PENDAHULUAN
Madinah, yang juga dikenal sebagai Al-Madinah Al-Munawwarah, merupakan salah satu kota yang memiliki kedudukan istimewa dalam agama Islam. Kehadirannya tidak hanya mencerminkan asal-usul peradaban Islam, tetapi juga merupakan tempat yang penuh dengan berbagai kenangan bersejarah yang penting dalam sejarah umat Islam.
Di antara semua tempat yang penuh makna ini, Masjid Nabawi (Masjid Rasulullah) adalah salah satu yang paling dihormati dan dijunjung tinggi dalam Islam.Masjid Nabawi adalah tempat suci kedua setelah Masjid
al-Haram di Mekah, yang dianggap sebagai tempat yang paling suci dalam Islam.
Tempat ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai
pusat spiritual dan intelektual yang memengaruhi seluruh dunia Islam. Masjid
ini menjadi tempat perjumpaan, pengajaran, dan pemberian nasihat oleh Nabi
Muhammad SAW kepada para sahabatnya. Selain itu, pemakaman Nabi Muhammad SAW
dan dua khalifah pertama, Abu Bakar dan Umar, yang terletak di dalam kompleks
Masjid Nabawi, membuat tempat ini menjadi tujuan ziarah penting bagi jutaan
umat Islam dari seluruh dunia.
Dalam perspektif Islam, Madinah dan Masjid Nabawi adalah
simbol-simbol spiritual yang mengingatkan umat Islam akan nilai-nilai
perdamaian, kasih sayang, dan persatuan. Mereka juga merupakan sumber inspirasi
bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan memahami ajaran Islam
yang tulus. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami sejarah, makna,
dan peran penting Madinah serta Masjid Nabawi dalam pandangan Islam, serta
bagaimana tempat-tempat suci ini terus mempengaruhi dan menginspirasi umat
Islam di seluruh dunia.
Maka dalam kesempatan ini, penulis akan membahas beberapa
poin penting yang berkaitan dengan kota Madinah dan Masjid Nabawi, seperti ayat
Al-Quran yang membahas tentang Madinah serta menjelaskan keistimewaan Kota
Madinah dan Masjid Nabawi.
Kewajiban dan Pahala
Berjihad Bagi Penduduk Madinah dan Orang Badui
مَا كَانَ
ألِهْأل ٱلمَأدينأة وََمنْ حَوْلََم أ منَ ٱلِْعْرا أب أن يَ تخَلفُوا۟ عَن رسُوأل
ٱ ألَّلَّ وَلََ يَ رْغبو ا۟ أبِنفُ أسأهمْ عَن نَّ فْ أسأهۦ ۚ ذََٰلأكَ
أبِنََّّمْ لََ ي أصيبُ هُمْ ظَمَأٌ وَلََ نصَبٌ وَلََ مََمَصَةٌ أفِ سَبأيأل ٱ
ألَّلَّ ولََ يطَ ونَ مَوْأطئا يأغيظُ
ٱلكُفَّارَ وَلََ يَ نالونَ أمنْ
”عَدُ وٍّ نَّ يْلًً إألََّ كُتأبَ لََُم بأأهۦ
عَمَلٌ صََٰلأحٌ ۚ إأنَّ ٱلَّلََّ لََ ي أضيعُ أجْرَ ٱلمُحْ أسنأيَ
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah
dan orang-orang Arab Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut
menyertai Rasulullah (berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih
mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah
karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah,
dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang
kafir, dan tidak menimpakan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan
dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh.
Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik (QS.
At-Taubah : 120)
Ayat di atas adalah sebuah ancaman dari Allah kepada
penduduk Madinah dan penduduk sekitarnya yang enggan ikut berperang (perang
Tabuk) dan memilih bersenangsenang di rumah mereka. Mereka mendapatkan celaan
lebih karena mereka lebih berhak mengikuti perang daripada penduduk yang lain.
Bahkan ayat ini juga merupakan larangan untuk enggan perang dan hinaan atas
perbuatan mereka, kemudian lebih mementingkan diri sendiri dibandingkan
kepentingan Rasulullah dan umat Islam.[1]
Mereka diwajibkan untuk berjihad kecuali jika memiliki uzur
syar’i, Allah SWT berfirman:
ۚ
لََ يكَلأ فُ ٱلَّلَُّ نَ فْسًا إألََّ وُسْعَهَ ا
Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (QS.
Al-Baqarah : 286)
Maka ayat tersebut tidak serta merta menunjukkan kewajiban
berjihat kepada masing-masing individu, karena ijma ulama menyatakan bahwa
jihad hukumnya fardhu kifayah.
