PENDAHULUAN
Al-Quran itu shahih fi kulli zaman wa makan, sehingga memunculkan permasalahan dan keresahan ulama dalam mengungkap makna Al-Quran dalam setiap zaman.
Sebagian ulama bersikukuh dalam memaknai Al-Quran secara tekstual. Akan tetapi , sebagian ulama lain dilema tentang bagaimana memaknai Al-Quran secara kontekstual dengan mengikuti perkembangan zaman. Seperti dalam satu firman AllahSwt dalam Qs. Saba’ ayat
22
ق لُ
ادعُْ وا الَّ ذيْ ن ز عمْتمُْ ِّمنْ
دوُْ ن هاللّ ل
يمْ لكُوْ ن مثقْ ا ل ذ رَّ
ة فى السَّمٰوٰ ت و ل
فى الْ رْ ض و ما ل هُمْ فيْ ه ما
منْ شرْ ك وَّ ما ل
ه منْهُمْ ِّمنْ
ظ هيْ ر و ل ت نْف عُ
الشَّف ا عة ُ عنْد ه
ا لَّ ل منْ
ا ذ ن ل
ه حت ىّ ا ذ ا ف ِّزُ
ع عنْ قلُوُْ ب همْ
ق الوُْا ماذ ا ق ا ل
ربكُُّ مْ ق الوُا الْ ح ه قَّ وهُ و
الْ ع ليُّ الْ ك بيْرُ
Artinya : Katakanlah,
"Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka
tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka
tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan
sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.” Dan
tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah
diizinkanNya memperoleh syafaat itu, sehingga apabila telah dihilangkan
ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, "Apakah yang telah difirmankan
oleh Tuhanmu" Mereka menjawab: "(Perkataan) yang benar," dan
Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.
Salah satu kata di dalam ayat tersebut yang memiliki makna
lebih dari satu yaitu kata dzarrah. Kata Dzarrah tidak hanya dimaknai dengan
sebuah biji sawi. Di satu sisi, kata dzarrah dalam Al-quran memiliki makna
lebih dari satu dan mempunyai cakupan makna yang sangat luas, akan tetapi di
sisi lain, sebagian besar masyarakat mengetahuinya sebatas biji dzarrah atau
biji sawi, mereka tidak mengetahui bahwa makna dzarrah selalu berkembang sesuai
ditemukannya sesuatu yang dianggap kecil pada zamannya. Hal ini tentunya dapat
membuat manusia bisa berfikir dan merenungkan bahwa dzarrah mempunyai pengaruh
yang sangat besar dan luar biasa dalam Alquran, baik dalam pemaknaannya ataupun
pengimplikasiannya.
Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan tersebut, penulis
sangat terinspirasi untuk bisa meneliti makna kata dzarrah dalam Al-Quran. Dari
pemahaman makna dahulu menuju makna sekarang sesuain dengan perkembangan zaman.
Sehingga penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam
tulisannya yang berjudul “Mengungkap
Makna Dzarrah dalam Q.S Saba ayat 22-23 ”.
B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Dzarrah
Menurut bahasa dzarrah berasal dari kata adz-dzarru yang berarti semut kecil yang
setara dengan satu biji gandum.[1]Sedangkan dalam kamus al-Ashri kata dzarrah diartikan
sebagai molekul, atom dan bagian terkecil dari suatu unsur.[2] Pada
umumnya masyarakat Arab ketika turunnya al-Qur’an mengartikan dzarrah adalah debu yang berterbangan
yang hanya terlihat antara lain melalui kaca yang ditembus oleh sinar matahari.
Sejalan dengan berjalannya waktu dan kemajuan ilmu pengetahuan, al-Baqi
mengatakan bahwa dzarrah adalah
bahasa untuk menggambarkan sesuatu yang terkecil. Pada waktu atom ditemukan,
para pakar bahasa Arab menamainya dengan dzarrah,
karena pada waktu itu ia dinilai sebagai unsur kimia yang terkecil. Tentu saja
setelah atom dapat dipecahkan atau dipisahkan maka bagian-bagian yang terkecil
lebih tepat dinamai dzarrah.3
Lafal dzarrah di dalam kitab mu’jam al-mufahros li alfadz al-Qur’an terdapat di beberapa surat
dalam al-Qur’an, diantaranya Surat Saba’[3].
