Pendahuluan
Mulai era tahun 1950-an masalah lingkungan mendapat perhatian serius semua pihak bukan hanya kalangan ilmuwan yang konsern terhadapnya tetapi juga masyarakat luas yang merasakan langsung dampak dari kerusakan lingkungan hidup maupun yang tidak merasakan akan tetapi mengetahui kejadian rusaknya lingkungan hidup seperti banjir, longsor, pemanasan global dan lain-lain.
Beberapa kasus kerusakan lingkungan hidup yang menimbulkan korban manusia seperti pada akhir tahun 1950 yaitu terjadinya pencemaran di Jepang yang menimbulkan penyakit sangat mengerikan yang disebut penyakit itai-itai (aduh-aduh). Penyakit ini terjadi di daerah 3 Km sepanjang sungai Jintsu yang tercemari oleh zat Kadmium (Cd) dari limbah sebuah pertambangan Seng. Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kadar Cd dalam beras di daerah yang mendapat pengairan dari sungai Jintsu mengandung cadmium 10 kali lebih tinggi daripada daerah lain. Di lain daerah di Jepang pada tahun 1953 penduduk yang hidup di sekitar Teluk Minamata mengalami wabah penyakit neurologic yang berakhir dengan kematian. Setelah dilakukan penelitian terbukti bahwa penyakit ini adalah dampak buruk dari pembuangan liar limbah air raksa (Hg) dari sebuah pabrik kimia. Air yang dikonsumsi masyarakat sekitar Teluk Minamata mengalami kenaikan kadar ambang batas keracunan dan mengakibatkan kematian. Penyakit ini juga di namakan penyakit Minamata.
Di Indonesia sendiri rentetan kasus rusaknya ekosistem seperti pembalakan kayu liar, kebakaran hidup atau kejadian pencemaran lingkungan hidup seperti yang terjadi di Sidoarjo yang dikenal dengan Danau Lumpur Sidoarjo adalah bukti bahwa Negara yang mayoritas beragama Islam ini bahkan memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak di dunia juga tidak bisa mengurangi bencana kerusakan lingkungan hidup. Tulisan ini akan mengkaji bagaimana Al-Qur‟an sebagai kitab petunjuk hidup seorang muslim menjelaskan tentang konsep ekologi dan lingkungan hidup. Pengertian Ekologi dan Lingkungan Hidup
Kata ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernst Haeckel,seorang Biolog berkebangsaan Jerman pada tahun 1866, tetapi pada sumber lain ada yang mengatakan bahwa yang mengemukakan istilah ekologi bukan Ernst Haeckel akan tetapi adalah Reiter, dimana pada tahun 1865 ia menggabungkan dua kata dari bahasa Yunani yaitu kata oikos dan logos. Kata ekologi berasal dari dua kata dari bahasa Yunani yaitu kata oikos: berarti rumah tangga atau tempat tinggal dan logos yang berarti ilmu. Dari kedua kata ini dapat kita ketahui pengertian ekologi secara etimologi adalah ilmu tentang kerumahtanggaan atau tempat tinggal dan yang hidup di dalamnya. Dari definisi secara etimologis ini bisa dikatakan istilah ekologi memiliki arti yang luas.
Erns Haeckel mendefinisikan ekologi sebagai suatu keseluruhan pengetahuan yang berkaitan dengan hubungan-hubungan total antara organisme dengan lingkungannya yang bersifat organik maupun anorganik. Sedangkan Mujiyo memberikan definisi ekologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari tentang beberapa hal, yaitu seluk beluk organisme atau makhluk hidup di habitatnya, proses dan pelaksanaan fungsi makhluk hidup dan habitatnya, hubungan antar komponen secara keseluruhan. Seiring waktu istilah ekologi terus mengalami perkembangan, pengertian ekologi yang didefinisikan oleh para ekolog dan pemerhati lingkungan sangat banyak danberagam. Salah satu diantaranya adalah Eugune P.
Odum mendefinisikan ekologi sebagaiilmu yang mengkaji proses interelasi dan interpedensi antar organisme dalam satu wadah lingkungan tertentu secara keseluruhan. Dari definisinya ini bisa kita lihat objek pembahasan ekologi adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan tempat dimana dia hidup.
Selanjutnya Otto Soemarwoto mendefinisikan ekologi dengan bahasa yang sederhana sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya.Dari definisi yang ditawarkannya ini Soemarwoto menegaskan bahwa permasalahan lingkungan hidup hakikatnya adalah permasalahan ekologi. Amsyari juga mendefinisikan ekologi dengan bahasa yang sederhana sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara organisme dengan yang lainnya dan antara organisme tersebut dengan lingkungannya. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan ekologi sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan (kondisi) alam sekitarnya.
Uraian beberapa definisi ekologi diatas menghubungkan antara ekologi sebagai ilmu yang membahas makhluk hidup dengan lingkungannya (ekosistem) dan membahas tentang keadaanlingkungan hidup. Sehingga jika di sebut ataumengkaji ekologi pada saat yang bersamaan juga mengkaji ekosistem. Sedangkan ekosistem itu sendiri didefiniskan sebagai tatanan atau aturan dengan kata lain jika dikaitkan dengan lingkungan hidup maka ekosistem adalah hubungan timbal balik antara komponenhidup (organik) dan tak hidup (anorganik) dalam suatu tempat yang bekerja secara teratur sebagai satu kesatuan. Dapat juga di artikan sebagai unit fungsional antara komuitas dengan lingkungan abiotiknya.