Pada penggalan ayat إأنَّ ٱلَّلََّ لََ ي أضيعُ أَجْرَ
ٱلْمُحْ أسنأ ي adalah sebagai jaminan bagi orang-
orang yang ikut berjihad bahwa apapun yang
mereka alami seperti kelelahan, susah payah, kesusahan, letih, lapar dan
kepedihan di jalan Allah, serta setiap langkah yang diayunkan di atas tanah
orang kafir untuk menakuti mereka, keberuntungan yang didapat dari musuh berupa
tawanan perang , membunuh atau mengalahkan musuh, itu semua telah ditetapkan
pahala yang setimpal dengan apa yang telah mereka perbuat atau bahkan lebih
baik. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat
baik, maksudnya Allah tidak akan membiarkan tanpa sebuah kebaikan, melainkan
Allah pasti memberikan pahala, seperti yang ditegaskan dalam firman-Nya.
Maka dapat disimpulkan bahwa pada QS. At-Taubah ayat 120
mengandung beberapa hukum antara lain:
1. Keharusan dan kewajiban jihad bagi warga Madinah dan
kabilah-kabilah Arab yang ada di sekitarnya karena Madinah adalah ibu kota
Islam dan mereka adalah penduduknya dan sebagai tetangga Rasulullah saw mereka
akan mengalami langsung apa yang dialami beliau, baik kemuliaan, kebaikan,
kemenangan maupun yang lainnya.
2. Tidak dibenarkan bagi seorang Mukmin untuk mengutamakan diri
sendiri daripada diri Rasulullah saw. karena keimanan tidak akan sempurna
kecuali dengan lebih mencintai Rasulullah saw ketimbang cinta kepada diri
sendiri.
3. Semua yang dialami oleh para mujahid baik susah payah, keletihan
dalam perjalanan untuk berjihad, akan mendapat pahala dan ganjaran yang
terbaik.
Adapun orang-orang yang memiliki uzur dan tetap tinggal di
Madinah kemudian tidak dapat ikut berperang, mreka mendapatkan pahala sama
seperti pahala orang-orang yang ikut berperang, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah Saw bersabda,
Kalian telah meninggalkan di Madinah
beberapa kaum, tak ada perjalanan yang kalian tempuh, tak ada infak yang kalian
keluarkan, tak ada lembah yang kalian lalui kecuali mereka juga sama seperti
kalian mendapat pahala", mereka bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana bisa
mereka bersama kami padahal mereka di Madinah? Beliau menjawab: Mereka
terhalang dengan uzur. (HR Abu Dawud)
Rasulullah saw. memberikan ganjaran bagi orang-orang uzur
sama seperti yang diberikan kepada orang-orang kuat dan sehat yang bekerja. Itu
ditegaskan bahwa niat yang tulus adalah asalnya amal perbuatan. Apabila niat
benar dalam amal perbuatan taat kepada Allah, ketidakmampuan orang yang telah
berniat itu karena ada uzur yang menghalanginya.
KEISTIMEWAAN MADINAH
DAN MASJID NABAWI
Letak Geografis Madinah
Di segi geografi, Kota Madinah terletak di antara 39-40
derajat garis bujur di timur dan 24-25 garis lintang utara. Jaraknya dari laut
Merah lebih kurang 170 kilometer, jarak dari Makkah 450 kilometer dan dari ibu
kota Negara Saudi Arabia (Riyadh) lebih kurang 1,000 kilometer. Secara
geografis, kota ini datar dan dikelilingi gunung bukit-bukit serta beriklim
gurun.[2]
Kota Madinah adalah kota yang terletak di wilayah Hijaz di barat Arab Saudi , sekitar 100 mil (160
km) ke daratan dari Laut Merah dan 275 mil (445 km) dari Mekah melalui jalan darat. Ini
adalah kota tersuci kedua dalam Islam , setelah Mekah..
Dibandingkan Makkah, orang Yahudi memang lebih banyak dijumpai di Madinah dan
sekitarnya. Sebenarnya kedua bangsa ini terdiri dari satu rumpun bangsa, yaitu
ras Semit yang berpangkal dari Nabi Ibrahim melalui dua putranya, Ismail dan Ishaq.
Bangsa Arab melalui Ismail dan Yahudi melaui Ishaq[3]
Secara geografis, Madinah lebih baik dari Makkah. Madinah
terletak pada “jalur rempah-rempah”, yang menghubungkan Yaman dan Suriah. Kota
ini merupakan sebuah oasis dalam arti sebenarnya. Tanahnya sangat cocok
ditanami pohon kurma. Di tangan
penduduk Yahudi, tepatnya Bani Nadir dan
Bani Quraizah, kota ini menjadi pusat pertanian terkemuka.[4]
Madinah adalah kota suci yang ditakdirkan Allah untuk
hijrah Nabi Muhammad, manusia paling sempurna di akhir zaman. Sebagaimana yang
kita ketahui bahwa Kota Makkah adalah tempat Nabi dilahirkan dan dibesarkan.
