Pendahaluan
Pemikiran Politik Islam telah berkembang sejak periode klasik, pertengahan, modern hingga kontemporer. Masing-masing pemikir politik Islam dalam tiap periode mempunyai pandangan yang unik sesuai pengalaman mereka berinteraksi dengan pemerintahan pada masanya. Dari para pemikir tersebut, umat Islam mendasarkan teori dan praktik politiknya hingga kini.
Di Indonesia, sebagian kaum Muslimin kini
secara terbuka mengusung ide negara Islam atau lebih jauh kembalinya sistem
khilafah untuk mengganti sistem Demokrasi dan Pancasila sebagaimana diusung
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)[1].
Politik Islam di Indonesia mengalami
perubahan setelah beberapa hal yang menjadi pengaruh, baik secara eksternal
maupun secara internal. Yang mengakibatkan terjadinya revolusi sistem politik
bagi umat Islam Indonesia khususnya. Hal ini dapat ditandai dengan beberapa
faktor yang menjadi penyebab berubahnya tatanan atau sistem politik di
Indonesia ini, mulai dari kejadian pra kemerdekaan, dimana kala itu Piagam
Jakarta diterbitkan, hingga mengalami perubahan pada poin pertama mengenai
syari’at Islam, kemudian ditandai pula dengan pemahaman Islam Nasionalis, yang
menggabungkan antara Nasionalisme dengan keislaman itu sendiri, dimana penyebab
dasarnya ditandai dengan revolusi yang terjadi di Timur tengah sekitar abad 19.
Pada saat itu Timur Tengah berada dalam tekanan Barat, kemudian melahirkan
suatu revolusi pemikiran Intelektual yang dipelopori oleh Jamaludin Al-Afghani
dan Muhammad Abduh.
Dari pengaruh inilah Indonesia pun melalui
para ulamanya mempunyai suatu ide, dimana mencoba menggabungkan antara
pemahaman Nasionalis dan religius. Ini pula yang menjadi faktor eksternal
revolusi sistem politik Islam di Indonesia itu sendiri. Sampai terbentuk
beberapa gerakan politik yang merujuk pada dua pemikiran besar di atas. Isu
yang diperjuangkan antara lain adalah melahirkan kesejahteraan, keadilan
sosial, serta memberikan hak-hak yang layak kepada mayarakat. Keikutsertaan
para ulama untuk merespon ini tidak bisa dialpakan, karena peranan mereka
sangat besar, yang mereka perjuangkan melalui karya tulis maupun pada ranah
pergerakan, termasuk Oemar Bakry. Makalah ini akan melacak sejauh mana aspirasi
Oemar Bakry terhadap politik pergerakan yang dibangun melalui penafsiran
ayat-ayat Al-Qur’an.
Dari beberapa studi yang sudah ada, selama
ini perhatian terhadap pemikiran politik pergerakan Oemar Bakry belum banyak
yang melakukan. Untuk itu, makalah ini masih memiliki peluang untuk ikut
memberikan kontribusi dalam diskursus pemikiran tafsir Oemar Bakry[2].
Pembahasan
A. Biografi
Oemar bakry Lahir di Desa Kacang di
pinggir Danau Singkarak Sumatera Barat pada tanggal 26 juni 1916. Pendidikan
awal yang beliau tempuh di Sekolah Desa di Kacang. Setelah tamat disana dan
Sekolah Sambungan di Singkaarak, beliau meneruskan pelajaran pada Sekolah
Thawalib dan Diniyah Putra Padang Panjang. Tamat diniyah tahun 1931 dan
Thawalib
1932. Kemudian melanjutkan pelajaran pada Kulliyatul
Mu’allimin Islamiyah Padang. Tamat tahun 1936 dengan angka terbaik. Tahun 1954
masuk Fakultas Sastra Universitas Indonesia, tidak sampai tamat.
Menurut Howard M. Federsfiel, Oemar
Bakry termasuk salah satu ilmuan independen, penulis yang produktif serta aktif
berdakwah dalam menegakkan dan menyebarkan agama Islam. Selain itu Bakry juga
merupakan pengusaha yang sukses di bidang percetakan[3].