Dari beberapa definisi ekologi di atas kita juga sering melihat dan tidak bisa dipisahkan dariekologi adalah istilah lingkungan. Lingkungan secara singkat berarti semua faktor eksternal yang bersifat biologis dan fisika yang langsung mempengaruhi kehidupan, pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi organisme. Lingkungan atau habitat dalam arti luas, berarti tempat di mana organisme berada,serta faktor-faktor lingkungannya. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Lingkungan berarti daerah atau kawasan, dan yang termasuk di dalamnya. Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 menyatakan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Dari pengertian lingkungan hidup ini terdapat empat kombinasi yang membangun struktur lingkungan hidup yaitu benda, daya, keadaan dan makhluk hidup. Sehingga dari beberapa uraian pengertian di atas yang dinamakan lingkungan hidupsetidaknya mensyaratkan dua hal yaitu lingkungan alami berupa komponen-komponen yang bersifat materi dan lingkungan buatan manusia.
Menurut Soedjono lingkungan hidup adalah lingkungan hidup fisik atau jasmani yang mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmani yang terdapat pada alam. Sehingga berdasarkan pengertian ini maka manusia, hewan dan tumbuhan dilihat dan dianggap sebagai perwujudan fisik jasmaniah belaka. Sedangkan Otto Soemarwoto berpendapat bahwa lingkungan hidup adalah ruang yang ditempati manusia Bersama tumbuhan, dan hewan. Selain makhluk hidup, dalam ruang itu terdapat juga benda tak hidup, seperti misalnya udara yang terdiri atas bermacam gas, air dalam bentuk uap, cair dan padat, tanah dan batu.
Pengertian lingkungan hidup yang didefinisikan oleh Emil Salim adalah segala benda, kondisi, keadaan serta pengaruh yang terdapat dalam ruang yang ditempati dan mempengaruhi perihal hidup, termasuk didalamnya kehidupan manusia. Sehingga bisa disimpulkan bahwa lingkungan hidup adalah suatu wadah bagi makhluk hidup, baik berbentuk benda, kondisi atau keadaan, yang menjadi tempat makhluk hidup berproses dan berinteraksi. Di samping itu,lingkungan merupakan objek ekologi dan bagian dari ekosistem. Dengan demikian, ekologi, ekosistem dan lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan.
Pelestarian lingkungan hidup atau kestabilan ekosistem adalah tugas wajib manusia, hal ini dimaksudkan demi kelangsungan hidup dan kesejahteraan manusia dari generasi ke generasi. Di samping itu perlu disadari pula, bahwa manusia harus berfungsi sebagai subjek dari ekosistemnya, walaupun tidak boleh mengabaikan arti pentingnya menjadi kestabilan ekosistemnya sendiri.
Menurut Lynn White, seorang ahli sejarah yang artikelnya sering dikutip di kalangan ahli lingkungan hidup, mengatakan bahwa apa yang dilakukan manusia terhadap ekologinya tergantung pada apa yang mereka pikirkan tentang mereka sendiri dalam hubungannya dengan apa yang ada di sekitar mereka. Lebih tegas lagi dikatakan bahwa ekologi manusia sangat dipengaruhi oleh keyakinan tentang alam kita dan takdirnya, yaitu di pengaruhi oleh agama yang kita anut. Bahkan White memberikan argumentasi bahwa krisis ekologi atau lingkungan hidup sekarang ini tidak akan berakhir kecuali kita temukan agama baru atau kita memikirkan kembali agama lama. White mengatakan: “What we do about ecology depend on our ideas of the man-nature relationship. More science and more technology are not going to get us of the present ecologic criris until we find a new religion, or rethink our old one”.
Lingkungan Hidup dan Pelestariannya dalam QS. Hud: 61
Agama Islam adalah Agama Ramah Terhadap Lingkngan
Dari uraian konsep ekologi dan lingkungan hidup dalam perspektif Al-Qur‟an di atas memberikan penegasan lagi kepada kita bahwa agama Islam adalah agama yang ramah terhadap lingkungan yang menurut definisi Mujiyono Abdullah dalah agama yang mengajarkan kepada pemeluknya tentang kearifan lingkungan.
Atau dalam istilah Ibrahim Abdul Matin agama Islam adalah agama „hijau/green deen yang didefinisikannya sebagaiagama yang menuntut manusia untuk menerapkan Islam seraya menegaskan hubungan integral antara keimanan dan lingkungan (seluruh semesta).„Agama Hijau‟ (greendeen) dibangun atas enam prinsip yang saling berkaitan.
Prinsip pertama, memahami kesatuan Tuhan dan ciptaan-Nya (tauhid). Hidup dengan cara „Agama Hijau‟ (greendeen) berarti memahami bahwa segala sesuatu berasal dari Allah.