Sedangkan Madinah adalah temapt hijrah dan tempat tinggal Nabi Saw sampa akhir
hayatnya. Sebelum Nabi menempati kota Madinah, kota ini dikenal oleh masyarakat
Arab dengan sebutan “Yatsrib”[5].
Namun seiring dengan perkembangan waktu, Nabi tidak lagi menyebutnya Yatsrib,
namun menyebutnya Madinah Al Munawwarah. Nabi tidak memperkenankan para
pengikut, tetangga, kerabat, dan istri-istrinya menyebut “Yatsrib”.[6]
Yatsrib adalah satu-satunya kota yang dibuka oleh Nabi
dengan Al-Quran, bukan dengan pedang maupun peperangan.. para penghuninya juga
memiliki perilaku yang baik, sopan dansantun serta ramah kepada para tamu dan
pendatang. Oleh karena itu, ketika Nabi memasuki kota ini, Nabi disambut para
pemuda, anak-anak, orang dewasa bahkan sampai orang tua.
Karena keramahan dan kesopanan penduduk Madinah dalam
memberikan sambutan, maka Nabi memberikan julukan “Al Ansor” yang artinya “ kaum penolong”. Sedangkan, para pendatang
disebut dengan “Al-Muhajirin” yan artinya “orang pendatang”. Penduduk Madinah
menyambut Nabi dan rombongan dengan lapang dada dan tangan terbuka. Mereka
mengalunkan syair sebagai bentuk kegembiraan atas kedatangan sang Pemimpin
akhir zaman.
Quba' adalah tempat Nabi pertama kali transit. Mereka
berkumpul di Quba, yang kemudian dibangun masjid yang dikenal dengan Masjid
Quba". Masjid yang dibangun Di atas landasan keimanan dan ketakwaan
berdiri kokoh di tengah-tengah masyarakat Quba'. Semua aktivitas Nabi, para
tetangga, kerabat, serta sahabatnya dimulai dan berpusat di masjid ini. Masjid
Quba' menjadi pusat aktivitas, mulai dan urusan ibadah,
politik, ekonomi, sosial, dan masyarakat.
Pada hari Jumat pertama setibanya dari Makkah, Nabi menunaikan shalat
berjamaah. Itulah shalat Jumat pertama Nabi di kota ini sebelum berpindah ke
Nabawi.[7]
Berdirinya Masjid Quba' yang diikuti dengan aktivitas
masyarakat serta pengikut Nabi dari Makkah membuat sekelompok komunitas merasa
iri. Mereka pun membuat masjid tandingan. Melihat fenomena yang tidak sehat
ini, Nabi mengajak para pengikut setianya untuk menghancurkan masjid tersebut
agar masyarakat tidak bingung.
Madinah adalah tanah haram sebagaimana Makkah. Dalam
istilah Arab, Makkah dan Madinah dikenal masyarakat luas dengan sebutan "al-Haramain al-Syarifain" yang
berarti dua tanah sakral (suci). Keharaman kota Madinah merupakan permintaan
Nabi Muhammad Saw. Keharaman kota Makkah merupakan permintaan Nabi Ibrahim
kholilullah a.s.
Madinah sebagai Tempat Hijrah Rasulullah Saw
Dalam sebuah hadits riwayat Bukhari, Rasulullah bercerita
bahwa suatu ketika dirinya pernah bermimpi berhijrah dari Makkah ke suatu kota
yang memiliki banyak pohon kurma. Pada saat itu, Rasulullah mengira bahwa kota
tersebut adalah Yamamah atau Hajar. Namun dugaan Rasulullah meleset, ternyata
tempat yang dipilih untuk tempat hijrah adalah Madinah, yang sebelumnya bernama
Yatsrib. Dipilihnya Madinah sebagai tempat berhijrah juga tidak lepas dari
beberapa penduduk Madinah yang sudah berbaiat kepada Rasulullah, dalam Baiat
Aqabah pertama dan kedua. Tentu hal tersebut menjadi tahapan awal yang baik
bagi Rasulullah Saw dan umat Islam. Namun selain alasan di atas, terdapat
alasan lain mengapa kota Madinah dipilih sbagai tempat berhijrah. Rasulullah,
antara lain,
1. Sikap Penduduknya
Penduduk Madinah sejak dahulu hingga sekarang dikenal ramah.
Penduduk
Madinah yang diantaranya adalah Suku Aus dan Khazraj yang
mukim di Madinah
sebetulnya berasal dari Yaman. Sementara
orang-orang Yaman dikenal sebagai orang yang memiliki budi yang halus dan
perasaan yang lembut.