Beliau pernah menjadi guru di Sekolah
Thawalib Padang dan menjadi direktur Sekolah Guru Muhammadiyah Padang Sidempuan
dan direktur The Public Typewriting School yang kemudian namanya diganti dengan
Taman Kemajuan.
Kegiatan dakwah beliau dilaksanakan di
Sumatera Barat, Jakarta dan Bandung. Selain aktif mengajar dan berdakwah,
beliau juga aktif dalam organisasi. Beberapa organisasi yang beliau ikuti
adalah Partai Politik Persatuan Muslim Indonesia (Permi), Masyumi dan pernah
menjadi anggota Pimpinan Masyumi Sumatera Tengah, Ketua IKAPI (Ikatan Penerbit
Indonesia) Jakarta Raya beberapa periode, Ketua Yayasan Al-Falah, Yayasan
Pemeliharaan Kesucian Al-Qur’anul Karim dan Yayasan Thawalib Jakarta. Beliau
juga adalah Pendiri dan Direktur Utama Penerbit dan Percetakan Offset “Mutiara”
Jakarta dan “Angkasa” Bandung.
B. Sejarah dan Latar Belakang Penulisan Tafsir
Tafsir Rahmat adalah tafsir berbahasa
Indonesia. Penulisan Tafsir Rahmat berlangsung selama kurang lebih dua tahun,
yakni dimulai pada tahun 1981 dan selesai pada tahun 1983, tepatnya pada
tanggal 12 Mei 1983 (29 Rajab 1341 H), yang pada tahun yang sama juga tafsir
ini memperoleh surat tashih dari Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur’an Departemen
Agama Republik Indonesia. Alasan Oemar Bakry menamakan kitab tafsirnya dengan
Tafsir Rahmat adalah agar kitab tafsirnya ini dapat menjadi rahmat, sesuai
dengan tujuan penurunan al-Qur’an yaitu sebagai rahmat bagi seluruh alam.
keinginan Oemar Bakry dalam menulis
tafsir sudah sejak lama, dengan beberapa alasan bahwa terjemahan Al-Qur'an
sebelumnya masih belum bisa di fahami dengan baik oleh masyarakat di karenakan
pasa mufassir di dalam mengerjakan struktur kalimatnya belum sesuai dengan tata
bahasa Indonesia yang baik. Dan sudah banyak menerjemahkan maupun mufassir yang
telah meninggal dunia. Di tambah lagi dengan Al-Qur'an yang di terjemahkan oleh
H.B. Jassin yaitu kitab Al-Qur’an al-Karim Bacaan Mulia pada tahun 1978, yang di
rasa oleh Oemar Bakry masih terdapat banyak kesalahan.
Tafsir Rahmat sudah dicetak ulang
sekitar 20 kali, yang jika dihitung diperkirakan sudah mencapai 100.000
eksemplar. Tafsir ini juga tidak hanya beredar di Indonesia, tetapi juga sampai
ke negara- negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei.
C. Sumber rujukan dan Sistematika Penulisan Tafsir
Apa yang beliau tuliskan dalam
tafsirnya tidak hanya dari hasil pemikirannya sendiri. Untuk meningkatkan dan
memperbaiki bahkan memperluas kitab tafsir rahmat Beliau juga menggunakan
kitab-kitab tafsir lain untuk dijadikan rujukan.
Diantara kitab-kitab tafsir yang di
buat rujukan oleh Oemar Bakry yaitu : Tafsir AlManar, Tafsir Al- Maraghi oleh
Ahmad Musthafa Al- Maraghi, Al-Tafsir al-Farid Fil Qur’anil
Majid, Tafsir Ibnu Katsir, Fi Zhilalil Qur’an, Tafsir Al-
Qur’an oleh Mahmud Yunus, Al- Qur’an dan Terjemahannya oleh Dewan Penerjemah
Departemen Agama, Tafsir Quran oleh H. Zainuddin Hamidy dan Fachruddin, dan
Tafsir al-Bayan oleh M. Hasbi Ash Shiddieqy.
Sistematika yang digunakan oleh Oemar
Bakry dalam tafsiranya yaitu menafsirkan seluruh ayat-ayat Al-Qur’an sesuai
susunannya dalam mushaf Al-Qur'an, ayat demi ayat dan surat demi surat, dimulai
dengan surat Al-fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, maka secara
sistematika tafsir ini menempuh Tartib mushafi.