Prinsip kedua, melihat tanda-tanda (ayat) Tuhan di seluruh semesta. Hidup mengikuti prinsip „Agama Hijau‟ (greendeen) berarti melihat segala sesuatu di alam ini sebagai tanda (ayat) keagungan Sang Pencipta.
Prinsip ketiga, menjadi penjaga (khalifah) bumi. Dengan prinsip ini berarti memahami bahwa manusia harus melakukan apa pun untuk menjaga, melindungi, dan mengelola semua karunia yang terkandung di dalam alam.
Prinsip keempat, menghargai dan menunaikan kepercayaan (amanah) yang diberikan
Tuhan kepada umat manusia untuk menjadi pelindung planet ini. Mengikuti prinsip „Agama Hijau‟ (greendeen) berarti mengetahui bahwa manusia dipercaya oleh Tuhan untuk bertindak sebagai pelindung alam.
Prinsip kelima, memperjuangkan keadilan („adl). Orang yang ingin hidup mengikuti prinsip „Agama Hijau‟(greendeen)harus memahami bahwa masyarakat yang tidak memiliki kekuatan politik dan ekonomi sering kali menjadi korban kerusakan lingkungan dalam berbagai bentuknya.
Prinsip keenam, dan hidup selaras dengan alam (mizan). Segala sesuatu diciptakan dalam keseimbangan yang sempurna (mizan). Upaya menghormati keseimbangan itu dapat berupa memandang bumi sebagai masjid. Tatanan hukum dan aturan dalam Islam bertujuan untuk menjaga keseimbangan ini.
Prinsip-prinsip itu adalah panduan yang menuntun untuk melestarikan lingkungan
(alam) berdasarkan inspirasi „Agama Hijau‟ (greendeen). Dengan prinsip-prinsip „Agama Hijau‟(greendeen ) diatas membuktikan bahwa Al-Qur‟an mengajarkan cinta yang mendalam kepada alam. Sebab, mencintai alam berarti mencintai diri kita dan mencintai Sang
Pencipta. Hal itu membuktikan bahwa Al-Qur‟an mengajarkan adanya kesesuaian antara jalan ruhani dan ilmiah. Enam prinsip itu juga dapat menjadi pondasi dalam mencegah krisis lingkungan yang berlandaskan Al-Qur‟an.
Untuk konteks ke-Indonesiaan sendiri kita wajib melanjutkan upaya awal para cendikiawan yang telah memulai usaha untuk menyadarkan kembali umat Islam akan pentingnya menjaga keseimbangan ekologis dan kelestarian lingkungan hidup.
Langkah para ulama Indonesia yang telah menyusun format lagkah-langkah pelestarian lingkungan hidup perlu dikembangkan lebih lanjut lagi dan rasanya wajib untuk diintegrasikan ke dalam kurikulum pembelajaran dalam setiap tingkat pendidikan. Hal ini mengingat kebiasaan perilaku bangsa Indonesia yang mengingat persoalan ekologi dan lingkungan hidup setelah terjadi bencana alam. Setidaknya dengan membiasakan dan mengenalkan konsep ekologi danpelestarian lingkungan hidup kita bisa menghindari atau bahkan bisa jadi menunda terjadinya bencana alam.
Konsep Al-quran Tentang Ekologi dan Lingkungan Hidup.
Dalam ayat-ayat Alquran banyak ditegaskankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup, sebagaimana sudah sama diketahui bahwa penciptaan Nabi Adam dari tanah juga mengandung filosofi agar manusia menjaga etika yang harmonis antara dirinya dengan alam sekitarnya. Selain itu manusia juga tidak bisa jauh dan terlepas dari hubungan dengan alam sekitar yang melingkupinya. Sehingga manusia wajib secara etis untuk menjaga dan tidak merusak lingkungan hidup. Manusia adalah makhluk sempurna yang diciptakan Allah maka manusia dijadikan sebagai khalifah Allah untuk menjaga dan memakmurkan alam. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Alquran Surat Hud (11) ayat 61:
وإلى ثمىد اخاهم صالحا.قال يقىم اعبدوا الله مالكم مه إله غيره .هى اوشأكم مه الارض واستعمركم فيها فاستغفروه ثم تىبىا إليه. إن ربي قريب مجيب.
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, Karena itu mohonlah ampunan- Nya, Kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."
Secara singkat dan sederhana menurut A. Qadir Gassing untuk melihat konsep Islam tentang alam dan lingkungan dapat ditelusuri dengan tiga kata kunci Alquran yaitu bumi atau lingkungan (ard), pengrusakan (al-ifsad) dan pelestarian (al-islah).