“Penduduk Yaman datang kepadamu. Mereka itu
lembut hati dan halus perasaan,” kata Rasulullah ketika rombongan dari
Yaman mengunjunginya usai Perang Khaibar.
2. Pengalaman Berperang
Penduduk Madinah memiliki pengalaman
berperang. Suku Aus dan suku Khazraj, ditambah komunitas Yahudi Madinah tidak
pernah berdamai. Dalam sejarahnya, mereka kerap kali melancarkan peperangan
antara satu suku dengan yang lainnya. Peperangannya tidak hanya setahun dua
tahun, tapi berlangsung secara bertahuntahun. Tercatat ada sekitar 10 kali
peperangan yang dilalui suku-suku di Madinah.
Perang Samir menjadi awal, sementara Perang Bu’ats menjadi perang
terakhir. Perang Bu’ats merupakan
perang terbesar dan terjadi lima tahun sebelum Rasulullah berhijrah. Ketika
Rasulullah dan Islam datang, masyarakat Madinah menjadi bersatu dan tidak
perang saudara lagi. Perlu diketahui, pengalaman berperang ini menjadi sesuatu
yang penting untuk menjaga ajaran agama Islam.
3. Hubungan Darah/Kekeluargaan
Rasulullah memiliki hubungan darah dengan
penduduk Madinah. Pada saat kecil, Rasulullah pernah diajak ibundanya Sayyidah
Aminah untuk berkunjung ke Madinah. Pada kesempatan itu, Sayyidah Aminah
mengajak Rasulullah untuk berziarah ke makam Sayyidina Abdullah, suaminya dan
ayahanda Rasulullah. Di samping itu, Sayyidah Aminah juga mengajak Rasulullah
berkunjung ke sanak saudaranya di Madinah, Bani Najjar.
4. Letak Madinah yang Strategis
Madinah memiliki letak geografis yang
strategis. Di mana, di sebelah timur dan barat Madinah merupakan sebuah wilayah
yang terjal. Terdiri dari dataran tinggi, dataran rendah yang penuh dengan
bebatuan yang keras sehingga menyulitkan siapa pun, terutama musuh untuk
memasuki kota Madinah.[8]
Hanya dari sisi utara Madinah yang menjadi wilayah terbuka.
Sementara dari arah lain, tidak memungkinkan untuk ditembus oleh pasukan musuh.
Sebab, berupa kawasan dipenuhi dengan pohon kurma, tanaman-tanaman rindang,
besar, dan sempit. Membuat musuh sulit untuk memasukinya. Sebelum hijrah,
tampaknya Nabi sudah mengisyaratkan akan hal itu, beliau bersabda, إأأ نّ أأريتُ دَارَ أهجْرَتأكُمْ
ذَاتَ نََلٍّ بيَْ لََبَ ت أيْ وَهُُا الْْرَّتََأ ن
Sesungguhnya telah diperlihatkan kepadaku
suatu negeri tempat hijrah kalian. Negeri itu sangat subur ditumbuhi dengan
pepohonan kurma di antara dua bukit bebatuan yang kokoh.
Maka tidak heran ketika terjadi Perang Khandaq, Salman
al-Farisi mengusulkan kepada Rasulullah agar umat Islam membuat parit di
sepanjang wilayah utara Madinah.
Tujuannya adalah untuk
menghalangi musuh masuk ke kota Madinah.
Oleh karenanya Madinah disebut juga bahwa Madinah adalah
kota sucinya Nabi Saw, beliau bersabda :
Setiap Nabi memiliki
Haraam (tempat yang dimuliakan) dan Haraamku adalah
Madinah. (Musnad Ibn Hambal;1/628/2923)
Madinah Sebagai Kota Islam Pertama Yang Memiliki Undang-Undang Tertulis
Nabi Muhammad SAW dan umatnya selama kurang lebih 13 tahun
di Makkah dan belum mempunyai kekuatan dan kesatuan politik yang menguasai
suatu wilayah tertentu. Pada saat umat Islam hijrah dari Makkah ke Madinah pada
tahun 622 M, umat Islam menjadi suatu komunitas yang bebas dan merdeka juga
memiliki kedudukan yang baik dan menjadi suatu kelompok yang kuat dan dapat
berdiri sendiri. Hal ini sangat berbeda kondisinya pada saat mereka di Makkah
dimana mereka menjadi suatu komunitas yang lemah juga tertindas.[9]
Kemudian Nabi Muhammad Saw melakukan hijrah ke Madinah,
saat itu Madinah adalah kata dengan penduduk yang majemuk. Mereka terdiri dari
banyak kelompok,
kesukuan dan kabilah. Nabi Saw menyadari
bahwa dengan begitu beragamnya penduduk Madinah, maka akan mudahsekali terjadi
gesekan yang dapat menimbulkan konflik antar suku atau bahkan dengan kaum
mukmin.
