PENDAHULUAN
Di zaman seperti sekarang, banyak bidang telah mengalami perkembangan pesat, termasuk teknologi, budaya, dan ilmu pengetahuan. Sebelum ilmu pengetahuan mencapai tahap yang sekarang, orang cenderung lebih mudah mempercayai berbagai konsep dan pandangan. Salah satu konsep yang telah lama menjadi fokus penelitian para ilmuwan terkemuka adalah mengenai penciptaan alam semesta.
Sejarah pencarian pemahaman tentang asal usul alam
semesta dimulai dengan Charles Robert Darwin yang mengembangkan teori evolusi
di abad ke-19. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta dan segala isinya muncul
sebagai hasil dari proses yang tidak disengaja, tanpa adanya penciptaan awal,
dan berkembang seiring dengan perubahan kondisi alam saat itu. Pernyataan ini
mempengaruhi pemikiran ilmuwan selama kurang lebih 150 tahun. Dalam konteks
ini, dapat dilihat bahwa kurangnya pengetahuan yang maju pada masa itu berpengaruh
pada bagaimana pandangan tentang penciptaan alam semesta.[1]
Namun, ketika ilmu pengetahuan berkembang lebih
lanjut, teori Darwin tersebut akhirnya dapat dielakan karena kurangnya bukti
yang mendukungnya. Dan dengan kemajuannya juga, ilmu pengetahuan lambat laun
dapat sejalan dengan pernyataan yang sudah termaktub dalam Al-Qur’an yang
membahas seputar penciptaan alam semesta. Penelitian yang dilakukan pada abad
ke-20 menunjukkan kesamaan hasil temuan antara sains dengan Al-Qur’an tentang
penciptaan alam semesta ini. Salah satu teori mengenai hal tersebut yang disebutkan
dalam Al-Qur’an adalah teori “Big-bang”.
Teori yang menyatakan bahwa asal mula alam semesta terlahir karena adannya
ledakan/dentuman besar yang terjadi pada 13,7 miliar tahun yang lalu. Sebelum
ledakan tersebut terjadi, seluruh materi dan energi alam semesta menjadi satu
kesatuan.2
Dalam Al-Qur’an ledakan ini disebutkan dalam QS.
Al-Anbiya/ 21: 30, sebagai berikut:
أوَلََْ يَ رَ الذِينَ
كَفَروا أنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْْرضَ كَانَ تا رتْ قًا فَ فَتَ قْناهُُا ۖ وَجَعَلْنا مِنَ المَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَ يٍ ۖ أفلََ
يُ
ؤْمِنونَ
“Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman?”. (QS. Al-Anbiya / 21: 30).
Salah satu penafsiran, yaitu dalam tafsir Al-Misbah, ayat tersebut digambarkan
dengan menyatakan bahwa pada awalnya langit dan bumi adalah satu kesatuan padu,
dan pada saat itu tidak ada hujan yang turun dan tanaman tidak tumbuh di bumi.
Kemudian Allah memisahkan langit dan bumi dengan mengirimkan hujan dari langit
dan memungkinkan pertumbuhan tumbuhan di bumi. Tetapi terdapat pendapat yang
berbeda mengenai ayat tersebut.[2]
Dalam hal ini, hasil temuan sains membantu
membuktikan keabsahan Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an bukanlah omong kosong yang
diwahyukan kepada Rasulullah saw, tetapi Shahih
li kulli zaman wa makan; relevan sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam tulisan ini, penulis mencoba
menggambarkan penciptaan alam semesta dari segi sains dan juga dari ayat-ayat
yang terdapat di dalam Al-Qur’an.
PENCIPTAAN
ALAM SEMESTA SEBAGAI BENTUK KEKUASAN ALLAH SWT
خَلقَ السَّمَاوَاتِ وَالْْرضَ
بِِلْْ قِ ۚ تَ عَالََٰ عَمَّا يشْركُونَ )٣( خَلقَ الِْْنسَانَ مِنْ نطفَةٍ فإذَا هُوَ
خَصِيمٌ مُبينٌ )٤(
وَالْْنْ عَامَ خَلقَهَا ۗ لكُمْ فِيهَا دِفْءٌ
وَمَنافِعُ وَمِنْ هَا تََكُلونَ )٥ (
“Dia
menciptakan langit dan bumi dengan hak. Maha Tinggi Allah daripada apa yang
mereka persekutukan. Dia telah menciptakan manusia dari mani,
tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata. an Dia telah menciptakan binatang
ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai-bagai
manfaat, dan sebahagiannya kamu makan”. (QS. An-Nahl/ 16 : 3-5)
Tiga ayat diatas merupakan ayat yang menggambarkan
serta menegaskan mengenai keesaan Allah SWT. dimulai dengan firman-Nya Dia menciptakan langit dan bumi, Allah
menciptakan langit dan bumi untuk berteduh dengan benda-benda yang kamu lihat
atau rasakan kehadirannya, serta apa yang tidak kamu ketahui,dan Allah SWT
telah memberikan karunia atas manusia dengan menjadikan bumi terhamparkan agar
manusia dapat hidup didalamnya.