Pertama, Al-Ard (bumi). Kata Al-Ard dalam Alquran terulang sebanyak 461 kali dalam 80 Surat. Jumlah ayat dan surat ini menunjukkan bahwa Al-Ard (bumi) mendapat perhatian besar dalam ajaran Islam. Di antara fungsi lingkungan atau dalam bahasa Alquran dinyatakan dengan
Al-Ard adalah menopang kehidupan dan keberlanjutan pembangunan dan peradaban manusia. Untuk menopang kehidupan maka bumi dibentangkan dalam bentuk hamparan, firasyan (bisa dilihat pada Surat Al-Baqarah (2) ayat 22, Surat Az-Zariyat (51) ayat 48); dan bumi dijadikan sebagai tempat tinggal/kediaman qararan (bisa dilihat pada Surat An-Naml (27) ayat 61, Surat
Al-Mu‟min (40) ayat 64) atau mustaqarrun (bisa dilihat pada Surat An-Naml (27) ayat 24). Firasyan ditafsirkan sebagai permadani yang dibentangkan kepda manusia untuk menunaikan kewajiban hidupnya. Sedangkan mustaqarrun ditafsirkan sebagai tempat kamu tinggal dan menetap didalamnya.
Kedua, pengrusakan (al-ifsad). Kata al-ifsad disebutkan sebanyak 50 kali dalam 47 ayat Alquran, tiga ayat di antaranya menyebutkannya dua kali dalam berbagai derivasinya. Kalimat al-ifsad ini banyak digunakan dengan makna kerusakan secara umum. Ayat yang menunjuk pengertian yang secara langsung menyebutkan kerusakan bumi dalam hal ini flora dan faunanya adalah dalam Surat Al-Baqarah (2) ayat 205. Sedangkan ayat-ayat al-ifsad lainnya berhubungan dengan kerusakan moral dan keyakinan. Pelaku dari al-ifsad diidentifikasi sebagai akfir, munafik, musyrik, fasik dan ingkar. Dalam mengungkap- kan al-ifsad Alquran umumnya menggunakan kisah yaitu menceri- takan ulah generasi terdahulu sebagai perusak dengan tokoh utama Firaun pada zaman Nabi Musa antara lain dalam Surat Al-A‟raf (7) ayat 103, umat nabi Lut dalam Surat Al-Ankabut (29) ayat 30 dan sebagainya kemudian diujung ayat dengan pernyataan agar manusia menjadikannya sebagai bahan renungan dan pelajaran bagi generasi berikutnya tentang dampak-dampak yang ditimbulkan oleh kerusakan-kerusakan tersebut.
Ketiga, Al-Islah (perbaikan). Terdapat beberapa hal yang ditunjuk oleh Alquran sebagai upaya islah di antaranya perbaikan masalah wasiat (Surat Al-Baqarah (2) ayat 182). Dalam hal ini seseorang dibenarkan memperbaiki sebuah wasiat jika di dalam wasiat tersebut terdapat kesalahan atau kekeliruan pembuat wasiat, baik disengaja maupun tidak. Alquran juga merujuk pada upaya mendamaikan atau memperbaiki keretakan rumah tangga sebagi akibat dari ketidak patuhan salah satu pihak dalam melakukan kewajibannya (Surat An- Nisa‟ (4) ayat 128). Dalam kerangka lebih luas, kata Al-Islah (perbai-kan) juga digunakan untuk memperbaiki atau mendamaikan pertentangan yang terjadi di kalangan umat Islam (Surat Al-Hujarat (49) ayat 910). Dari dua ayat terakhir ini dapat dipahami bahwa perbaikan masyarakat diharuskan mulai dari lingkup yang terkecil yaitu rumah tangga sampai kepada kehidupan masyarakat sebagai lingkup yang lebih luas. Jika dikaitkan dengan kasus-kasus kerusakan lingkungan hidup maka setidaknya upaya perbaikan/ Al-Islah juga harus dimulai dari pribadi seorang muslim sampai kepada pihak masyarakat.
Untuk lebih detail lagi konsep ekologi dan lingkungan hidup dalam perspekif Alquran bisa kita lihat dalam berbagai terminologi sebagaimana di uraikan oleh Mujiyono Abdullah dalam bukunya, berikut ini:
1. Kata As- Sama‟ yang digunakan untuk memperkenalkan jagad raya kata ini dan derivasinya digunakan dalam al-Qur‟an sebanyak 387 kali. Mujiyono Abdullah mengklasifikasikan maknanya menjadi jagad raya, ruang udara, dan ruang angkasa.
2. Kata al-ardh yang digunakan dalam al-Qur‟an sebanyak 483 atau 461 kali. Kata ini disebut dalam bentuk mufrad (tunggal) saja dan tidak pernah muncul di dalam bentuk jamak.
3. Kata al-„alamin disebutkan dalam Alquran 71 kali baik dalam berbagai bentuk kata (frasa, gabungan kata). dalam hal ini terdapat dua makna kata al-„alamin, ada yang bermakna alam secara keseluruhan dan hanya ditujukan kepada manusia. Adapun jumlah kata yang berkonotasi alam secara keseluruhan sebanyak 46 kata, sedangkan yang berkonotasi manusia diulang dalam al-Qur‟an sebanyak 25 kali.
4. Kata al-biah yang digunakan untuk memperkenalkan istilah lingkungan sebagai ruang kehidupan. Secara kuantitatif, kata ini terdapat sebanyak 18 kali.