Hal tersebut menjadi tantangan Nabi Saw yang secara aklamsi
diangkat sebagai pemimpin kota Madinah oleh kaum Anshar (kaum muslim Madinah)
dan kaum Muhajirin (kaum muslim asal kota Makkah yang hijrah ke Madinah). Nabi
Saw harus mengambil langkah politik yang tepa untuk menyatukan seluruh
penduduk, baik kaum muslim maupun non muslim yang menjadi penduduk kota
Madinah. Demi terwujudnya Madinah sebagai kota aman dan baik bagi para
penduduknya maupun penduduk sekitar Madinah. Akhirnya Nabi Saw mengambil langkah
untuk memperkuat hubungan internal dengan seluruh suku dan kaum Yahudi dan
mengikatnya kedalam sebuah undang-undang perdamaian yang dikenal sebagai Piagam
Madinah.
Sejarah Awal Bedirinya Masjid Nabawi
Jika di Makkah ada Masjidil Haram, maka di Madinah ada
Masjid Nabawi. Masjid Nabawi adalah masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah
Saw, setelah Masjid Quba yang didirikan dalam perjalanan hijrah beliau dari
Makkah ke Madinah. Masjid nabawi dibangun sejak saat-saat pertama Rasulullah
Saw tiba di Madinah, yaitu di tempat unta tunggangan beliau berhenti. Lokasi
itu semula adalah tempat penjemuran buah kurma milik anak yatim dua bersaudara
bernama Sahal dan Suhail bin ‘Amr, yang kemudian dibeli oleh Rasulullah Saw
untuk dibangun masjid dan tempat kediaman beliau.
Masjid Nabawi didirikan pada tahun 1 Hijriah atau
bertepatan pada bulan September 662 M. Saat membangun masjid ini, Nabi Saw
sendiri yang meletakan batu pertamanya. Sementara batu kedua, ketiga, keempat
dan kelima masing-masing diletakkan oleh sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan
Ali. Selanjutnya, pembangunan dikerjakan secara gotong royong sampai selesai.
Masjid Nabawi adalah masjid termegah dan teragung setelah
Masjidil Haram. Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 m x 50 m, dengan
tinggi atap sekitar 3,5 m. Tembok di keempat sisi masjid ini terbuat dari batu
bata dan tanah, sedangkan atapnya dari daun kurma denga tiang-tiang menopangnya
dari batang kurma. Sebagian atapnya dibiarkan terbuka. Selama sembilan tahun
pertama, masjid ini tanpa penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya,
diadakan sedikit penerangan dengan membakar jerami.[10] Sementara
itu, kiblatnya masih menghadap ke Baitul Maqdis. Sebab waktu itu perintah Allah
untuk berkiblat ke Ka’bah belum turun. Masjid Nabawi kala itu tampil sangatlah
sederhana.
Dari masa ke masa mulailah dilakukan perbaikan pada masjid
ini. Perbaikan paling signifikan terjadi pada tahun 1265 H pada masa
pemerintahan Sultan Abdul Majid. Dalam pembangunan yang memakan 12 tahun itu,
dinding dan tiang-tiang masjid dipercantik dengan ukiran kaligrafi indah yang
masih bisa disaksikan smapai sekarang. Raja Fahd bin Abdul Aziz juga turut
andil dalam perluasan Masjid Nabawi. Alhasil, luas seluruh bangunan masjid
sekarang ini menjadi 165.0002 . jumlah menarapun bertambah, dari semula 4 buah
menjadi 10 buah. Empat di antaranya memiliki ketinggian 72 meter dan enam
lainnya setinggi 92 meter. Jumlah pintu bertambah menjadi 95 buah.
Dengan tambahan bangunan baru ini, luas lantai dasar Masjid
Nabawi sekitar 98.0002 yang menampung 167.000 jamaah. Sedangkan lantai atas
dapat digunakan untuk shalat seluas 67.000 m2 yang dapat menampung 90.000 jamaah. Apabila
halaman masjid dipenuhi jamah shalat, maka Masjid Nabawi dan halamannya dapat
menampung 650.000 jamaah pada musim biasa/normal dan lebih dari 1.000.000
jamaah pada musim haji atau bulan Ramadhan.