Berbeda halnya dengan penciptaan langit dan bumi yang
tidak disaksikan oleh siapapun, dalam penciptaan manusia, Allah SWT memberikan
kesempatan kepada kita untuk dapat menyaksikan dengan keterlibatan ayah dan ibu
dalam penciptaannnya. Proses penciptaan makhluk hidup itu terjadi setelah Allah
SWT menyebutkan penciptaan langit dan bumi di ayat sebelumnya. Allah SWT
berfirman Dia juga yang telah menciptakan
manusia dari setetes mani yang sangat remeh, disebutkan manusia berasal
dari sperma atau sesuatu yang hina dan remeh, dan ia pun memiliki keistimewaan
yang dapat berpotensi kearah yang baik atau bahkan ke arah yang buruk, yaitu
kemampuan dalam berpikir (menggunakan akal) dan dipertegas dengan kata خَصِي مَ yang memiliki makna banyak, sehingga manusia akan banyak
sekali membantah segala sesuatu.[3]
Selanjutnya
mengenai kata yang digunakan dalam menggambarkan manusia terdiri dari beberapa
jenis yang berbeda-beda, ada yang mengatakannya dengan نسي
yang memiliki makna lalai akan sesuatu ataupun melupakannya, dalam
artian tersebut menandakan bahwa manusia itu tidak pernah luput dari kesalahan,
lupa, dan sebagainya. Selanjutnya, ada juga yang menyebutkan dengan kata انس
yang diartikan dengan jinak; manusia merupakan makhluk yang mudah dijinakan,
baik dari segi belajar atau pun sifatnya.[4]
Setelah Allah SWT menjelaskan mengenai penciptaan
manusia, lalu Allah SWT dalam firman-Nya al-an‘am
khalaqaha lakum/binatang ternak telah Dia ciptakan untuk kamu. seperti
halnya manusia, binatang ternak juga dihasilkan melalui pembuahan sperma jantan
dengan ovum betinanya. Dan penciptaan binatang ternak ini memiliki
keistimewaan; dengan memiliki bulu
dan termasuk nikmat yang diberikan Allah SWT kepada manusia.[5]
JANGKA WAKTU
PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
Mengenai hal ini, dalam Al-Qur’an telah disebutkan
salah satunya terdapat pada QS. Yunus/ 10: 3, sebagai berikut:
إنَّ ربكُمُ الَّلَُّ الذِي خَلقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْْرضَ فِ سِتةِ أيََّّمٍ ثَُُّ اسْتَ وَىٰ عَ لَى الْعَرْشِ
ۖ يدَب رُ الْْمْرَ ۖ مَا مِنْ
شَفِيعٍ إلََّّ مِنْ بَ عْدِ إذْنهِ ۚ ذٰلكُمُ الَّلَُّ ربكُمْ فاعْبدُوهُ ۚ أفلََ تذكَّرونَ
“Sesungguhnya
Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada
seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang
demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak
mengambil pelajaran.” (QS. Yunus/ 10 : 3)
Dalam penafsiran Kemenag RI, kata “Yaum” pada ayat diatas, bukan diartikan
sebagai “hari” yang dimaksudkan
selama 24 jam. Tetapi diartikan sebagai “masa”.
Adapun mengenai sehari disisi Allah SWT, dalam Al-Qur’an dijelaskan berbagai
pernyataan.