5. Kata ma‟a yang terulang dalam al-Qur‟an sebanyak 63 kali dalam 41 surah. Kata ini memliki arti benca cair atau air. Dan disebutkan hanya dalam bentuk mufrad saja, tidak ada dalam bentuk jamak. Adapun maknanya tidk hanya berarti air, ada yang dikaitkan dengan proses penciptaan alam semesta (sop kosmos atau zat cair) QS. Hud:7; ada yang bermakna „sperma‟ seperti dalam QS. al- Furqan: 54, yang menginformasikan tentang pnciptaan manusia; ada juga makna ma`a untuk penghuni neraka dan surga, seperti dalam QS. Ibrahim:16
6. Kata khardal yang berarti tumbuh-tumbuhan yang berbiji hitam atau biji sawi. Term ini terdapat dua tempat dalam al-Qur‟an, yakni QS al-Anbiya`: 47 dan Luqman: 16. Kedua suarat atau ayat tersebut, kata khardal hanya sebagai sebuah gambaran tentang keadilan Tuhan dan Nasehat Lukman tentang amal perbuatan baik.
7. Kata khail yang berarti kuda terulang dalam Alquran sebanyak lima kali, yaitu QS. Ali ‟Imran: 14, al-Anfal: 60, al-Nahl: 8, al-Isra`: 64, dan al-Hasyr: 6. Makna dalam surat pertama berkaitan dengan konteks pembicaraan mengenai bentu-bentuk kesenangan hidup duniawi. Surah yang kedua dalam konteks persiapan menghadapi musuh dalam peperangan. QS al-Isra: 64 berkaitan dengan permusuhan dan godaan setan terhadap manusia, sedangkan al-Hasyr ayat 6 berkaitan dengan harta rampasan perang.
8. Kata ma‟in yang memilik arti air (sungai) yang mengalir disebutkan sebanyak empat kali dalam QS. al-Mu`minun: 50, al- Saffat: 45, al-Waqi‟ah: 18 dan al-Mulk: 30. Surat pertama dan terakhir kata ma‟in bermakna sungai dalam konteks pembicaraan duniawi, sedangkan sisanya dalam konteks ukhrawi.
9. Kata nahar yang terdapat 113 kali dengan berbagai bentuknya dalam al-Qur‟an. Kata ini memilki banyak makna, ada yang berarti „siang‟seperti dalam QS. al-Muzammil: 7, nahar berarti mencegah atau menghardik seperti dalam QS. al-Isra`: 23, nahar dengan arti sungai terdapat dalam QS. al-Baqaah: 249.
10.Kata nahl yang berarti lebah yang menjadi salah satu nama surat.Kata nahl dengan bentuk ini dan dengan arti lebah hanya terdapat satu dalam al-Qur‟an, yakni QS. al-Nahl: 68.
11.Kata naml menjadi nama binatang berikutnya yang menjadi nama surat dalam al-
Qur‟an. Kata al-Naml adalah bentuk jamak dari al- Namlah. Kata al-Namlah dengan segala derivasinya disebut sebanyak empat kali dalam al-Qur‟an, tetai yang bermakna semut hanya tiga, yakni QS. al-Naml: 18.
12.Kata dabbah yang terdapat sebnnyak delapan belas kali. Yang dikemukakan dalam bentuk ism mufrad (dabbah) sebanyak 14 kali, dan empat kali dalam bentuk jama‟ taksir (alDawwab). Kata ini meliputi tiga cakupan makna, 1) khusus hewan, sperti QS. al- Baqarah: 164 dan al-An‟am : 38 yang bermakna semua jenis hewan. 2) ditujukan kepada hewan dan mansia QS. al-Nahl: 49. 3) kata dabbah yang ditujukan kepada hewan, manusia dan jin, sperti dalam QS. Hud: 6.
13.Kata fakihah yang secara kebahasaan berarti baik dan senang.Kemudian kata ini diartikan sebagai buah-buahan yang lezat dan nikmat rasanya. Kata ini dalam bentuk mufrad, disebutkan dalam al- Qur‟an sebanyak 11 kali. Penyebutan itu ada yang digunakan untuk menerangkan gambaran sebagian nikmat surga, sebagai tanda kekuasaan Allah menumbuhkan pohon yang menghasilkan buah- buahan. Adapun daam bentuk jamak (fawakih) disebutkan sebanyak tiga kali; QS. al-Mu‟minun: 19 menerangkan manfaat air bagi manusia yang dapat menghasilkan berbagai macam buah-buahan; al- Mursalat: 42 dan al-Baqarah: 25 yang digunakan untuk menggambarkan pahala dan balasan kenikmatam surga.
14.Kata ghaur yang berarti kekeringan yang disebut dalam al-Qur‟an dengan segala derivasinya sebanyak lima kali, misalnya dalam QS. al-Kahfi: 41 yang menggambarkan betapa sebuah kebun airnya menjadi kering sehingga tidak seorang pun yang dapat menemukannya lagi.
Begitu juga dalam QS al-Mulk: 30.
15.Kata syajarah yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah (02):35, Surat Al-A‟raf (07):1920, dan Surat Thaha (20):120.
16.Kata bigal yang diartikan sebagai binatang yang lahir dari perkawinan antara keledai dengn kuda hanya terdapat dalam Surat An-Nahl ayat 8. Kata bigal sendiri adalah bentuk jamak dari baglun.