Dapat dipahami bahwa masjid Nabawi telah mengalami
perbaikan dari masa ke masa. Selain itu, masjid nabawi juga memiliki
keistimewaan-keistimewaan pada bangunannya, antara lain:
1. Makam Nabi Muhammad Saw
Makam Nabi Muhammad SAW terletak di
sudut timur Masjid Nabawi yang dahulu dinamakan Maqshurah. Di situ dahulu
terdapat 2 rumah, yaitu rumah tangga Rasulullah SAW dengan Siti Aisyah dan
rumah Ali dengan Siti Fatimah ra. Setelah Rasulullah SAW wafat pada tahun 11 H
(632 M) rumah itu terbagi dua, yaitu bagian arah kiblat (selatan) untuk makam
beliau dan yang sebelah utara untuk tempat tinggal
Siti Aisyah. Sejak tahun 678 H (1279 M) di atasnya dipasang
Kubah Hijau (Green
Dome) sampai sekarang. Jadi persis di bawah
Green Dome inilah Rasulullah SAW dimakamkan. Kalau kita melihat Green Dome
berarti melihat makam Rasulullah SAW. Dan juga makam kedua sahabat beliau,
yaitu Abu Bakar Shiddiq dan Umar bin Khattab yang dimakamkan di bawah kubah itu
berdampingan dengan makam Rasulullah SAW. Kini lokasi rumah Rasulullah di masa
lalu dijuluki 'makam tiga manusia mulia'. Setelah masjid diperluas, makam
Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar dimasukkan ke dalam bangunan masjid. Pada
bangunan ini terdapat empat buah pintu, yaitu:
a. Pintu di sebelah kiblat, dinamakan at-taubah
b. Pintu di sebelah timur dinamakan Fatimah
c. Pintu di sebelah utara dinamakan Tahajjud
d. Pintu disebelah barat ke Roudhoh sudah ditutup.
Kalau
kita sedang berada di Roudloh dan menghadap kiblat, pusara Nabi berada di
sebelah kiri kita, yaitu bangunan persegi empat berwarna hijau tua yang anggun
berwibawa dan menebarkan bau wangi- wangian. Aisyah sendiri, dan banyak sahabat
yang lain, dimakamkan di pemakaman umum Baqi. Dahulu terpisah cukup jauh, kini
dengan perluasan masjid, Baqi jadi terletak bersebelahan dengan halaman Masjid
Nabawi.
2. Taman Roudhoh
Di dalam hadist riwayat Bukhari dan
Muslim pun, Roudloh digambarkan sebagai tempat yang istimewa."Di antara
rumahku dan mimbarku adalah taman-taman surga dan mimbarku berada di atas
telagaku." Begitulah sabda Rasulullah SAW seperti yang ada di dalam hadist
Bukhari dan Muslim. Roudloh adalah lokasi yang terdapat di dalam Masjid Nabawi.
Posisinya terletak di antara Mimbar dan makam Rasulullah, yang sekarang
ditandai oleh pilar-pilar berwarna putih dengan omamen yang khas, sedangkan
lantainya dilapisi permadani wool yang sangat indah dan unik Roudloh juga
disebut Taman Surga (Muttafaq 'alaih). Pengertian Roudloh sebagai taman surga
pada hadits di atas terdapat beberapa pendapat para ahli, antara lain sebagai
berikut:
a. Bahwa Allah SWT menurunkan rahmat-Nya dan berbagai kebahagiaan
di tempat itu, karena di tempat itu dilakukan zikir dan pemujaan kepada Allah
SWT, yang karenanya dijanjikan surga.
b. Tempat itu kelak setelah kiamat benar-benar akan dipindahkan
oleh Allah SWT ke surga, sehingga ia menjadi bagian dari taman surga yang
hakiki.
c. Orang-orang yang pernah berdoa di Roudloh akan melihatnya di
surga. Roudloh adalah satu tempat yang
maqbul untuk berdoa, karenanya tempat ini selalu dipadati oleh jamaah. Tempat
ini menjadi rebutan jamaah pria. Jamaah perempuan tidak bisa shalat wajib di
Roudloh, karena seluruh shaf diisi oleh jamaah pria. Namun jamaah perempuan
diberi kesempatan untuk shalat sunah di Roudloh pada waktu Dhuha, dari pagi
sampai menjelang sholat zhuhur.[11]
Keutamaan Sholat di Masjid Nabawi
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa masjid Nabawi merupakan
salah satu masjid yang penuh keberkahan, maka tidak salah jika banyak
keutamaan-keutamaan yang dimiliki olehnya. Diantaranya adalah keutamaan shalat
di masjid Nabawi seperti yang pernah disabdakan oleh Rasulullah Saw,
وَعَ أن اأب أن
الزُّب أيْْ ر أضيَ الَّلَُّ عَنْ هُمَا قالَ: قالَ رسُولُ اَ ألَّلَّ صَلى اللهُ
عَليأه وَسَلمَ صَلًَةٌ أف مَسْ أجأدي
هَذَا أفضَلُ أمنْ ألْ أف صَلًَةٍّ فأيمَا أسوَاهُ إألََّ المَسْ أجدَ الْْرامَ،
وَصَلًَةٌ أف المَسْ أجأد الْْراأم أفضَلُ أمنْ صَلًَةٍّ أ ف مَسْ أجأدي أبِأائأة
صَلًَةٍّ )رََواهُ أحْْدُ, وَصَحَّحَهُ
ابنُ أحبانَ (
Dari Ibn az-Zubair ra ia berkata, Rasulullah saw
bersabda, bahwa shalat di Masjidku (Masjid Nabawi) ini lebih utama dibanding
seribu shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram. Sedang shalat di Masjidil
Haram lebih utama di banding shalat di Masjidku dengan kelipatan pahala seratus
ribu shalat. (HR. Ahmad dan disahihkan
oleh Ibnu Hibban).
