (bisa dilihat pada Surat An-Naml (27) ayat 24). Firasyan ditafsirkan sebagai permadani yang dibentangkan kepda manusia untuk menunaikan kewajiban  hidupnya. Sedangkan mustaqarrun ditafsirkan sebagai tempat kamu tinggal dan menetap didalamnya. 

 Kedua, pengrusakan (al-ifsad). Kata al-ifsad disebutkan sebanyak 50 kali dalam 47 ayat Alquran, tiga ayat di antaranya menyebutkannya dua kali dalam berbagai derivasinya. Kalimat al-ifsad ini banyak digunakan dengan makna kerusakan secara umum. Ayat yang menunjuk pengertian yang secara langsung menyebutkan kerusakan bumi dalam hal ini flora dan faunanya adalah dalam Surat Al-Baqarah (2) ayat 205. Sedangkan ayat-ayat al-ifsad lainnya berhubungan dengan kerusakan moral dan keyakinan. Pelaku dari al-ifsad diidentifikasi sebagai akfir, munafik, musyrik, fasik dan ingkar. Dalam mengungkap- kan al-ifsad Alquran umumnya menggunakan kisah yaitu menceri- takan ulah generasi terdahulu sebagai perusak dengan tokoh utama Firaun pada zaman Nabi Musa antara lain dalam Surat Al-A‟raf (7) ayat 103, umat nabi Lut dalam Surat Al-Ankabut (29) ayat 30 dan sebagainya kemudian diujung ayat dengan pernyataan agar manusia menjadikannya sebagai bahan renungan dan pelajaran bagi generasi berikutnya tentang dampak-dampak yang ditimbulkan oleh kerusakan-kerusakan tersebut. 

Ketiga, Al-Islah (perbaikan). Terdapat beberapa hal yang ditunjuk oleh Alquran sebagai upaya islah di antaranya perbaikan masalah wasiat (Surat Al-Baqarah (2) ayat 182). Dalam hal ini seseorang dibenarkan memperbaiki sebuah wasiat jika di dalam wasiat tersebut terdapat kesalahan atau kekeliruan pembuat wasiat, baik disengaja maupun tidak. Alquran juga merujuk pada upaya mendamaikan atau memperbaiki keretakan rumah tangga sebagi akibat dari ketidak patuhan salah satu pihak dalam melakukan kewajibannya (Surat An- Nisa‟ (4) ayat 128). Dalam kerangka lebih luas, kata Al-Islah (perbai-kan) juga digunakan untuk memperbaiki atau mendamaikan pertentangan yang terjadi di kalangan umat Islam (Surat Al-Hujarat (49) ayat 910). Dari dua ayat terakhir ini dapat dipahami bahwa perbaikan masyarakat diharuskan mulai dari lingkup yang terkecil yaitu rumah tangga sampai kepada kehidupan masyarakat sebagai lingkup yang lebih luas. Jika dikaitkan dengan kasus-kasus kerusakan lingkungan hidup maka setidaknya upaya perbaikan/ Al-Islah juga harus dimulai dari pribadi seorang muslim sampai kepada pihak masyarakat.  

Untuk lebih detail lagi konsep ekologi dan lingkungan hidup dalam perspekif Alquran bisa kita lihat dalam berbagai terminologi sebagaimana di uraikan oleh Mujiyono Abdullah dalam bukunya, berikut ini: 

1. Kata As- Sama‟ yang digunakan untuk memperkenalkan jagad raya kata ini dan derivasinya digunakan dalam al-Qur‟an sebanyak 387 kali. Mujiyono Abdullah mengklasifikasikan maknanya menjadi jagad raya, ruang udara, dan ruang angkasa. 

2. Kata al-ardh yang digunakan dalam al-Qur‟an sebanyak 483 atau 461 kali. Kata ini disebut dalam bentuk mufrad (tunggal) saja dan tidak pernah muncul di dalam bentuk jamak. 

3. Kata al-„alamin disebutkan dalam Alquran 71 kali baik dalam berbagai bentuk kata (frasa, gabungan kata). dalam hal ini terdapat dua makna kata al-„alamin, ada yang bermakna alam secara keseluruhan dan hanya ditujukan kepada manusia. Adapun jumlah kata yang berkonotasi alam secara keseluruhan sebanyak 46 kata, sedangkan yang berkonotasi manusia diulang dalam al-Qur‟an sebanyak 25 kali. 