Dalam firman-Nya disebutkan: وَيسْتَ عْجِلونكَ
بِِلعَذَابِ وَلنْ يُُلفَ الَّلَُّ وَعْدَهُ ۚ وَإنَّ يَ وْمًا عِنْدَ ربِ كَ
كَألفِ سَنةٍ مِا تَ عُدُّو نَ
“Dan
mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekalikali
tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah
seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al-Hajj/ 22 :47) تَ عْرجُ المَلََئكَةُ وَالرُّوحُ
إليْهِ فِ يَ وْم كَانَ مِقْدَارهُ خََسِينَ ألفَ سَن ةٍ
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam
sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’arij/ 70: 4).[6]
Tentang berapa lama sehari di sisi Allah SWT, memang
hanya Allah SWT-lah yang mengetahuinya. Intinya, telah ditegaskan bahwa
penciptaan alam semesta terjadi selama
6 masa. Dalam Tafsir ilmi yang
diterbitkan oleh Kemenag RI, ringkasnya penciptaan alam semesta dijelaskan
dalam surat An-Nazi’at ayat 27-33, sebagai berikut:8
أأنْ تمْ أشَدُّ خَلقًا أم
السَّمَاءُ ۚ بَ ناهَا )٢٧( رفعَ سََْكَهَا فسَوَّاهَا )٢٨( وَأَغْطَشَ ليْ لهَا وَأخْرجَ
ضُحَاهَا )٢٩(
وَالْْرضَ
بَ
عْدَ ذَٰلكَ دَحَاهَا )٣٠( أخْرجَ مِنْ هَا مَاءهَا وَمَرْعَاهَا )٣١( وَالْْبالَ
أرسَاهَا )٣٢( مَتاعًا لكُمْ وَلِْنْ عَامِكُمْ )٣٣ (
“Apakah kamu lebih sulit penciptaanya
ataukah langit? Allah telah membinanya, Dia meninggikan bangunannya lalu
menyempurnakannya. dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan
siangnya terang benderang. Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan
daripadanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan
gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan
untuk binatang-binatang ternakmu.” (QS. An-Nazi’at/ 79: 27-33)
Masa
(Al-Qur’an) |
Ayat |
Peristiwa |
1 |
27 |
Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah langit? Allah telah
membinanya. Memberikan pentujuk
mengenai awal mula lahirnya ruang, waktu dan meteri akibat peristiwa ledakan
atau dentuman keras (big-bang). |
2 |
28 |
Dia meninggikan bangunannya lalu
menyempurnakannya. Pentunjuk mengenai alam
semesta yang mengembang, benda-benda langit yang saling berjauhan (langit
semakin tinggi).9 Proses ini terjadi secara bertahap dimulai dari
awan antarbintang, menjadi bintang, lalu bintang itu mati dan digantikan
dengan generasi bintang yang baru. |
8
L.
P. M. Al-Qur’an, K.A. RI. Tafsir Ilmi:
Penciptaan Bumi dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, 2010): 20-27.
9
“Yang telah menciptakan tujuh langit
berlapis-lapis …” (QS. Al-mulk/67: 3), dalam tafsir
yang dituliskan M. Quraish Shihab; Al-Misbah, oleh sementara ulama tujuh langit
yang dimaksudkan itu adalah planet-planet yang mengitari tata surya, selain
bumi. (M. Quraish Shihab, Tafsir
Al-Misbah jilid 14: Pesan,
Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Cet ke-3
(Jakarta: Lentera Hati, 2005): 345.)
Namun para
ilmuwan sains menemukan bahwa atmosfer bumi memiliki tujuh lapisan, diantaranya
troposper,tropopaus, stratosfer, stratopaus, mesosfer, mesopaus, termosfer. dan
itulah yang dimaksudkan dengan tujuh langit itu. (Hidayatul Mardiah. Ayat-ayat Alam Semesta dalam Al-Qur’an
(Penafsiran Tentang Langit dan Bumi) Prespektif Tafsir Ilmi Kemeg -LIPI,
(Lampung: UIN Raden Intan Lampung, 2018): 66.
3 |
29 |
dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya
terang benderang. Tentang adanya tata
surya. Penciptaan matahari dan bumi (planet-planet lain) yang berotasi
sehingga menimbulkan adanya siang dan malam.
|
4 |
30 |
Dan bumi
sesudah itu dihamparkan-Nya. Adanya proses
evolusi bumi dan dihamparkannya benua besar pangea. Dan bulan yang berasal
dari lontaran sebagian kulit bumi karena tumbukan benda langit lainnya. |
5 |
31 |
Ia memancarkan daripadanya mata airnya, (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Masa dimana awal mula lahirnya kehidupan dengan
adanya ketersedian air. |
6 |
32-33 |
Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh, (semua itu) untuk
kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu Masa pembentukkan
pegunungan. Dan pecahnya benua pangea yang akhirnya membentuk beberapa benua
seperti sekarang. Dan pada masa ini ditandai juga pembentukkan tumbuhan,
hewan dan juga manusia. |
dan
TEORI SAINS TERKAIT DENGAN PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
1. Teori Materialisme
atau Evolusi
Teori evolusi[7] merupakan
teori yang dikembangkan oleh Charles Robert Darwin (1809-1882), yang juga buah
dari filsafat materialistik[8] dan
sangat terkenal pada akhir era Victoria di Inggris, Eropa, dan Amerika. Perlu
diingat, Charles Robert Darwin ini
dikenal sebagai seorang naturalis
amatir. Julukan itu disebabkan akibat latar belakang pendidikannya yang tidak
pernah sama sekali mengenyam pendidikan formal di bidang biologi, hanya berasal
dari ketertarikannya pada alam dan makhluk hidup.