Selain itu, tafsir rahmat ini bacaannya
sesuai dengan Al-Qur'an yaitu dari kanan ke kiri kemudian diikuti
terjemahannya, hal ini pertama kali ada di Indonesia, Dalam Tafsir Rahmat, di setiap awal surat
diterangkan dengan detail masalah yang berkaitan dengan surat, jumlah surat,
dan nama-nama lain dari surat tersebut.
D. Metode dan Corak Tafsir Rahmat
Tafsir Rahmat ini termasuk jenis tafsir
bil-ra’yi karena penulis menggunakan nalar (akal rasio) atau pemikirannya
sendiri dalam menafsirkan Al-Qur’an dan tetap menggunakan kaedah-kaedah bahasa
Arab yang dikuasainya. Beliau berharap dengan hasilnya tafsir rahmat tersebut
bisa diterima dan dapat difahami oleh akal manusia yang lain dengan mudah.
Kitab tafsir ini ditulis dengan bahasa
Indonesia agar mudah dipahami dan dicerna oleh orang Indonesia karena pada
zaman dahulu belum banyak tafsiran Al-Qur'an yang menggunakan bahasa Indonesia
sedangkan Al-Qur'an sendiri menggunakan bahasa Arab[4].
Sementara itu, tafsir ini menggunakan
metode ijmali atau global. Hal ini agar tafsir ini cukup dicetak satu jilid dan
sesuai dengan tebal halaman Al-Qur’an pada umumnya[5].
E. Karya-karyanya
Karya-karyanya tidak hanya sebatas pada
bidang tafsir dan ulumul Qur’an, namun juga dalam bidang Hadis dan
bidang-bidang keislaman yang lain, baik berbahasa Arab maupun bahasa Indonesia,
bahkan menulis kamus Indonesia-Arab-Inggris. Di antara karya-karyanya adalah[6]
:
1.
Tafsir Rahmat
2.
Kamus Arab-Indonesia
3.
Kamus Indonesia-Arab
4.
Kamus
Arab-Indonesia-Inggris/Indonesia-Arab-Inggris
5.
Tafsir Madrashi (bahasa
Arab)
6.
Uraian 50 hadis
7.
Memantapkan rukun Iman dan
Islam
8.
Makarimul Akhlak (Arab)
9.
Al-Ahadis As-Sohihah (Arab)
10. Apakah ada nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an.
11. Akhlak Muslim
12. Islam Mengangkat Derajat Wanita
13. Tafsir Hidayah
14. Al-Qur’an Mukjizat yang terbesar kekal dan abadi.
15. Keharusan memahami isi Al-Qur’an
16. Pelajaran Sembahyang
17. Kebangkitan umat Islam di abad ke-15 Hijriyah
18. Polemik Haji Umar bakry dengan H.B.Yasin tentang Al-Qur’an
bacaan mulia.
19. Islam menentang sekulerisme
20. Bung Hatta selamat cita-citamu kami teruskan.[7]
F. Definisi Politik pergerakan
Pengertian politik secara etimologi
kata politik berasal dari bahasa yunani yaitu polis yang artinya adalah kota. Politik yang berkembang di yunani
pada saat itu dapat diartikan dengan proses interaksi sesama individu guna
mencapai kebaikan dan tujuan hidupnya.[8][9][10]
Menurut para Ahli pengertian kata politik telah diberikan pengertian secara
umum, salah satunya menurut bluntsci yang mengartikan politik sebagai “politic is more an art a science and to do
with the practical cundoct or guidance of the state” (politik lebih
merupakan seni daripada ilmu mengambil tindakan dan memimpin).9
Sedangkan menurut aristoteles dan plato politik adalah suata usaha untuk
mencapai masyarakat politik yang terbaik.[11]
Dalam buku A New Handbook of Political Science sebagaimana
yang dikutip oleh
Sahya menyebutkan bahwa politik adalah the constrained use
of social power (penggunaan kekuasaan
sosial yang dipaksakan). Kata “kekuasaan sosial” ditekankan untuk membedakannya
dengan “kekuasaan individual.” Ini karena politik berkenaan dengan pengaturan
hidup suatu masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat yang mengesahkan
sekelompok individu untuk memiliki “kekuasaan sosial” yang aplikasinya “dapat
dipaksakan” atas setiap individu untuk menjamin keteraturan dalam masyarakat
itu sendiri.