Dari 16 kata kunci konsep ekologi dan lingkungan hidup dalam perspekif Alquran yang ditawarkan oleh Mujiyono Abdullah diatas, setidaknya memberikan penegasan kepada kita bahwa Alquran sudah memiliki perhatian terhadap lingkungan sebelum teori ekologi itu sendiri lahir dan dirumuskan oleh para ekolog dan pemerhati lingkungan hidup.
Bahkan lebih detail lagi Alquran menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan dan krisis ekologis yang berujung bencana alam seperti banjir, longsor, kebakaran hutan dan lain sebagainya adalah akibat ulah tangan manusia yang dijiwai rasa tamak dan rakus untuk mengeksploitasi habis-habisan sumber daya alam dan kekayaan ekosistem yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia.
Tugas Ekologi Manusia Dalam Al-Quran
Islam sangat memiliki relevansi, kontribusi, dan perhatian yang besar dalam konsep ekologi yang berupa pelestarian alam dan lingkungan hidup. Sehingga apabila hal ini bisa dikontruksikan sebagai sebuah sistem keyakinan akan nilai-nilai yang menjadi cita-cita lingkungan hidup yang mudah dipahami, maka ini bisa menjadi bentuk aktualisasi dari konsep manusia sebagai khalifah dalam melestarikan lingkungan.
M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa pengunaan bentuk jama‟ kata khalifah dalam alQuran ialah kata khalaif dan khulafa‟ (misal dalam QS. al-A‟raf ayat 74). Apabila memperhatikan konteks ayat, khulafa‟ menandakan adanya wilayah kekuasaan politik dalam mengelola suatu wilayah, sedangkan bila menggunakan bentuk khalaif seperti dalam QS. al- An‟am ayat 165 diatas, tidak bermakna kekuasaan wilayah dan memberi kesan bahwa kekhalifahan hanya bisa terlaksana jika dilakukan dalam bentuk kerjasama. Sehingga dalam penafsirannya, Quraish
Shihab menjelaskan “Dia juga yang menjadikan kamu khalifah- khalifah di bumi”, berarti menjadi pengganti (penerus) umat-umat terdahulu dalam hal merawat alam dan seyogyanya dilakukan secara bersama-sama tidak individual (Shihab, 2012). Lebih lanjut, tugas kekhalifahan yaitu memakmurkan bumi juga bisa ditemui dalam ayat yang berkenaan dengan lingkungan, seperti QS. Hud ayat61:
وإلى ثمىد اخاهم صالحا.قال يقىم اعبدوا الله مالكم مه إله غيره .هى اوشأكم مه الارض واستعمركم فيها فاستغفروه ثم تىبىا إليه. إن ربي قريب مجيب
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”.
Dijadikannya manusia sebagai pemakmur bumi, yang mana bertempat tinggal di bumi.
memiliki sebab, yaitu agar dapat mengelola bumi dengan sebaik mungkin tidak terkecuali makhluk hidup lain yang ada di bumi, seperti tumbuhan dan hewan juga wajib untuk dijaga dan dipelihara. Mengelola bumi bukan berarti memanfaatkan bumi di segala keadaan dan kondisi untuk kesejahteraan manusia itu sendiri, akan tetapi juga perlu memperhatikan kesjahteraan makhluk/organisme lain yang menempati lingkungan hidup. Temuan ini tentu tidak sejalan dengan teori yang diusung oleh Charles Darwin tentang survival of the fiftest, yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang paling unggul untuk bertahan hidup, teori ini juga menganggap manusia bukan makhluk yang bergantung pada alam, melainkan penentu atas keberlangsungan alam, sehingga ini berimbas pada tidak terawatnya lingkungan alam dengan baik, bahkan sampai pada level merusak alam.
Hasil kontekstualisasi dari surah Hud ayat 61 manusia memiliki tugas kekhalifahan yaitu imaratul ardh (memakmurkan bumi) karena bagian dari ibadah ghairu mahdhah. Tugas memakmurkan alam termasuk bumi seyogyanya dilakukan secara bersama- sama dan mencakup beberapa hal yaitu:
1. Mengulturkan natur (membudayakan alam), berarti alam yang disaat sekarang ini sudah ada sudah seharusnya untuk dibudayakan, sehingga bisa
memunculkan karya-karya yang memiliki manfaat untuk kemaslahatan hidup manusia.
2. Menaturkan kultur (mengalamkan budaya), berarti budaya atau hasil karya manusia perlu dipadankan dengan situasi serta kondisi alam, jangan sampai hasil karya manusia merusak alam atau juga lingkungan hidup, hal ini memiliki tujuan sebagai antisipasi agar tidak menyebabkan malapetaka bagi lingkungan atau bagi manusia itu sendiri.
3. Meng-Islamkan kultur (meng-Islamkan budaya), ini berarti dalam berbudaya jangan sampai hilang atau melenceng dari nilai Islami yang rahmatan lil-„alamin. Sehingga dalam hal ini, berbudaya memiliki arti memobilisasi segala tenaga, cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia guna menelusuri serta mendapati kebenaran ajaran Islam dan kebenaran ayat-ayat serta keagungan juga kebesaran Ilahi.