Hadits lainnya juga menjelaskan
صَلًةٌ أفِ مَسْ أجأدى هَذَا خَيٌْْ أمنْ أل أف صَلًةٍّ أفيمَا أسوَاهُ إألََّ
المَسْ أجدَ الْْرا مَ
Sholat di masjidku ini lebih baik daripada seribu sholat di masjid
lain, kecuali Masjidil Haram. (HR
Muslim)
Hal tersebut menunjukkan bahwa keutamaan satu sholat di
Masjid Nabawi sama dengan sholat fardhu selama enam bulan di tempat lain.
Walaupun hadits tersebut hanya menjelaskan tentang sholat, tidak menutup
kemungkinan ibadah-ibadah dan amalanamalan lainnya juga dapat dianalogikan
dengan sholat. Seperti misalnya membaca AlQur'an, berzikir, membaca sholawat,
berdoa, i'tikaf, dan lain sebagainya.
Selain itu, ada pula keutamaan yang lain, yaitu keutamaan
mendirikan shalat arba’in, sebagaimana yang tercantum dalam hadits: مَنْ صَلى أفْ مَسْ أجأديْ
أربأعيَْ صَلًَةً لََ تَ فُوْتهُ صَلًَةٌ كُتأبَ لهُ بَ راءَةٌ أمنَ الناأر وَ بَ
راءةٌ أم نَ العَذَا أب وَ بأريْ ءٌ
Dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW
bersabda, 'Siapa yang sholat di Masjidku ini empat puluh sholat yang tidak
tertinggal satu sholat pun (berturutturut) maka ia akan bersih (terlepas) dari
siksa neraka, lepas dari azab, dan bersih dari kemunafikan.(HR Ahmad).
Berdasarkan hadits tersebut muncul istilah Arba'in yakni
'empat puluh waktu' di Masjid Nabawi. Oleh karena itu, banyak orang yang
berusaha mendapatkan keutamaan dari shalat arbain tersebut, tidak terkecuali
para jamaah haji yang berkunjung ke masjid Nabawi.
PENUTUP
Dari pemaparan materi di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa Madinah adalah kota suci yang ditakdirkan Allah untuk hijrah Nabi
Muhammad, manusia paling sempurna di akhir zaman. Sebagaimana yang kita ketahui
bahwa Kota Makkah adalah tempat Nabi dilahirkan dan dibesarkan. Sedangkan
Madinah adalah temapt hijrah dan tempat tinggal Nabi Saw sampa akhir hayatnya.
Sebelum Nabi menempati kota Madinah, kota ini dikenal oleh masyarakat Arab
dengan sebutan “Yatsrib”
Setelah Nabi melakukan hijrah ke Madinah, ketika itu
kondisi penduduknya majemuk, terdiri dari berbagai suku, sehingga Nabi Saw
mengambil langkah untuk memperkuat hubungan internal dengan seluruh suku dan
kaum Yahudi dan mengikatnya kedalam sebuah undang-undang perdamaian yang
dikenal sebagai Piagam Madinah.
Di Madinah terdapat masjid yang penuh dengan keberkahan,
yaitu masjid Nabawi. Masjid Nabawi didirikan pada tahun 1 Hijriah atau
bertepatan pada bulan September 662 M. Saat membangun masjid ini, Nabi Saw
sendiri yang meletakan batu pertamanya. Sementara batu kedua, ketiga, keempat
dan kelima masing-masing diletakkan oleh sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan
Ali. Selanjutnya, pembangunan dikerjakan secara gotong royong sampai selesai.
Salah satu keutamaan mendirikan shalat di masjid Nabawi adalah sama dengan
sholat fardhu selama enam bulan di tempat lain.
REFERENSI
Ahmad, Z. A. (2014). Piagam Madinah. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar.
Ainusyamsi, F. Y. (2019).
Analisis Historis Pendidikan Islam Pada Masyarakat Madinah.
TAJDID, 33-58.
Al Mubarakfuri, S.
(2016). Sejarah Emas dan Atlas Perjalanan
Nabi Muhammad.
Surakarta: Ziyad.
Al-Qur’an, L. P. (2016). Tafsir Ringkas Al-Quran Al Karim.
Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an.
Az-Zuhaili, W.