Selanjutnya mengenai teori evolusi Darwin, dalam
bukunya The Origin of Species (1859),
ia menyatakan bahwa asal mula adanya kehidupan dan makhluk hidup bersumber dari
ketidaksengajaan, atau makhluk hidup berawal dari berubahnya suatu bentuk ke
bentuk lainnya secara terus menerus sesuai kondisi alam, yang pada akhirnya
membentuk wujud manusia (konsep evolusi melalui seleksi alam). Teori Darwin ini
merupakan salah satu teori yang menolak adanya penciptaan yang dilakukan oleh
campur tangan Tuhan. Menurut Darwin, Aneka spesies makhluk hidup tidak
diciptakan secara terpisah oleh Tuhan, tetapi berasal dari nenek moyang yang
sama dan menjadi berbeda satu sama lain akibat kondisi alam. Dan dengan cara ini, Darwin berusaha untuk memisahkan antara
agama dengan ilmu pengetahuan.[9]
Dengan berkembangnya Ilmu pengetahuan, justru lebih
memperjelas ketidak masuk akalan teori ini, bahkan dalam bukunya pada bab “Difficulties of the Theory”, ia
meragukan teori yang dicetuskannya sendiri. Bukti-bukti yang muncul setelah
beberapa tahun mengenai teori ini justru tidak sejalan dan melemahkan. Seperti
yang dikemukakan oleh Mark Czarnecki, “kendala utama dalam membuktikan tentang
kebenaran teori ini adalah catatan fosil …”. Dan juga diberbagai buku
karya para ilmuwan, salah satunya yaitu buku karya Charles Hodge berjudul “What is Darwism?”, ia menegaskan bahwa organ atau sel yang dapat bekerja
dengan sangat baik, seperti mata, mustahil bila terbentuk hanya dari sebuah
ketidaksengajaan.[10]
Lalu bagaimana Al-Qur’an
merespon konsep ini? إذْ قالَ ربكَ للمَلََئكَةِ إ نّ خَالِقٌ بشَرا مِنْ طِ ينٍ
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat:
"Sesungguhnya Aku akan menciptakan
manusia dari tanah”. ( QS. Sad/ 32: 71)
Ayat diatas mengurai mengenai penciptaan manusia
pertama, seperti yang disebutkan, untuk menunjuk Sang Pencipta disana
menggunakan pengganti nama dalam bentuk tunggal “Aku”. Yang mana dapat diartikan bahwa penciptaan itu terjadi
dengan tidak melibatkan pihak lain termasuk ibu dan bapak.
Berbeda halnya dengan penciptaan manusia secara
umum, yang melalui proses keterlibatan Tuhan bersama dengan selain-Nya, seperti
bapak dan ibu, dengan mununjuk Sang Pencipta menggunakan kata ganti jamak “Kami”, seperti yang disebutkan dalam
QS. At-Tiin/ 95: 4, لقَدْ خَلقْنا الِْْنسَانَ فِ أحْسَنِ تَ قْوِيٍ
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya”. (QS.
At-Tiin/ 95: 4)
Disini Al-Qur’an memang tidak menjelaskan secara
detail mengenai penciptaan adam, yang dijelaskan hanya beberapa keterangan
sebagai berikut:
a. Bahan awal manusia dari tanah.
b. Bahan tersebut disempurnakan.
c. Setelah proses penyempurnaan selesai, ditiupkan kepadanya ruh
Ilahi[11]
Dalam hadis Rasulullah SAW,
disebutkan bahwa: “Setiap orang
diantaramu diciptakan dalam rahim ibunya dari setetes “nuthfah” selama empat
puluh hari, lalu dia menjadi “alaqah” selama kurun waktu yang sama, kemudian
menjadi “mudghah”(seperti makanan yang dikunyah) selama kurun waktu yang sama
juga. Kemudian Allah mengutus Malaikat datang kepadanya dengan membawa empat
perintah. Sang malaikat itu diperintahkan untuk menuliskan rezeki, usia,
amal-perbuatan dan akhir nasibnya bahagia atau sengsara, lantas meniupkan ruh
kepadanya”. (HR Bukhari, 1971:152)[12]
Dari beberapa penjelasan diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pada penciptaan manusia pertama memiliki proses yang berbeda
dengan penciptaan manusia secara umum. Sekaligus juga menolak tentang teori
yang dinyatakan oleh Charles Robert Darwin atau yang menyebutkan bahwa manusia
berevolusi dari makhluk sebelumnya.
2. Teori Big-bang
Pembahasan mengenai penciptaan alam semesta memang
telah menjadi subjek penelitian yang sering dilakukan oleh ilmuwan dan filsuf
sejak zaman Yunani kuno. Sebagai contoh, Thales mengemukakan pandangan bahwa
alam semesta berasal dari unsur air. Namun, dengan kemajuan ilmu fisika, pada
abad ke-20 muncul sebuah teori yang dikenal dengan sebutan "Big
Bang," yang diperkenalkan oleh Stephen Hawking.