Untuk menanggulangi adanya kerusakan lingkungan, dalam Islam ada beberapa prinsip dasar yang bisa menjadi basis elaborasi konsep ekologis dan peran manusia sebagai khalifah dan abdullah, beberapa prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tawbid/unity of all creation
Tawbid ialah suatu hal yang mendasar dalam segala hal bagi umat Islam, baik dalam hal ekonomi, politik, seta sosial-budaya. Hal ini sebab tawbid itu sendiri ialah penyerahan diri secara utuh atas kehendak Allah. Tawbid ini memandang bahwa segala hal terutama alam, berasal dari Allah SWT dan akan kembali kepada-Nya. Sehingga sudah sepatutnya bagi kita untuk ikut memelihara alam yang merupakan ciptaan Allah dengan tujuan keberlangsungan hidup manusia.
Paradigma manusia sebagai kholifah bukan berarti menjadikan manusia sebagai pemegang mutlak atas alam dan diri manusia itu sendiri, sebab segala yang manusia miliki pada hakikatnya bersumber dari Allah SWT, dan disini manusia hanya bertugas untuk menjaga, memelihara, serta mengambil manfaat dari alam sesuai dengan kebutuhan. Di dalam konteks krisis lingkungan, tawbid berperan sebagai nilai dasar akan bagaimana manusia memahami alam. 2. Amanah
Allah melimpahkan suatu amanah kepada manusia atas apa yang manusia miliki, seperti keunggulan dan kekuatan manusia di dalam mengatur sikapnya kepada alam dan makhluk hidup lain di bumi. Sehingga dari hal tersebut, sudah seyogyanya manusia bertanggungjawab atas pemeliharaan juga pemanfaatan alam beserta isinya. Apabila manusia lalai atas amanah yang Allah berikan ini, maka tidak sesuai julukan khalifah yang melekat pada diri manusia, hingga pada akhirnya menjadi zalim.
3. Akbirah
Akbirah yang merupakan konsep akan konsekuanesi adanya pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan manusia di bumi, baik yang bersifat vertikal maupun horizontal. Menjadi suatu dasar akan munculnya etika terhadap lingkungan yang bersifat holistik-integral. Dalam hal ini, maksudnya adalah dengan adanya konsekuensi atas perbuatan manusia, tentu menjadi sebab agar manusia berhati-hati dalam bersikap dan berperilaku di Bumi. Sehingga melalui hal ini manusia memiliki rambu-rambu dalam mengelola alam, hingga manusia tidak lalai dan tidak merusak Bumi.
Hal-hal Yang Dapat Melestarikan Bumi Dalam Surat Al-Hud Ayat 61
Hal-hal yang yang dapat melestarikan Bumi diantaranya, manusia harus dapat menjaga ibadahnya, dan manusia sebaik mungkin dalam memanfaatkan hasil bumi ini, dengan mengolahnya atau memakmurkannya seoptimal mungkin dengan segala fasilitas dan namiagabes ,aynnaupmamek۟a Firman Allah SWT Q.S. Hud Ayat:61
وإلى ثمىد اخاهم صالحا.قال يقىم اعبدوا الله مالكم مه إله غيره .هى اوشأكم مه الارض واستعمركم فيها فاستغفروه ثم تىبىا إليه. إن ربي قريب مجيب “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)”.
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa manusia diciptakan untuk melestarikan bumi dan diperintahkan untuk mengambil manfaat sebaik mungkin dari bumi, dan menegaskan bahwa fungsi manusia sebagai pemakmur bumi yang merupakan anugrah Allah SWT, itulah sebabnya, mengapa pengelolaan dan pelestarian bumi pada dasarnya merupakan salah satu bentuk peribadatan manusia sebagai makhluk kepada Allah sebagai Al-Khaliq, karena Allah yang mempersiapkan bumi dengan segala isinya, sementara manusia diberikan amanah untuk melakukan pengelolaan sebagaimana mestinya. sama sekali tidak dibenarkan untuk menelantarkan bumi ini, oleh karena itu, manusia dengan segala keterampilannya tidaklah bebas nilai dalam memanfaatkan bumi, akan tetapi perlu mengikuti penuntun yang mampu mengendalikan akal dan nafsunya kearah positif dan konstruktif.
Dalam hal ini, Alquran menyatakan bahwa kelestarian bumi tergantung أستعمر kepada manusia. M. Quraish Shihab memaknai objek dalam kalimat Ista‟mara biasanya adalah manusia atau binatang. Sedang kata (أستعمر) ista‟mara terambil dari kata (عمر) „amara yang berarti memakmurkan. Kata tersebut juga dipahami sebagai antonim dari kata (خراب) kharab yakni kehancuran. Huruf sin dan ta‟ yang menyertai kata ista‟mara ada yang memahaminya dalam arti perintah sehingga kata tersebut berarti Allah memerintahkan kamu memakmurkan bumi.