4. Kata al-biah yang digunakan untuk memperkenalkan istilah lingkungan sebagai ruang kehidupan. Secara kuantitatif, kata ini terdapat sebanyak 18 kali. 

5. Kata ma‟a yang terulang dalam al-Qur‟an sebanyak 63 kali dalam 41 surah. Kata ini memliki arti benca cair atau air. Dan disebutkan hanya dalam bentuk mufrad saja, tidak ada dalam bentuk jamak. Adapun maknanya tidk hanya berarti air, ada yang dikaitkan dengan proses penciptaan alam semesta (sop kosmos atau zat cair) QS. Hud:7; ada yang bermakna „sperma‟ seperti dalam QS. al- Furqan: 54, yang menginformasikan tentang pnciptaan manusia; ada juga makna ma`a untuk penghuni neraka dan surga, seperti dalam QS. Ibrahim:16 

6. Kata khardal yang berarti tumbuh-tumbuhan yang berbiji hitam atau biji sawi. Term ini terdapat dua tempat dalam al-Qur‟an, yakni QS al-Anbiya`: 47 dan Luqman: 16. Kedua suarat atau ayat tersebut, kata khardal hanya sebagai sebuah gambaran tentang keadilan Tuhan dan Nasehat Lukman tentang amal perbuatan baik. 

7. Kata khail yang berarti kuda terulang dalam Alquran sebanyak lima kali, yaitu QS. Ali ‟Imran: 14, al-Anfal: 60, al-Nahl: 8, al-Isra`: 64, dan al-Hasyr: 6. Makna dalam surat pertama berkaitan dengan konteks pembicaraan mengenai bentu-bentuk kesenangan hidup duniawi. Surah yang kedua dalam konteks persiapan menghadapi musuh dalam peperangan. QS al-Isra: 64 berkaitan dengan permusuhan dan godaan setan terhadap manusia, sedangkan al-Hasyr ayat 6 berkaitan dengan harta rampasan perang. 

8. Kata ma‟in yang memilik arti air (sungai) yang mengalir disebutkan sebanyak empat kali dalam QS. al-Mu`minun: 50, al- Saffat: 45, al-Waqi‟ah: 18 dan al-Mulk: 30. Surat pertama dan terakhir kata ma‟in bermakna sungai dalam konteks pembicaraan duniawi, sedangkan sisanya dalam konteks ukhrawi. 

9. Kata nahar yang terdapat 113 kali dengan berbagai bentuknya dalam al-Qur‟an. Kata ini memilki banyak makna, ada yang berarti „siang‟seperti dalam QS. al-Muzammil: 7, nahar berarti mencegah atau menghardik seperti dalam QS. al-Isra`: 23, nahar dengan arti sungai terdapat dalam QS. al-Baqaah: 249. 

10.Kata nahl yang berarti lebah yang menjadi salah satu nama surat.Kata nahl dengan bentuk ini dan dengan arti lebah hanya terdapat satu dalam al-Qur‟an, yakni QS. al-Nahl: 68.  

11.Kata naml menjadi nama binatang berikutnya yang menjadi nama surat dalam al-

Qur‟an. Kata al-Naml adalah bentuk jamak dari al- Namlah. Kata al-Namlah dengan segala derivasinya disebut sebanyak empat kali dalam al-Qur‟an, tetai yang bermakna semut hanya tiga, yakni QS. al-Naml: 18. 

12.Kata dabbah yang terdapat sebnnyak delapan belas kali. Yang dikemukakan dalam bentuk ism mufrad (dabbah) sebanyak 14 kali, dan empat kali dalam bentuk jama‟ taksir (alDawwab). Kata ini meliputi tiga cakupan makna, 1) khusus hewan, sperti QS. al- Baqarah: 164 dan al-An‟am : 38 yang bermakna semua jenis hewan. 2) ditujukan kepada hewan dan mansia QS. al-Nahl: 49. 3) kata dabbah yang ditujukan kepada hewan, manusia dan jin, sperti dalam QS. Hud: 6. 