Pada teori ini terdapat gabungan dari 2 teori
fisika; Relativitas Umum dan Mekanika Kuantum. Relativis Umum mencangkup
pencptaan alam semesta yang berasal dari ledakan besar, sedangkan Mekanika
Kuantum mengenai alam semesta yang terus berkembang (Pemuaian Alam).[13]
Relativitas Umum
Dalam teori Big-bang menyatakan bahwa asal mula alam
semesta terlahir karena adannya ledakan/dentuman besar yang terjadi pada 13,7
miliar tahun yang lalu. Sebelum ledakan tersebut terjadi, seluruh materi dan
energi alam semesta menjadi satu kesatuan. Dalam surat Al-Anbiya/ 21: 30
memberikan petunjuk bahwa teori yang dikemukan oleh para ilmuwan tersebut sudah
lebih dahulu dituliskan dalam Al-Qur’an dalam ayat ini.
أوَلََْ يَ رَ الَّذِينَ كَفَروا أنَّ
السَّمَاوَاتِ وَالْْرضَ كَانَ تا رتْ قًا
فَ فَتَ قْناهُُا ۖ وجَعَلْنا مِنَ المَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَ يٍ ۖ أفلََ ي ؤْمِنو نَ
“Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya.
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman?”. (QS. Al-Anbiya/ 21: 30).
Berkenaan dengan ayat tersebut, Harun Yahya
menyatakan bahwa lafadz“Ratq” diartikan
sebagai suatu yang padu, bercampur atau bersatu. Sedangkan pada lafadz
“Fataqa”
dalam potongan ayat diatas memiliki beberapa makna, diantaranya seperti celah,
letusan, membanting, membelah, membongkar, membengkak hingga pecah, lubuk air.
Yang mana, berarti kata fataqa yang
mengandung makna bahwa sesuatu terjadi dengan memisahkan atau menghancurkan Ratq. Adanya pernyataan mengenai
penciptaan alam berasal dentuman/ledakan tersebut sehingga ayat ini selalu
dihubungkan dengan teori Big-bang, yang mana dapat memperkuat dugaan adanya
peristiwa yang telah dikemukakan.[14]
Bagaimana pandangan
para mufasir mengenai hal tersebut?
1. Menurut Al-Qurthubi, dalam tafsirnya Fi Zhilalil Qur’an, segala sesuatu yang terdapat dalam Al-Qur’an
itu harus diyakini, walaupun kita tidak tau bagaimana langit dan bumi itu
dipisahkan. Ia menyebutkan bahwa ia menerima segala bentuk teori yang memang
tidak bertentangan dengan yang telah ditetapkan Al-Qur’an.
2. M. Quraish Shihab menyatakan bahwa kata “Ratqan” yang dari segi bahasa diartikan dengan terpadu, sedangankan
kata “fafataqnahuma” terambil dari
kata “fataqa” yang berarti terbelah
atau terpisah.
Dalam tafsir al-Muntakhab, disebutkan dua teori
mengenai hal ini, sebagai berikut:
Pertama, berkaitan
dengan penciptaan tata surya. Dalam teori ini dijelaskan bahwa awalnya, kabut
di sekitar matahari mulai tersebar dan membesar ketika dalam ruang dingin.
Partikel-partikel kecil dari gas yang membentuk kabut ini bertambah padat
berinteraksi dengan atom-atom debu yang bergerak dengan sangat cepat. Akibat
dari benturan dan akumulasi ini, atom-atom tersebut mulai berkumpul, membawa
bersama mereka sejumlah gas berat. Seiring berjalannya waktu, akumulasi ini
terus bertambah besar dan pada akhirnya membentuk planet-planet, bulan-bulan,
dan bahkan bumi, dengan jarak-jarak yang sesuai di antara mereka.
Teori kedua,
yang dapat diinterpretasikan dari ayat Al-Qur'an di atas, menyiratkan bahwa
bumi dan langit pada awalnya ada dalam keadaan yang sangat terpadu sehingga
terlihat sebagai satu entitas. Ini sejalan dengan penemuan terbaru dalam teori
pembentukan alam semesta. Menurut penemuan tersebut, sebelum mencapai bentuknya
yang sekarang, bumi dan segala
sesuatu yang ada di langit awalnya merupakan kumpulan besar atom yang saling
terkait erat dan berada di bawah tekanan ekstrem yang hampir tidak dapat
dipahami oleh akal manusia, penemuan tersebut dikenal dengan Teori Bigbang.