Sebagaimana Firman Allah:
ق لُ
ادعُْوا الَّ ذيْ ن ز
عمْتمُْ ِّمنْ دوُْ ن
هاللّ ل يمْ لكُوْ ن
مثقْ ا ل ذ رَّ ة فى السَّمٰوٰ ت و ل
فى الْ رْ ض و ما ل هُمْ فيْ ه ما
منْ شرْ ك وَّ ما ل
ه منْهُمْ ِّمنْ
ظ هيْ ر و ل ت نْف
عُ الشَّف ا عة ُ عنْد ه ا لَّ
ل منْ ا ذ ن
ل ه حت ىّ ا ذ ا ف ِّزُ
ع عنْ قلُوُْ ب همْ
ق الوُْا ماذ ا ق ا
ل ربُّكُ مْ ق الوُا الْ ح ه قَّ وهُ و
الْ ع ليُّ الْ ك بيْرُ
Artinya : Katakanlah,
"Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka
tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka
tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan
sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-
Nya.”
Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah
diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu, sehingga apabila telah dihilangkan
ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, "Apakah yang telah difirmankan
oleh Tuhanmu" Mereka menjawab: "(Perkataan) yang benar," dan
Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.
Hamka dalam karya tafsirnya, yaitu tafsir al-Azhar, yang menjelaskan lafal dzarrah. Beliau mengartikan lafal dzarrah, yang supaya lebih popular mengartikan dengan debu.Padahal dzarrah adalah lebih halus dari debu. Di
zaman modern ini, setelah berkembangnya ilmu dan orang menyelidiki tenaga atom
dan telah dapat memanfaatkan, maka atom itu dipakai dalam bahasa seluruh dunia
dengan memakai kalimat dzarrah.[4]
Hal senada juga diungkapkan oleh M. Quraish Shihab dalam tafsir alMishbah, lafal Żarrah dipahami oleh beberapa ulama
dalam berbagai arti, antara lain semut yang sangat kecil, kepala semut, dan debu
yang berterbangan yang hanya terlihat di celah matahari. Sementara orang dewasa
ini memahaminya dalam arti atom. Dan memang kata itulah yang kini digunakan
untuk menunjuk atom, walau pada masa turunnya al-Qur’an atom belum dikenal.
Dahulu pengguna bahasa menggunkan kata tersebut untuk menunjuk sesuatu yang
terkecil.[5]
Al-Qur’an menggunakan kata dzarrah untuk sesuatu yang paling kecil, dan makna lazim dari kata
ini adalah semut kecil atau partikel debu kecil. Karena kata dzarrah dikaitkan dengan objek kecil dan
paling kecil, sedangkan pengertian umum tentang objek terkecil merujuk pada
atom, maka dzarrah sering diartikan
sebagai atom.[6]
2. Perkembangan Makna Dzarrah
Pemikiran manusia tentang bagian terkecil penyusunan suatu
benda telah dimulai sejak zaman Aristoteles yang menyatakan bahwa “setiap benda dapat dibelah menjadi bagian yang
lebih kecil terus-menerus sampai tak terhingga”. Pada selang waktu yang
tidak lama, Democritus menyatakan konsep atomnya yang pertama. Jika kita
membagi suatu unsur terus menerus, maka akan kita dapatkan partikel-partikel
terkecil dari suatu unsur yang masih mempunyai sifat dari unsur tersebut kita namakan
atom.