13.Kata fakihah yang secara kebahasaan berarti baik dan senang.Kemudian kata ini diartikan sebagai buah-buahan yang lezat dan nikmat rasanya. Kata ini dalam bentuk mufrad, disebutkan dalam al- Qur‟an sebanyak 11 kali. Penyebutan itu ada yang digunakan untuk menerangkan gambaran sebagian nikmat surga, sebagai tanda kekuasaan Allah menumbuhkan pohon yang menghasilkan buah- buahan. Adapun daam bentuk jamak (fawakih) disebutkan sebanyak tiga kali; QS. al-Mu‟minun: 19 menerangkan manfaat air bagi manusia yang dapat menghasilkan berbagai macam buah-buahan; al- Mursalat: 42 dan al-Baqarah: 25 yang digunakan untuk menggambarkan pahala dan balasan kenikmatam surga. 

14.Kata ghaur yang berarti kekeringan yang disebut dalam al-Qur‟an dengan segala derivasinya sebanyak lima kali, misalnya dalam QS. al-Kahfi: 41 yang menggambarkan betapa sebuah kebun airnya menjadi kering sehingga tidak seorang pun yang dapat menemukannya lagi. 

Begitu juga dalam QS al-Mulk: 30. 

15.Kata syajarah yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah (02):35, Surat Al-A‟raf (07):1920, dan Surat Thaha (20):120. 

16.Kata bigal yang diartikan sebagai binatang yang lahir dari perkawinan antara keledai dengn kuda hanya terdapat dalam Surat An-Nahl ayat 8. Kata bigal sendiri adalah bentuk jamak dari baglun. 

Dari 16 kata kunci konsep ekologi dan lingkungan hidup dalam perspekif Alquran yang ditawarkan oleh Mujiyono Abdullah diatas, setidaknya memberikan penegasan kepada kita bahwa Alquran sudah memiliki perhatian terhadap lingkungan sebelum teori ekologi itu sendiri lahir dan dirumuskan oleh para ekolog dan pemerhati lingkungan hidup. 

Bahkan lebih detail lagi Alquran menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan dan krisis ekologis yang berujung bencana alam seperti banjir, longsor, kebakaran hutan dan lain sebagainya adalah akibat ulah tangan manusia yang dijiwai rasa tamak dan rakus untuk mengeksploitasi habis-habisan sumber daya alam dan kekayaan ekosistem yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia. 

   

Tugas Ekologi Manusia Dalam Al-Quran  

Islam sangat memiliki relevansi, kontribusi, dan perhatian yang besar dalam konsep ekologi yang berupa pelestarian alam dan lingkungan hidup. Sehingga apabila hal ini bisa dikontruksikan sebagai sebuah sistem keyakinan akan nilai-nilai yang menjadi cita-cita lingkungan hidup yang mudah dipahami, maka ini bisa menjadi bentuk aktualisasi dari konsep manusia sebagai khalifah dalam melestarikan lingkungan.   

M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa pengunaan bentuk jama‟ kata khalifah dalam alQuran ialah kata khalaif dan khulafa‟ (misal dalam QS. al-A‟raf ayat 74). Apabila memperhatikan konteks ayat, khulafa‟ menandakan adanya wilayah kekuasaan politik dalam mengelola suatu wilayah, sedangkan bila menggunakan bentuk khalaif seperti dalam QS. al- An‟am ayat 165 diatas, tidak bermakna kekuasaan wilayah dan memberi kesan bahwa kekhalifahan hanya bisa terlaksana jika dilakukan dalam bentuk kerjasama. Sehingga dalam penafsirannya, Quraish 

Shihab menjelaskan “Dia juga yang menjadikan kamu khalifah- khalifah di bumi”, berarti menjadi pengganti (penerus) umat-umat terdahulu dalam hal merawat alam dan seyogyanya dilakukan secara bersama-sama tidak individual (Shihab, 2012). Lebih lanjut, tugas kekhalifahan yaitu memakmurkan bumi juga bisa ditemui dalam ayat yang berkenaan dengan lingkungan, seperti QS. Hud ayat61: 

 وإلى ثمىد اخاهم صالحا.قال يقىم اعبدوا الله مالكم مه إله غيره .هى اوشأكم مه الارض واستعمركم فيها فاستغفروه ثم تىبىا إليه. إن ربي قريب مجيب

 

“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”. 