Selain itu, penemuan tersebut juga menyatakan bahwa
semua benda langit, termasuk tata surya dan bumi, pada suatu waktu terakumulasi
dengan sangat kuat dalam bentuk bola yang memiliki diameter yang tidak lebih
dari 3.000.000 mil. Lanjutan dari ayat AlQur'an yang menyebutkan "Fafataqnahuma" bisa diartikan
sebagai indikasi terjadinya ledakan dahsyat dalam cairan atom awal yang
mengakibatkan penyebaran substansi alam semesta ke segala arah, dan akhirnya
membentuk berbagai objek langit yang terpisah, termasuk tata surya dan bumi.[15]
Selanjutnya pada kalimat “Dan kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup”
diperselisihkan juga maknanya. Menurut para ilmuwan, terdapat tiga pendapat
terkait kalimat tersebut: pertama,
kehidupan dimulai dari air, dalam hal ini laut. Pendapat ini sama halnya dengan
teori materialisme; menganggap kehidupan hadir dari ketidaksengajaan (berasal
dari air). Kedua, diartikan bahwa
semua benda hidup, terutama hewan berasal dari cairan sperma. Ketiga, mengartikan bahwa air merupakan
bagian yang penting agar makhluk dapat hidup.[16]
Mekanika Kuantum (Pemuaian Alam)
Pembahasan pada bagian ini merupakan teori fisika
kedua (yang sebelumnya membahsan mengenai Relativitas Umum) yang digunakan
dalam teori Big-bang. Dalam teori Mekanika Kuantum telah dinyatakan bahwa alam
semesta ini tidak statis melainkan terus berkembang. Hal itu dikuatkan dengan
bukti bahwa pada tahun 1929, seorang astronom amerika, Edwin Hubble. Ia
melakukan penelitian mengenai bintang. Ketika ia sedang mengamati bintang
dengan teleskop raksasa, ia menemukan bahwa cahaya yang dipancarkan
bintang-bintang tersebut bergerak ke ujung merah spektrum, ia mengartikan bahwa
bintang-bintang tersebut bergerak menjauh dari bumi. Bukan hanya menjauhi
bumi, dalam penemuan-penemuan
selanjutnya ia menemukan bahwa bintang dan planet pun saling menjauhi satu sama
lain. Dari penelitian yang dilakukannya ia menyimpulkan bahwasanya alam semesta
ini terus mengalami pemuaian.[17]
Pemuaian ini secara tidak langsung menyatakan alam
semesta berawal dari satu titik tunggal, yang memuat seluruh materi dari alam
semesta sehingga dalam perhitungan pastilah memiliki “volume nol”, “kepadatan
tak terbatas”, dan juga panas, sehingga menyebakan terjadinya ledakan/dentuman
besar; membentuk alam semesta. Penggunaan pernyataan tersebut dalam ilmu
pengetahuan hanya teoritis yang bertujuan deskriptif. Sebenarnya “titik yang
tidak memiliki volume (volume nol) itu berarti ketiadaan”. Atau dengan kata lain
alam semesta ini diciptakan. Jauh sebelum fakta ini dinyatakan, hal itu telah
tertulis dalam Al-Qur’an 14 abad tahun silam.[18] بدِيعُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْْرضِ ۖ
أنََّّٰ يكُونُ لهۥ وَلدٌ وَلََْ تكُن لهۥ صَٰحِبةٌ ۖ وَخَلقَ كُلَّ شَىْءٍ ۖ
وَهُوَ بكُ لِ شَىْءٍ عَ لِيمٌ
“Dia
Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak
mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala
sesuatu.”
(QS. Al-An’am/ :
101)
Dan konsep pemuaian alam semesta, Allah SWT telah
memberitahu dalam Al-Qur’an yaitu dalam surat Az-Zariyat ayat 47: وَالسَّمَاءَ بَ نَ يْ ناهَا
بِِيدٍ وَإنََّّ لمُوسِعونَ
“Dan
galaksi-galaksi itu kami susun dengan kekuatan besar. Dan kami pula yang
meluaskannya.” (Q.S Az-Zariyat/51 :47).
Dengan keakuratan bukti yang dihasilkan, sehingga
teori ini memperoleh persetujuan nyaris sepenuhnya pada dunia ilmiah. Dalam
sebuah artikel edisi Oktober 1994, Scientific
American menyatakan bahwa model Dentuman Besar (Big Bang) adalah
satu-satunya yang dapat menjelaskan pengembangan terus menerus alam semesta dan
hasil-hasil
pengamatan lainnya. Konsep alam
semesta tanpa batas akhirnya ditentang dengan teori Big-bang ini. Jadi, Apa
yang terjadi sebelum Dentuman Besar, dan apa kekuatan yang menciptakan alam
semesta melalui ledakan besar, jika sebelumnya alam semesta ini tidak ada?