Dalam islam politik sering kali
disebut dengan al-Siyasah yang
berarti mengatur, mengendalikan, mengurus, atau memberikan keputusan. Secara
istilahnya politik islam ialah mengurus kemaslahatan umat manusia yang sejalan
dengan syari’at. Al-siyasah dapat di
simpulkan mengenai batasanya yang mengisyaratkan dua unsur yaitu pihak yang
mengatur dan yang diatur.[12] Dua
unsur inilah yang menjadi persamaan antara politik dan Al-Siyasah. Dari berbagai definisi dan pengertian politik dan Al-Siyasah diatas maka dapat disimpulkan
bahwa politik pergerakan adalah gerakan untuk mengatur, mengurusi kepentingan
rakyat agar dapat tercapainya kondisi yang sejahtera.
G. Politik dalam Tafsir Rahmat
Penyusunan Tafsir Rahmat oleh Oemar
Bakry disebabkan karena kerisaunnya pada problematika penyebaran tafsir
Al-Qur’an berbahasa Indonesia yang dianggap tidak mampu menjawab permasalahan
sosial sehingga ia terdorong menuliskan tafsir tersebut atas permintaan pembaca
yang menghendaki dirinya memberikan sumbangsih pemikirannya melalui bacaan yang
lebih bermakna.[13]
Oemar bakry dengan pengetahuannya yang
luas ia berhasil menyelesaikan karyanya kurang lebih tiga tahun. Adapun
ayat-ayat yang di tafsirkan oleh beliau mengenai politik pergerakan. Pada
bagian pertama terdapat pada surat Al-Mu’minun ayat 52:
وَانَِّ
هٰذِ ٖٓه امَُّتكُُمْ امَُّةً وَّاحِدَةً وَّانََا۠ رَبكُُّمْ فاَتقَّوُْ نِ
“Dan sungguh,
(agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka
bertakwalah kepada-Ku.”
Pada ayat tersebut Oemar bakry dengan
tafsiranya menegaskan bahwa dasar dari agama yang diturunkan adalah tauhid.
Selain itu Oemar bakry juga menambahkan bahwa anatar umat-umat yang beragama
samawi dan juga antara mereka sendiri tidak pantas terjadi perpecahan dan umat
Islam tidak pantas berpecah belah karena mazhab-mazhab atau hawa nafsu,
persatuan dan kesatuan tidak boleh retak, justru pada pesatuan ada kekuatan dan
perpecahan membawa kehancuran.[14]
Dalam pemaknaan politik pergerakan
pada ayat tersebut Oemar Bakry menghendaki prioritas utamanya adalah
terbentuknya persatuan. Karena perbedaan tidak dapat dijadikan alasan terpecah
belahnya suatu umat. Sebagai penggerak organisasi sosial politik Oemar Bakry
smenyoroti adanya perbedaan madzhab dan urgensinya persatuan sebagai tameng
terjadinya perpecahan antara umat.
Selanjutnya pada surat An-nisa ayat 58-59
اِنَّ اللهَّٰ يَأمُْرُكُمْ انَْ تؤَُدوُّا الَْْ مٰنٰتِ
اِلٰٰۤى اهَْلِهَا ۙ وَاِ ذاَ حَكَمْتمُْ بَيْنَ النَّا سِ انَْ
تحَْكُمُوْا بِا لْعَدْلِ ۙ اِنَّ اللهَّٰ نعِِمَّا يعَِظُكُمْ بِ ه
ۙ اِنَّ
اللهَّٰ كَا نَ سَمِيْعًاۢ
بَصِيْرًا
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang
memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 58)
Dalam Tafsir Rahmat yang ditulis oleh
Bakry, pada bagian ayat 58 ini diberikan keterangan bahwa ada dua pokok untuk
mencapai masyarakat adil dan makmur:
1)
Amanah dan dapat
dipertanggung jawabkan. Menurutnya seorang pemimpin memiliki tugas untuk
menanamkan rasa tanggung jawab pada setiap individu di masyarakatnya.