Dijadikannya manusia sebagai pemakmur bumi, yang mana bertempat tinggal di bumi. 

memiliki sebab, yaitu agar dapat mengelola bumi dengan sebaik mungkin tidak terkecuali makhluk hidup lain yang ada di bumi, seperti tumbuhan dan hewan juga wajib untuk dijaga dan dipelihara. Mengelola bumi bukan berarti memanfaatkan bumi di segala keadaan dan kondisi untuk kesejahteraan manusia itu sendiri, akan tetapi juga perlu memperhatikan kesjahteraan makhluk/organisme lain yang menempati lingkungan hidup. Temuan ini tentu tidak sejalan dengan teori yang diusung oleh Charles Darwin tentang survival of the fiftest, yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang paling unggul untuk bertahan hidup, teori ini juga menganggap manusia bukan makhluk yang bergantung pada alam, melainkan penentu atas keberlangsungan alam, sehingga ini berimbas pada tidak terawatnya lingkungan alam dengan baik, bahkan sampai pada level merusak alam. 

Hasil kontekstualisasi dari surah Hud ayat 61 manusia memiliki tugas kekhalifahan yaitu imaratul ardh (memakmurkan bumi) karena bagian dari ibadah ghairu mahdhah. Tugas memakmurkan alam termasuk bumi seyogyanya dilakukan secara bersama- sama dan mencakup beberapa hal yaitu:  

1. Mengulturkan natur (membudayakan alam), berarti alam yang disaat sekarang ini sudah ada sudah seharusnya untuk dibudayakan, sehingga bisa 

memunculkan karya-karya yang memiliki manfaat untuk kemaslahatan hidup manusia. 

2. Menaturkan kultur (mengalamkan budaya), berarti budaya atau hasil karya manusia perlu dipadankan dengan situasi serta kondisi alam, jangan sampai hasil karya manusia merusak alam atau juga lingkungan hidup, hal ini memiliki tujuan sebagai antisipasi agar tidak menyebabkan malapetaka bagi lingkungan atau bagi manusia itu sendiri. 

3. Meng-Islamkan kultur (meng-Islamkan budaya), ini berarti dalam berbudaya jangan sampai hilang atau melenceng dari nilai Islami yang rahmatan lil-„alamin. Sehingga dalam hal ini, berbudaya memiliki arti memobilisasi segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia guna menelusuri serta mendapati kebenaran ajaran Islam dan kebenaran ayat-ayat serta keagungan juga kebesaran Ilahi. 

Untuk menanggulangi adanya kerusakan lingkungan, dalam Islam ada beberapa prinsip dasar yang bisa menjadi basis elaborasi konsep ekologis dan peran manusia sebagai khalifah dan abdullah, beberapa prinsip tersebut adalah sebagai berikut: 

1. Tawbid/unity of all creation 

Tawbid ialah suatu hal yang mendasar dalam segala hal bagi umat Islam, baik dalam hal ekonomi, politik, seta sosial-budaya. Hal ini sebab tawbid itu sendiri ialah penyerahan diri secara utuh atas kehendak Allah. Tawbid ini memandang bahwa segala hal terutama alam, berasal dari Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya. Sehingga sudah sepatutnya bagi kita untuk ikut memelihara alam yang merupakan ciptaan Allah dengan tujuan keberlangsungan hidup manusia. 

Paradigma manusia sebagai kholifah bukan berarti menjadikan manusia sebagai pemegang mutlak atas alam dan diri manusia itu sendiri, sebab segala yang manusia miliki pada hakikatnya bersumber dari Allah SWT, dan disini manusia hanya bertugas untuk menjaga, memelihara, serta mengambil manfaat dari alam sesuai dengan kebutuhan. Di dalam konteks krisis lingkungan, tawbid berperan sebagai nilai dasar akan bagaimana manusia memahami alam. 2. Amanah 

Allah melimpahkan suatu amanah kepada manusia atas apa yang manusia miliki, seperti keunggulan dan kekuatan manusia di dalam mengatur sikapnya kepada alam dan makhluk hidup lain di bumi. Sehingga dari hal tersebut, sudah seyogyanya manusia bertanggungjawab atas pemeliharaan juga pemanfaatan alam beserta isinya. Apabila manusia lalai atas amanah yang Allah berikan ini, maka tidak sesuai julukan khalifah yang melekat pada diri manusia, hingga pada akhirnya menjadi zalim. 