Dari zaman Yunani kuno hingga sekarang, model dan teori
atom terus berkembang. Melalui model dan teori atom, kita dapat mengetahui
struktur suatu atom. Perkembangan tersebut tidak dapat dilepaskan dari upaya
para ilmuwan.[7]
Kata dzarrah
dalam bahasa Arab sering diartikan dengan atom, seiring perkembangan zaman,
ilmu pengetahuan modern menemukan bahwa ada kemungkinan atom masih bisa dibagi
lagi. Perkembangan ilmu pengetahuan di abad ke-20 bahkan mengatakan bahwa atom
masih bisa terbelah lagi menjadi beberapa partikel yang lebih kecil.[8]
3. Pengertian Atom
Istilah atom berasal dari bahasa Yunani, konsep atom
sebagai komponen yang tidak dapat dibagi-bagi lagi pertama kali diajukan oleh
para filsuf india dan yunani. Pada abad ke-17 dan ke-18, para ahli kimia
meletakkan dasar-dasar pemikiran ini dengan menunjukkan bahwa zat-zat tertentu
tidak dapat dibagibagi lebih jauh lagi dengan menggunakan metode-metode kimia.
Selama akhir abad ke-
19 dan awal abad ke-20, para fisikawan berhasil menemukan
struktur dan komponen-komponen subatom di dalam atom, membuktikan bahwa „atom‟
masih dapat dibagi-bagi lagi.[9]
Democritus, filsuf yunani kuno yang hidup dari 460 SM
hingga 370 SM, mengembangkan teori tentang penyusunan suatu materi. Menurut
Democritus, jika sebuah batu dibelah menjadi 2, kemudian setiap hasil
pembelahan tersebut dibelah kembali, dan demikian seterusnya hingga tidak dapat
dibelah lagi, setiap belahan batu mempunyai sifat yang sama dengan batu asal.
Democritus menyebut bagian dari belahan batu yang paling kecil itu dengan
istilah atomos (A = tidak, TOMos =
dipotongpotong), yang artinya invisible (tidak
terlihat)”. Berdasarkan teori Democritus, atom yang menyusun setiap zat berbeda
satu sama lain.11
4. Sejarah Perkembangan Atom
Pengetahuan tentang atom terus menerus dikembangkan oleh
para ilmuan, sehingga sekarang sudah diketahui bagian dan peranannya
masing-masing. Ilmuanilmuan yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah
a. Jhon Dalton (1760-1844)
Menurutnya atom-atom itu merupakan partikel-partikel yang
tidak dapat dibagi lagi. Atom suatu unsur sama segala sifatnya, sedangkan atom
dari unsur yang berbeda maka berlainan dalam massa dan sifatnya. Setiap atom
dapat membentuk molekul dan senyawa. Selanjutnya beliau juga menegaskan bahwa
suatu reaksi kimia hanya melibatkan penata ulang atom-atom, sehingga tidak ada
atom yang berubah akibat reaksi kimia.
b. Joseph Jhon Thomson
Fisikawan bangsa Amerika, beliau
mengemukakan teorinya bahwa atom memiliki muatan positif yang terbagi merata ke
seluruh isi atom. Muatan ini dinetralkan oleh elektron-elektron yang tersebar
diantara muatan tersebut. Keadaannya mirip roti kismis, dimana elektron
diumpamakan sebagai kismis yang tersebar dalam seluruh bagian dari roti.
Pengetahuan tentang adanya partikel yang lebih kecil ini ternyata telah
dijelaskan di dalam Al-Quran surah
Yunus ayat 61
c. Rutherford (1871-1937)
Rutherford adalah seorang ilmuan fisika yang berkecimpung
dalam masalah atom, ia telah berhasil menemukan bukti bahwa dalam atom terdapat
inti atom yang bermuatan positif yang berukuran jauh lebih kecil dari ukuran
atom, tetapi massa atom hampir seluruhnya berasal dari massa intinya.
Berdasarkan temuannya tersebut, Rutherford menyusun model atom dan memperbaiki
model atom Thomson. Model atom Rutherford menggambarkan atom terdiri atas inti
yang bermuatan positif dan berada pada pusat atom, serta elektron bergerak
melintasi inti seperti halnya planet-planet . Mengenai konsep atom Rutherford
ini di dalam Al-Quran secara tersirat sudah Allah paparkan, yaitu yang terdapat
dalam surah Yasin ayat 6
d. Niels Bohr
Kegagalan model atom Rutherford adalah
ketidakmampuannya menerangkan mengapa elektron dapat berputar di sekeliling
inti tanpa ditarik oleh inti sehingga bergabung. Baru pada tahun 1913 Niels Bohr menyusun teori
berdasarkan atom Rutherford dan teori kuantum, yaitu:
1.