Peraturan-peraturan yang dibuat agar dipatuhi oleh rakyat dinilai tidak cukup,
melainkan harus di imbangi dengan keimanan dan ketakwaan sehingga masyarakat
dapat memberikan kontrol terhadap diri mereka sendiri.16 Hal ini selaras dengan
apa yang disampaikan oleh Al-Mawardi yang menyatakan bahwa di samping pemimpin
berhak untuk ditaati oleh rakyat dan menuntut loyalitas penuh dari mereka, ia
juga mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi terhadap rakyatnya.
Rakyat wajib menaati pemimpin selama pemimpin merupakan sosok yang adil dan
amanah terhadap rakyat. Serta tidak menyimpang dari aturan yang telah
ditetapkan.[15]
2)
Adil dalam memutuskan suatu
hukum. Setiap warga sama di hadapan hukum. Siapa yang salah mendapat hukuman
yang adil. Tiba di mata tidak di picingkan, tiba di perut tidak dikempiskan.
يٰٰۤـايَهَُّا الَّذِيْنَ
اٰمَنوُْٰۤا اطَِيْـعوُا اللهَّٰ وَاَ طِيْـعوُا الرَّسُوْلَ وَاُ ولِى الَْْ مْرِ
مِنْكُمْ ۙ فَاِ نْ تنََا زَعْتمُْ فِيْ شَيْءٍ
فَرُدوُّْهُ اِلَى اللهِّٰ وَا لرَّسُوْلِ
اِنْ كُنْـتمُْ تؤُْمِنوُْنَ بِا للهِّٰ وَا لْيَـوْمِ الْْٰ خِرِ ۙ
ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاحَْسَنُ تأَوِْيْلً
"Wahai orang-orang yang beriman!
Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang
kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya),
jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 59)
Dalam ayat ini Oemar Bakry menjelaskan
penafsirannya mengenai bagaimana mewujudkan masyarakat yang damai serta
mendapatkan keselamatan dunia dan Akhirat, yaitu:
1. Berpegang teguh pada Al-Qur’an dengan mengamalkan apa yang di
ajarkan di dalamnya serta menjauhi larangannya.
2. Mengikuti sunnah Rasul.
3. Mematuhi keotusan ulil
amri.
4. Mengembalikan semua perbedaan pendapat kepada Al-Qur’an dan
Assunah.[16]
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa pendapat Oemar Bakry mengenai politik pergerakan dalam tafsir rahmat
antara lain yaitu: pertama, untuk mewujudkan persatuan dalam masyarakat yang
dengan tidak menjadikan perbedaan sebagai perpecahan. Kedua, untuk mencapai
masyarakat yang adil dan makmur memerlukan dua spek yaitu amanah serta tanggung
jawab. Sedangakan untuk menciptakan kedamaian dan keselamatan dunia akhirat
perlu dipenuhi hal-hal sebagai berikut: (1) berpegang teguh pada Al-Qur’an
dengan mengamalkan apa yang di ajarkan di dalamnya serta menjauhi larangannya.
(2). Mengikuti sunnah Rasul. (3). Mematuhi keotusan ulil amri. (4). Mengembalikan semua perbedaan pendapat kepada
Al-Qur’an dan Assunah.
Daftar Pustaka
Adekayanti, Sri. 2007. Metodologi Penafsiran Oemar Bakry (Studi
Kitab Tafsir Rahmat), skripsi, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga.
Awwaliyah, Neny Muthi'atul. 2020. Mufasir Nusantara: Oemar Bakry asal Danau
Singkarak, Tafsir Al-Qur'an Referensi Tafsir Indonesia.
Diana, Rashda. 2017. “Al-Mawardi Dan Konsep Kenegaraan Dalam
Islam,” Tsaqafah 13, no. 1, hlm: 157–76.
Hasanudin, Muhammad Khoirul Anwar and Fakhry Fakhrurrozy.
2022. “Analisi Pemikiran Oemar Bakry
Tentang Politik Pergerakan Dalam Tafsir Rahmat,” Jurnal Maqosid 10, no. 01,
hlm: 12–20.