3. Akbirah 

Akbirah yang merupakan konsep akan konsekuanesi adanya pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan manusia di bumi, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Menjadi suatu dasar akan munculnya etika terhadap lingkungan yang bersifat holistik-integral. Dalam hal ini, maksudnya adalah dengan adanya konsekuensi atas perbuatan manusia, tentu menjadi sebab agar manusia berhati-hati dalam bersikap dan berperilaku di Bumi. Sehingga melalui hal ini manusia memiliki rambu-rambu dalam mengelola alam, hingga manusia tidak lalai dan tidak merusak Bumi. 

Hal-hal Yang Dapat Melestarikan Bumi Dalam Surat Al-Hud Ayat 61 

Hal-hal yang yang dapat melestarikan Bumi diantaranya, manusia harus dapat menjaga ibadahnya, dan manusia sebaik mungkin dalam memanfaatkan hasil bumi ini, dengan mengolahnya atau memakmurkannya seoptimal mungkin dengan segala fasilitas dan namiagabes ,aynnaupmamek۟a Firman Allah SWT Q.S. Hud Ayat:61 

وإلى ثمىد اخاهم صالحا.قال يقىم اعبدوا الله مالكم مه إله غيره .هى اوشأكم مه الارض واستعمركم فيها فاستغفروه ثم تىبىا إليه. إن ربي قريب مجيب “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”. 

Dalam ayat ini menjelaskan bahwa manusia diciptakan untuk melestarikan bumi dan diperintahkan untuk mengambil manfaat sebaik mungkin dari bumi, dan menegaskan bahwa fungsi manusia sebagai pemakmur bumi yang merupakan anugrah Allah SWT, itulah sebabnya, mengapa pengelolaan dan pelestarian bumi pada dasarnya merupakan salah satu bentuk peribadatan manusia sebagai makhluk kepada Allah sebagai Al-Khaliq, karena Allah yang mempersiapkan bumi dengan segala isinya, sementara manusia diberikan amanah untuk melakukan pengelolaan sebagaimana mestinya.  sama sekali tidak dibenarkan untuk menelantarkan bumi ini, oleh karena itu, manusia dengan segala keterampilannya tidaklah bebas nilai dalam memanfaatkan bumi, akan tetapi perlu mengikuti penuntun yang mampu mengendalikan akal dan nafsunya kearah positif dan konstruktif. 

Dalam hal ini, Alquran menyatakan bahwa kelestarian bumi tergantung أستعمر kepada manusia. M. Quraish Shihab memaknai objek dalam kalimat Ista‟mara biasanya adalah manusia atau binatang. Sedang kata (أستعمر) ista‟mara terambil dari kata (عمر) „amara yang berarti memakmurkan. Kata tersebut juga dipahami sebagai antonim dari kata (خراب) kharab yakni kehancuran. Huruf sin dan ta‟ yang menyertai kata ista‟mara ada yang memahaminya dalam arti perintah sehingga kata tersebut berarti Allah memerintahkan kamu memakmurkan bumi.  

Terkait dengan kata (أستعمر) ista‟mara yang dimaknai oleh Quraish Shihab, Quraish Shihab adalah salah satu tokoh ahli tafsir yang juga merupakan keluarga terpelajar dari keturunan Arab. Beliau lahir pada 16 februari 1944, dan penjabaran tentang pembahasan ini akan dijelaskan dengan analisis tafsir beliau yang sudah tidak asing lagi yaitu tafsir al-Misbah. 

Allah SWT memberi jalan kepada manusia untuk memilih tetap dalam dosa atau mendapatkan ampunan. Jika manusia memilih mendapat ampunan, maka Allah SWT telah memberi kesempatan kepada manusia untuk bertaubat. Misalnya jika seseorang terkena penyakit karena dosa-dosa yang diperbuatnya dan ingin kembali sehat, maka ia harus meminta ampun serta bertaubat, itulah cara pengobatan yang Allah berikan kepada mereka yang mendapat penyakit secara metafisik.  

Kesimpulan 

 Kehidupan  alam  dalam  pandangan  Islam  berjalan  di  atas  prinsip keselarasan  dan  keseimbangan.  Konsep  lingkungan  diperkenalkan oleh Al-Qur‟an dengan beragam bentuk dan model kata. Yaitu kata al-„alamin, as-sama‟, al-ard dan al-bi‟ah. Dengan beberapa ayat-ayat  Hijau‟ (greendeen) adalah agamayang menuntut manusia untuk menerapkan   Islam   seraya   menegaskan   hubungan integral  antara  keimanan  dan  lingkungan (seluruh  semesta).  Agama Hijau‟ (greendeen) dibangun atas enam prinsip yang saling berkaitan. 