Terkait dengan kata (أستعمر) ista‟mara yang dimaknai oleh Quraish Shihab, Quraish Shihab adalah salah satu tokoh ahli tafsir yang juga merupakan keluarga terpelajar dari keturunan Arab. Beliau lahir pada 16 februari 1944, dan penjabaran tentang pembahasan ini akan dijelaskan dengan analisis tafsir beliau yang sudah tidak asing lagi yaitu tafsir al-Misbah.
Allah SWT memberi jalan kepada manusia untuk memilih tetap dalam dosa atau mendapatkan ampunan. Jika manusia memilih mendapat ampunan, maka Allah SWT telah memberi kesempatan kepada manusia untuk bertaubat. Misalnya jika seseorang terkena penyakit karena dosa-dosa yang diperbuatnya dan ingin kembali sehat, maka ia harus meminta ampun serta bertaubat, itulah cara pengobatan yang Allah berikan kepada mereka yang mendapat penyakit secara metafisik.
Kesimpulan
Kehidupan alam dalam pandangan Islam berjalan di atas prinsip keselarasan dan keseimbangan. Konsep lingkungan diperkenalkan oleh Al-Qur‟an dengan beragam bentuk dan model kata. Yaitu kata al-„alamin, as-sama‟, al-ard dan al-bi‟ah. Dengan beberapa ayat-ayat Hijau‟ (greendeen) adalah agamayang menuntut manusia untuk menerapkan Islam seraya menegaskan hubungan integral antara keimanan dan lingkungan (seluruh semesta). Agama Hijau‟ (greendeen) dibangun atas enam prinsip yang saling berkaitan.
Al-Qur‟an sudah memiliki perhatian terhadap lingkungan sebelum teori ekologi itu sendiri lahir dan dirumuskan oleh para ekolog dan pemerhati lingkungan hidup. Setidaknya ada 16 kata kunci dalam Al-Qur‟an yang menjelaskan tentang lingkungan hidup. Bahkan lebih detail lagi Alquran menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan dan krisis ekologis yang berujung bencana alam seperti banjir, longsor, kebakaran hutan dan lain sebagainya adalah akibat ulah tangan manusia yang dijiwai rasa tamak dan rakus untuk mengeksploitasi habis-habisan sumber daya alam dan kekayaan ekosistem yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia.
Perlu di galakkan pembelajaran tentang lingkungan hidup kepada setiap individu apalagi untuk seorang muslim yang hidup di Indonesia dengan berdasarkan penjelasan ayatayat Al-Qur‟an sehingga secara moral-etis akan terbangun kesadaran dalam dirinya akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Terdapat 16 kata kunci konsep ekologi dan lingkungan hidup dalam perspekif Alquran yang ditawarkan oleh Mujiyono Abdullah diatas, setidaknya memberikan penegasan kepada kita bahwa Alquran sudah memiliki perhatian terhadap lingkungan sebelum teori ekologi itu sendiri lahir dan dirumuskan oleh para ekolog dan pemerhati lingkungan hidup.
Bahkan lebih detail lagi Alquran menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan dan krisis ekologis yang berujung bencana alam seperti banjir, longsor, kebakaran hutan dan lain sebagainya adalah akibat ulah tangan manusia yang dijiwai rasa tamak dan rakus untuk mengeksploitasi habis-habisan sumber daya alam dan kekayaan ekosistem yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia.
Daftar Pustaka
Abdullah, Mujiyono (2001)Agama Ramah Lingkungan: Perspektif Al-Qura‟an, Jakarta: Paramadina
Abdul Ibrahim -Matin,(2012) Greendeen;Inspirasi Islam dalam Menjaga dan Mengelola, Jakarta:Zaman.
Abidin ,Zainal,(2017) Ekologi dan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Al-Quran, Jurnal Studi Islam, No.01, Vol. 13
A. Pius Partanto & M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, t.t.
Bakker, Anton, (1995) Kosmologi&Ekologi ; Filsafat tentang Kosmos Sebagai Rumah Tangga Manusia, Yogyakarta: Kanisius
Hasan, Maimunah (2001).Alquran dan Pengobatan Jiwa, Yogyakarta : Bintang Cemerlang.
Johan Arif Tunggal, (1998), Peraturan Perundang-undangan Lingkungan Hidup, Jakarta: Harvindo
Menaughton. S.J. & Larry. L (1992), Ekologi Umum Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press
M. Fachruddin Mangunwijaya dkk(Ed), (2007).Menanam Sebeum Kiamat. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia
Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
.Octa, M, Puji Karunia, (2022).Peran Dan Tugas Ekologi Manusia Dalam Al-Quran, Journal of Qur‟an And Hadis Studies, No.01 Vol.03
Pamalingan, P. (2016). Khalifah Dalam Perspektif Al-Qur‟an. Institut Agama Islam Negeri Palopo.
Saifullah. (2007).Hukum Lingkungan.Malang: UIN Malang Press
Shihab, Quraish(2002) Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Alquran, Jakarta:
Lentera Hati.
Suma, Amin (2015). Tafsir Ayat Ekonomi Teks, Terjemah, dan Tafsir, Jakarta :Amzah.
Suhendra, A. (2013). Menelisik Ekologis Dalam al-Quran. Esensia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 14(1).
0 Komentar