Jalaluddin, Mufti Labib.
2021. Mengenal Tafsir Nusantara: Tafsir
Rahm at karya Oemar Bakry, Tanwir.ID. kurnia, Yudi. 2017. “prosespolitik dalam wacana pemekaran
provinsi madura.” Artikel 53 no.9, hlm: 1689-1699.
Morie, Mumahhad Abdul
Ghaniy. 2018. Sejarah Perkembangan Tafsir
Indonesia: Studi Tentang Tafsir Rahmat Karya Oemar Bakry.
Oemar Bakry, Tafsir Rahmat. hal.667
Rusmana, Dadan. dkk.
2021. Karakteristik tafsir Madrasi Karya
H. Oemar Bakri Dan Penggunaannya Pada Kurikulum KMI Darrussalam Gontor Putri,
Al-Bayan.
Zawawi, Abdullah. 2015. “Politik Dalam Pandangan Islam,” Ummul Qura 5, no. 1, hlm: 85–100.
Zulifan, Muhammad.
2016. Politik Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam
Proses Politik Terkini, Universitas Negeri Semarang.
[1] Muhammad Zulifan, Politik
Islam di Indonesia: Ideologi, Transformasi dan Prospek dalam Proses Politik Terkini, 2016, Universitas Negeri
Semarang
[2] Muhammad Khoirul Anwar,
dkk. Analisis Pemikiran Oemar Bakry
Tentang Politik Pergerakan Dalam Tafsir Rahmat, Jurnal Maqosid, Vol. 10,
No. 01, 2022.
[3] Mumahhad Abdul Ghaniy
Morie, Sejarah Perkembangan Tafsir
Indonesia: Studi Tentang Tafsir Rahmat Karya Oemar Bakry, 10 April, 2018.
[4] Sri Adekayanti, Metodologi Penafsiran Oemar Bakry (Studi
Kitab Tafsir Rahmat), skripsi, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga,
2007.
[5] Mufti Labib Jalaluddin, Mengenal Tafsir Nusantara: Tafsir Rahm at
karya Oemar Bakry, 2021, Tanwir.ID.
[6] Dadan Rusmana, dkk. Karakteristik tafsir Madrasi Karya H. Oemar
Bakri Dan Penggunaannya Pada Kurikulum KMI Darrussalam Gontor Putri,
Al-Bayan, 2021.
[7] Neny Muthi'atul Awwaliyah,
Mufasir Nusantara: Oemar Bakry asal Danau
Singkarak, Tafsir Al-Qur'an Referensi Tafsir Indonesia, 2020.
[8] Yudi kurnia, “prosespolitik dalam wacana pemekaran
provinsi madura.” Artikel 53 no.9 (2017): 1689-
[9] 9 Abdullah Zawawi,
“POLITIK DALAM PANDANGAN ISLAM,” Ummul Qura 5, no. 1 (March 1, 2015):
[10] –100,
[11] Yudi kurnia, “prosespolitik dalam wacana pemekaran
provinsi madura.” Artikel
[12] Muhammad Khoirul Anwar
and Fakhry Fakhrurrozy Hasanudin, “Analisi
Pemikiran Oemar Bakry Tentang Politik
Pergerakan Dalam Tafsir Rahmat,” Jurnal Maqosid 10, no. 01 (2022): 12–20.
[13] Muhammad Khoirul Anwar
and Fakhry Fakhrurrozy Hasanudin“Analisi
Pemikiran Oemar Bakry Tentang Politik
Pergerakan Dalam Tafsir Rahmat,” Jurnal Maqosid 10, no. 01 (2022): 12–20.
[14] Oemar Bakry, Tafsir
Rahmat. hal.667
[15]
Rashda Diana, “Al-Mawardi Dan Konsep
Kenegaraan Dalam Islam,” Tsaqafah 13, no. 1 (May 31, 2017): 157–76,
[16] Muhammad Khoirul Anwar
and Fakhry Fakhrurrozy Hasanudin“Analisi
Pemikiran Oemar Bakry Tentang Politik
Pergerakan Dalam Tafsir Rahmat,” Jurnal Maqosid 10, no. 01 (2022): 12–20.
0 Komentar