 Al-Qur‟an sudah  memiliki  perhatian  terhadap  lingkungan  sebelum teori  ekologi  itu  sendiri  lahir  dan  dirumuskan  oleh  para  ekolog  dan pemerhati  lingkungan  hidup. Setidaknya  ada  16  kata  kunci  dalam Al-Qur‟an  yang  menjelaskan  tentang  lingkungan  hidup.  Bahkan  lebih detail  lagi  Alquran  menjelaskan  bahwa kerusakan  lingkungan  dan krisis ekologis  yang  berujung  bencana  alam  seperti  banjir,  longsor, kebakaran hutan dan lain sebagainya adalah   akibat   ulah   tangan manusia  yang  dijiwai  rasa  tamak  dan  rakus  untuk  mengeksploitasi habis-habisan  sumber  daya  alam  dan  kekayaan  ekosistem  yang  telah dianugerahkan Allah kepada manusia. 

 Perlu di galakkan pembelajaran  tentang  lingkungan  hidup kepada setiap individu apalagi untuk seorang muslim yang hidup di Indonesia dengan  berdasarkan  penjelasan  ayatayat  Al-Qur‟an  sehingga  secara moral-etis  akan  terbangun  kesadaran  dalam  dirinya  akan  pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. 

Terdapat 16 kata kunci konsep ekologi dan lingkungan hidup dalam perspekif Alquran yang ditawarkan oleh Mujiyono Abdullah diatas, setidaknya memberikan penegasan kepada kita bahwa Alquran sudah memiliki perhatian terhadap lingkungan sebelum teori ekologi itu sendiri lahir dan dirumuskan oleh para ekolog dan pemerhati lingkungan hidup. 

Bahkan lebih detail lagi Alquran menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan dan krisis ekologis yang berujung bencana alam seperti banjir, longsor, kebakaran hutan dan lain sebagainya adalah akibat ulah tangan manusia yang dijiwai rasa tamak dan rakus untuk mengeksploitasi habis-habisan sumber daya alam dan kekayaan ekosistem yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia. 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka 

Abdullah, Mujiyono (2001)Agama  Ramah  Lingkungan:  Perspektif  Al-Qura‟an, Jakarta: Paramadina 

Abdul Ibrahim -Matin,(2012) Greendeen;Inspirasi Islam dalam Menjaga dan Mengelola, Jakarta:Zaman. 

Abidin ,Zainal,(2017) Ekologi dan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Al-Quran, Jurnal Studi Islam, No.01, Vol. 13 

A. Pius Partanto  &  M.  Dahlan  Al-Barry, Kamus  Ilmiah  Populer, Surabaya:  Arkola, t.t. 

Bakker, Anton, (1995) Kosmologi&Ekologi ; Filsafat  tentang Kosmos Sebagai Rumah Tangga Manusia, Yogyakarta: Kanisius 

Hasan,  Maimunah  (2001).Alquran dan Pengobatan Jiwa, Yogyakarta : Bintang Cemerlang. 

Johan  Arif Tunggal, (1998), Peraturan  Perundang-undangan  Lingkungan  Hidup, Jakarta: Harvindo 

Menaughton. S.J. & Larry. L (1992), Ekologi Umum Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press 

M. Fachruddin Mangunwijaya dkk(Ed), (2007).Menanam Sebeum Kiamat. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia 

 Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. 

.Octa, M, Puji Karunia, (2022).Peran Dan Tugas Ekologi Manusia Dalam Al-Quran, Journal of Qur‟an And Hadis Studies, No.01 Vol.03 

Pamalingan, P. (2016). Khalifah Dalam Perspektif Al-Qur‟an. Institut Agama Islam Negeri Palopo. 

Saifullah. (2007).Hukum Lingkungan.Malang: UIN Malang Press 

Shihab, Quraish(2002) Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, Jakarta: 

Lentera Hati. 

Suma, Amin (2015). Tafsir Ayat Ekonomi Teks, Terjemah, dan Tafsir, Jakarta :Amzah. 

Suhendra, A. (2013). Menelisik Ekologis Dalam al-Quran. Esensia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 14(1). 

 

 

 


Posting Komentar

0 Komentar