Atom terdiri dari inti yang
bermuatan positif dan disekitarnya beredar elektron-elektron yang bermuatan
negatif.
2.
Dalam atom, elektron
beredar mengelilingi inti atom pada orbit tertentu yang dikenal sebagai keadaan
gerakan yang stasioner yang selanjutnya disebut dengan tingkat energi utama
atau bilangan kuantum atau kulit.
3.
Sepanjang elektron berada
dalam lintasan stasioner energi akan konstan, sehingga tidak ada cahaya yang
dipancarkan.
4.
Elektron hanya dapat
berpindah dari lintasan stasioner yang lebih rendah ke yang lebih tinggi jika
menyerap energi. Dan sebaliknya, jika elektron berpindah dari lintasan
stasioner yang tinggi ke yang rendah terjadi pembebasan energi. Berdasarkan
teori atom bohr dalam Al-
Quran juga sudah dijelaskan secara tersirat dalam surah Yunus
ayat 5
5. Struktur Atom
a) Partikel Dasar
Partikel dasar adalah partikel-partikel
pembentuk atom yang terdiri dari elektron, proton dan neutron.
1) Elektron adalah partikel pembentuk atom yang terletak di luar
inti atom dan tidak memiliki massa dan bermuatan negatif,
2) Proton adalah partikel pembentuk atom yang terletak di dalam
inti atom dan mempunyai massa 1 dan bermuatan positif,
3) Neutron adalah partikel pembentuk atom yang terletak di dalam
inti atom memiliki massa 1 dan netral. Ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang
partikel dasar (elektron dan proton) surah Yasin 36
Meskipun gagasan tentang “pasangan” umumnya bermakna
laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, sebagaimana telah tercantum di
ayat di atas, “maupun dari apa yang tidak mereka ketahui” ini berarti kata
pasangan dalam ayat di atas memiliki cakupan makna yang lebih luas. Kini
cakupan makna lain dari ayat telah terungkap. Ilmuan Inggris,, Paul Dirac yang
menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan, diaugerahi hadiah Nobel
di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini yang disebut “parite” menyatakan
bahwa materi berpasangan. “setiap partikel memiliki anti partikel dengan muatan
berlawanan (elaktron dan proton).
b) Konfigurasi Elektron
Konfigurasi elektron adalah susunan
elektron-elektron yang bergerak pada lintasan tertentu. Elektron bergerak
mengelilingi inti atom pada masing-masing orbidnya yang dikenal sebagai kulit
elektron Di dalam Al-Quran secara tersirat Allah telah memaparkan tentang
konfigurasi elaktron, yaitu surah Yaasin ayat 40:
Ayat di atas menjelaskan bahwa segalanya sudah diatur oleh
Allah SWT. Hal ini juga sama seperti sebuah atom dan pergerakannya yang sama
dengan pergerakan galaksi. Seperti yang telah di bahas di atas bahwa elektron
terus berputar mengelilingi inti atom karena muatan listrik yang dimilikinya.
Semua elektron mempunyai muatan negatif dan smua neutron mempunyai muatan
positif. Dimana muatan positif dari inti menarik elektron, sehingga elektron
tidak pernah meninggalkan inti, meskipun ada gaya sentrifugal yang menarik
elektron menjauh dari inti yang terjadi akibat kecepatan elektron.
Setelah kita mengkaji beberapa ayat yang kita bahas tentang
atom dan beberapa pendapat para ilmuan, jelas bahwa Al-Quran memang memberikan
inspirasi-inspirasi untuk mengkaji lebih mendalam tentang ayat-ayat Al-Quran
untuk dipikirkan dan direnungkan sehingga manusia dapat mengembangkan dirinya
menjadi manusia yang mengerti akan eksistensi dirinya dimuka bumi ini.