Arthur Eddington menyiratkan dalam pernyataannya yaitu bahwa ada keberadaan
yang sulit dijelaskan secara filosofis (terutama bagi materialis), yang mungkin
mengarah pada pemikiran tentang adanya Sang Pencipta.[19]
KESIMPULAN
Dari paparan yang telah dijelaskan, dapat ditarik
kesimpulan bahwa seluruh alam semesta ini diciptakan mutlak oleh Allah SWT
sebagai bentuk kekuasaan-Nya, seperti yang dituliskan dalam surah An-Nahl ayat
3-5, dan dengan terus berkembangnya ilmu pengetahuan mulai terdapat keselarasan
antara sains dengan Al-Qur’an, seperti teori yang terkenal dan terakurat saat
ini, yaitu teori big-bang, yang sejalan dengan surah Al-Anbiya ayat 30.
Disebutkan juga penciptaan alam semesta memiliki proses yaitu selama 6 masa, Dalam
Tafsir ilmi yang diterbitkan oleh Kemenag RI, ringkasnya penciptaan alam
semesta dijelaska dalam surat An-Nazi’at ayat 27-33.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an, L. P. M, RI, K.A. (2010). Tafsir Ilmi: Penciptaan Bumi dalam
Perspektif AlQur’an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf
Al-Qur’an).
Al-Qur’an, L. P. M, RI, K.A. (2016). Tafsir Ilmi:
Penciptaan Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, Cet ke- 2,
(Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an).
Druyan, Ann. (2020). Kosmos: Aneka Ragam Dunia, Terj. Zia
Anshor, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama).
Jamarudin, Ade. (2010). “Konsep
Alam Semesta Menurut Al-Quran”, Jurnal
Ushuluddin (Vol. 16, No 2).
Khudafi, M. Kritik Dan Pandangan Harun Yahya Terhadap
Teori Evolusi Manusia (Evolusionisme), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga).
Mardia,
Hidayatul. (2018). Ayat-ayat Alam Semesta dalam Al-Qur’an
(Penafsiran Tentang Langit dan Bumi) Prespektif Tafsir Ilmi Kemeg -LIPI,
(Lampung: UIN Raden Intan Lampung)
Ramadhan, Rizki. (2022).
“Relativitas Waktu Penciptaan Alam Semesta Ditinjau Dari Teori Bigbang Dan
Surat Hud Ayat 7”, Proseding Konferensi
Integrasi Interkonesi Islam dan Sains, 4(1).
RI, Kementrian Agama. (2012). Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang
disempurnakan), (Jakarta: Kementrian agama RI) jilid 6.
Rifai, Masyhuri, Fadli,
Muhammad. (2019). “Tafsir Ilmi (Kajian Tafsir QS. An-Nahl Ayat 3-5)”, Jurnal Ushuluddin dan Dakwah, 2(2).
Rizal, Agus.
(2016). Pemisahan Langit Dan Bumi Menurut
Al-Quran Berdasarkan Penafsiran Surah Al-Anbiya` Ayat 30, (Banda Aceh: UIN
Ar-Raniry).
Shihab, M.
Quraish. (2005). Tafsir Al-Misbah jilid
14: Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur’an, Cet ke-3 (Jakarta: Lentera Hati).
Shihab, M. Quraish. (2005). Tafsir Al-Misbah jilid 7: Pesan, Kesan dan
Keserasian AlQur’an, Cet ke-3, (Jakarta: Lentera Hati).
Sudarmojo, Agus
Haryo. (2013) Benarkah Adam Manusia
Pertama? (Interpretasi Baru Ras Adam Menurut Al-Qur’an dan Sains, (Kalimatan:
PT Bentang Pustaka)
Syafi’I, Ahmad. (2006). “Kritik
Islam Atas Teori Evolusi Darwin (Suatu Kajian Tentang Asal-Usul Kehidupan
Manusia)” Jurnal Studi Islamika, 3(3).
Uies, Dedeh. (2016).
“Penafsiran Teori Big Bang Dalam Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal Al-Fath, 10(1).
UlKhusna, Nida.
(2013). Konsep Penciptaan Alam Semesta
(Studi Komperatif antara Teori-M stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Kementrian
Agama RI), (Jakarta:
Fakultas Ushuluddin
dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Yahya, Harun.
(2003). Penciptaan Alam Raya, Terj.
Ary Nilandari, (Bandung: Dzikra)
Yahya, Harun. Penciptaan Alam Semesta. (Lamongan:
Perniagaan Jahabersa).