(2013). Tafsir Al-Munir: Akidah, Syariah,
& Manhaj Jilid 6. (A. H.
Kattani, Penerj.) Depok:
Gema Insani.
Djajengminardo,
G. (2013). Unik dan Keistimewaan Mekkah
dan Madinah dalam Sorotan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Jakarta Selatan: REXA
Pustaka.
Haikal, M. H. (2003). Sejarah Hidup Muhammad. Jakarta: Litera
Antar Nusa.
Hasibuan, A. A. (2022). Perkembangan
Peradaban Islam Fase Madinah. Jurnal
Pendidikan dan Konseling, 10138-10145.
Irsad, A. A. (2009). Madinah : Keajaiban dan Keagungan Kota Nabi.
Yogyakarta: A+ Plus Books.
Karima, M. K. (2023). Telaah Piagam
Madinah Sebagai Konstitusi Pertama Dunia. Jurnal
Pendidikan Ilmu Sosial, 35-47.
Katsir, I. I. (2003). Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. (M. A.
Ghoffar, Penerj.) Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi'i.
Mulyo, R. P. (2023). PIiagam Madinah:
Misi Keagamaan dan Kenegaraan. OASIS :
Jurnal Ilmiah Kajian Islam, 42-53.
Rustandi, R. (2019). Analisis Historis
Manajemen Dakwah Rosulullah Saw dalam Piagam Madinah. Tamaddun, 362-387.
Shihab, M. Q.
(2018). Membaca Sirah Nabi Muhammad Dalam
Sorotan Al-Quran dan Hadits-Hadits Shahih. Tangerang: Lentera Hati.
Zahidin, ,. M. (2023). Sejarah Makkah
dan Madinah Pra Islam (Ditinjau Dari Aspek Geografis, Sosial Politik dan
Hukum). Jurnal Literasiologi,
148-162.
Zakaria, A. H. (2014). Sejarah Lengkap Kota Makkah dan Madinah.
Yogyakarta: DIVA Press.
[1] Al-Qur’an, L. P. (2016). Tafsir Ringkas Al-Quran Al Karim. Jakarta:
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an.
[2]
Abdul Hadi Zakaria. (2014). Sejarah
Lengkap Kota Makkah dan Madinah. Yogyakarta: DIVA
Press, 165.
[3] J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan Dalam Piagam
Madinah Ditinjau dari Pandangan Al-Qur'an, (Jakarta: PT. Grafindo Persada,
1996), hal. 26
[4]
Phillip K. Hitti, History of the Arabs,
h. 131
[5] Yatsrib adalah nama dari
bani Amalikoh, ia adalah orang yang pertama kali menjadi penghuni daratan
Madinah sebelum Islam, oleh karena itu daratan (daerat tersebut) disebut dengan
nama “Yatsrib”. Yatsrib berarti Al-Fasad (rusak). Setelah Nabi masuk ke kota
ini, beliau menggantinya dengan Al-Madinah dan melarang menyebut Yatsrib.
Bahkan Nabi Saw mempertegas dalam sabdanya “Jika
engkau menyebutkan Yatsrib sekali, maka hendaknya engkau menyebut Madinah
sepuluh kali”.
[6] Abd Adzim Irsad. (2009). Madinah : Keajaiban dan Keagungan Kota Nabi.
Yogyakarta: A+ Plus Books, h. 26
[7] Menurut keterangan hadis,
Nabi mengunjungi Masjid Quba' setiap hari Sabtu dengan berjalan kali atau naik
kendaraan. Ibnu Umar menuturkan "Aku
pernah melihat Nabi mengunjungi Quba' setiap Sabtu". Imam Bukhori
menambahkan "Ketika Nabi memasuki masjid, beliau seolah-olah enggan keluar
sampai melaksanakan shalat di dalamnya." (H.R Bukhori no 1191).
Menurut keterangan para sahabat, ziarah ke Masjid Quba' dan shalat di dalamnya
pahalanya setara dengan umrah ke kota suci Makkah.
[8] M. Quraish Shihab. (2018).
Membaca Sirah Nabi Muhammad Dalam Sorotan
Al-Quran dan Hadits-Hadits Shahih. Tangerang: Lentera Hati, h. 480.
[9]
Gayatri Djajengminardo. (2013). Unik dan
Keistimewaan Mekkah dan Madinah dalam Sorotan
Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Jakarta Selatan: REXA Pustaka, h. 93
[10] Abdul Hadi Zakaria.
(2014). Sejarah Lengkap Kota Makkah dan
Madinah. Yogyakarta: DIVA Press, 214.
[11] Gayatri Djajengminardo.
(2013). Unik dan Keistimewaan Mekkah dan
Madinah dalam Sorotan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Jakarta Selatan: REXA
Pustaka, h. 127.
0 Komentar