6. Keterkaitan Al-Qur’an Dengan Sains
Al-Qur'an merupakan mukjizat Islam yang kekal dan selalu
diperkuat dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Al-Qur'an yang diturunkan oleh
Allah SWT kepada Rasulullah SAW bertujuan untuk mengeluarkan umat manusia dari
kegelapanAl-Qur’an juga merupakan ilmu pengetahuan yang dapat digunakan untuk
menggalih ilmu dan mengembangkan teknologi yang belum ditemukan pada masa
sekarangPerlu difahami bahwa pengetahuan ilmuan (science) pada massa silam
ternyata dapat diakui kebenarannya dimassa modern. Pengetahuan ilmiah (science)
mempunyai kebenaran relatif maksudnya kebenaran datang secara silih berganti
hal ini berbeda dengan Al-Qur'an yang mempunyai kebenaran yang mutlaqAl-Qur’an
mengandung sekian banyak ayat-ayat yang memaparkan mengenai sains (kebenaran
ilmiah). Allah SWT telah membakukan beberapa mengenai fakta alam di dalam
Al-Qur’an dan sunnah-NYA. Penjelasan mengenai sejumlah fenomena alam dan hukum
dapat dijadikan sebagai argumentasi yang melampaui batas logika manusia, di
dalam Al-Qur’an dikenal dengan keajaiban Al-
Qur’an (mukjizat Al-Qur’an.) Peran sains
menurut Islam sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-imron ayat 190-191
Dari ayat tersebut dapat kita lihat bahwasanya melalui
pengamatan, kajian dan pengembangan sains Allah SWTmenghendaki manusia dapat
lebih merasakan kebesaran, kehebatan bahkan keagungan-NYA. Betapa hebatnya alam
ciptaan Allah SWT. Yang kebesaran dan keluasannya pun manusia belum sepenuhnya
mengetahui maka sudah tidak terbayang oleh akan fikiran dan perasaan Manusia
maha hebatnya Allah SWT. Menurut kajian dengan peralatan canggih diamater 20
milyar tahun cahaya. Terasa betapa besar Allah SWT dalam menciptakannya. Ini
alam lahiriyah. Lagi-lagi alam yang berbagai jenis tidak dapat dikaji observasi
dengan peralatan lahiriah buatan manusia. Meski seberapa pun kecanggihannya.
Atas dasar pandangan Al-Qur'an mengenai ilmu pengetahuan
sains dapat dirumuskan dengan beberapa prinsip dasar
1. Prinsip Istilah
Merupakan salah satu prinsip dasar yang digariskan oleh Al-Qur'an
dalam mendukung dan memantapkan kegiatan lmiah.
2. Prinsip Keseimbangan
Prinsip dasar lainnya yang digariskan oleh Al-Qur'an
merupakan keseimbangan antara kebutuhan dasar manusia, spiritual dan material.
Prinsip Terakhir Merupakan prinsip dasar yang membentuk suatu pandangan
Al-Qur'an Mengenai alam semesta dan tidak dapat dipungkiri.