Yahya, Harun. (2001). Keruntuhan Teori Evolusi. Terj. Rizki
Fitrawaansyah. (Bandung, Dzikra)
Zahrani, Adria., Risqy,
Rachmad. (2022). “Proses Penciptaan Alam Semesta dalam AlQur’an”, Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
[1]
Agus Haryo Sudarmojo. Benarkah Adam Manusia Pertama? (Interpretasi
Baru Ras Adam Menurut Al-Qur’an dan Sains, (Kalimatan: PT Bentang Pustaka,
2013): 2-5. 2 Konsep Alam
Semesta Menurut Al-Quran
[2] Agus Rizal. Pemisahan Langit Dan Bumi Menurut Al-Quran
Berdasarkan Penafsiran Surah AlAnbiya` Ayat 30, (Banda Aceh: UIN Ar-Raniry,
2016): 35.
[3]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid
7: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Cet ke-3 (Jakarta: Lentera Hati,
2005): 183-185.
[4] Masyhuri Rifai, Muhammad
Fadli.” Tafsir Ilmi (Kajian Tafsir QS. An-Nahl Ayat 3-5)”, Jurnal Ushuluddin dan Dakwah, (Vol. 2, No. 2, 2019): 114.
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid 7: Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an, 186.
[6] Nida UlKhusna. Konsep Penciptaan Alam Semesta (Studi
Komperatif antara Teori-M stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Kementrian Agama
RI), (Jakarta: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2013): 73-76
[7] Kata evolusi berasal dari
bahasa latin “Evolution”, yang bisa
juga diartikan sebagai perkembangan atau menurut kamus Websters diartikan
sebagai suatu perkembangan dari bentuk ke bentuk lain. Jika dalam ilmu biologi
definisi evolusi diidentifikasi menjadi tiga kata kunci yaitu perubahan,
makhluk, dan waktu. (M. Khudafi. Kritik
Dan Pandangan Harun Yahya Terhadap Teori Evolusi Manusia (Evolusionisme), (Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga): 42).
[8] Materialisme adalah sebuah
gagasan yang menyatakan bahwa alam
semesta ada dalam waktu yang tidak terbatas dan hasil dari sebuah kebetulan
serta alam semesta tidak ada tujuan dan sasaran. Sehingga gagasan ini sangat
menolak atau mengingkari keberadaan tuhan. Dan evolusi merupakan perkembangan
dari teori ini.
[9] Agus Haryo Sudarmojo. Benarkah
Adam Manusia Pertama? (Interpretasi Baru Ras Adam Menurut Al-Qur’an dan Sains,
2.
[10] L.
P. M. Al-Qur’an, K.A. RI. Tafsir
Ilmi: Penciptaan Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, Cet ke-
2, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf
Al-Qur’an, 2016): 69.
[11] “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
‘Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang
berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. aka apabila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku,
maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud’ ”(Q.S. Al-Hijr/ 15: 28-29) (L. P. M. Al-Qur’an, K.A. RI. Tafsir Ilmi: Penciptaan Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains.)
[12] Ahmad Syafi’i. “Kritik
Islam Atas Teori Evolusi Darwin (Suatu Kajian Tentang Asal-Usul Kehidupan
Manusia)” Jurnal Studi Islamika, (Vol.
3, No. 3, 2006): 272.
[13] Rizki Ramadhan.
“Relativitas Waktu Penciptaan Alam Semesta Ditinjau Dari Teori Bigbang Dan
Surat Hud Ayat 7”, Proseding Konferensi
Integrasi Interkonesi Islam dan Sains, (Vol. 4, No. 1, 2022): 13.
[14] Harun Yahya. Penciptaan Alam Raya, Terj. Ary
Nilandari, (Bandung: Dzikra, 2003): 22.
[15] Dedeh Uies. “Penafsiran
Teori Big Bang Dalam Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal
Al-Fath, (Vol. 10, No. 01, 2016): 68-76
[16] Kementrian agama RI. Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang
disempurnakan), (Jakarta: Kementrian agama RI.2012) jilid 6: 251-252
[17] Dalam hukum-hukum fisika
disebutkan bahwa spektrum sinar cahaya yang bergerak mendekati titik pengamatan
akan cenderung berwarna ungu, sedangkan warna merah itu tejadi apabila spektrum
sinar cahaya bergerak menjauh dari titik pengamatan. Pemuaian alam diibaratkan
seperti titik-titik permukaan balon yang
terus menjauh karena balon tersebut berkembang. (Harun Yahya. Penciptaan Alam Semesta. ( Lamongan:
Perniagaan Jahabersa): 16.
[18]
Ade Jamarudin. “Konsep Alam Semesta Menurut Al-Quran”, Jurnal Ushuluddin (Vol. 16, No 2,
2010): 140-142.
[19] Harun Yahya. Penciptaan Alam Raya, 26.
0 Komentar