3. Prinsip Keterkaitan Antara Makhluk Dengan Khalik
Manifestasi prinsip ini kedalam kehidupan yang nyata
manusia harus ditopang oleh ilmu pengetahuan alam. Allah SWT telah menentukan
dimenasi, ukuran, dan sunnahnya
sesuai dengan fungsi dan kemampuan manusia dalam mengelola
alam semesta
Berdasarkan empat prinsip diatas maka sudah jelas bahwa
ilmu pengetahuan sains merupakan kebutuhan dasar manusia yang islami selama
Manusia melakukan dalam rangka menemukan rahasia alam dan serta mengarahkannya
kepada pencipta alam dengan cara yang benar dan memuaskan
7. Ayat-ayat Lain Tentang Dzarrah
Surat Yunus ayat 61
و ما ت كُوْ نُ فيْ
شأ نْ وَّ ما ت تلْوُْا منْ هُ
م نْ قرُْاٰ ن وَّ ل ت عْ ملوُْ
ن منْ ع م ل
ا لَّ كُنَّا عل يْكُمْ
شُهُوْداً ا ذْ ت فُيْضُوْ ن فيْ
ه و ما يعْزُبُ
عنْ رَّ ِّب ك
منْ ِّمثقْ ا ل ذ رَّ ة
فى الْ رْ ض و ل فى السَّ ماۤ
ء و ل ا
صْغ ر
منْ ذٰ ل ك و ل ا كْ
ب ر ا
لَّ فيْ
كتٰ ب
مُّ بيْ ن
Artinya : Dan
tidakkah engkau (Muhammad) berada dalam suatu urusan, dan tidak membaca suatu
ayat Al-Qur'an serta tidak pula kamu melakukan suatu pekerjaan, melainkan Kami
menjadi saksi atasmu ketika kamu melakukannya. Tidak lengah sedikit pun dari
pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar dzarrah, baik di bumi ataupun di langit.
Tidak ada sesuatu yang lebih kecil dan yang lebih besar daripada itu, melainkan
semua tercatat dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Surat Saba’ ayat 3
وق ا ل
الَّ ذي ن كف رُوا
ل ت أ تْين ا السَّا عة ُ ۖ قلُْ
بل ىٰ و ر ِّبي ل ت أ تْ
ينكَُّمْ عا ل م الْغ يْ ب ۖ
ل يعْزُ بُ عنْه ُ
مثقْ الُ ذ رَّ ة في
السَّ ما وا ت و
ل في الْْ رْ ض و ل أ
صْغ رُ
م نْ ذٰ ل ك
و ل أ كْ ب رُ إلَّ
في كت ا ب مُ بين
Artinya:“Dan
orang-orang yang kafir berkata: "Hari berbangkit itu tidak akan datang
kepada kami". Katakanlah: "Pasti datang, demi Tuhanku yang mengetahui
yang ghaib, Sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu. tidak ada
tersembunyi daripada-Nya sebesar dzarrahpun yang ada di langit dan yang ada di
bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar,
melainkan tersebut dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.52
Surat An-Nissa’ ayat
40
ا نَّ
اللّ ل يظْ لمُ
مثقْ ا ل ذ رَّ ة ه وا نْ
ت كُ ح سن ة ً يُّضٰ عفْ ها ويؤُْ ت
منْ لَّدنُْه ُ ا جْرًا ع ظيْمًا
Artinya :“Sesungguhnya
Allah tidak Menganiaya seseorang walaupun sebesar dzarrah, dan jika ada
kebajikan sebesar dzarrah,niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan
dari sisi-Nya pahala yang besar.” Surat Al-Zalzalah ayat 7-8
ف
منْ يعَّْ ملْ مثْق ا ل
ذ رَّ ة خيْرًا يَّ ر هه )٧ ( و منْ يعَّْ ملْ مثقْ ا ل
ذ رَّ ة شرًّا يَّ ر ه
Artinya:“Barangsiapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat
(balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun,
niscaya Dia akan melihat
(balasan)nya pula.”
Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika turun ayat
Qs.Al-Insan ayat 8 artinya: dan mereka memebrikan makanan yang disukainnya
kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Kaum muslimin menganggap bahwa orang
yang bersedekah sedikit tidak akan memperoleh pahala. Orang yang berbuat dosa
kecil, seperti berbohong, mengumpat, mencuri penglihatan, dan sebangsanya tidak
tercela. Serta menganggap bahwa ancaman neraka dari Allah hanya disediakan bagi
orang-orang yang berbuat dosa besar. Maka turunlah ayat ini (Qs, Al-Zalzalah:
7-8) sebagai bantahan terhadap anggapan mereka itu.[10]
8. Penafsiran Mufassir Klasik
Di kalangan para mufassir klasik dalam memaknai lafaz dzarrah cenderung menafsirkannya dengan
arti biji sawi, semut, dan debu. Masih di surat yang sama yakni pada surat Saba’ Ayat 22:
ق لُ
ادعُْوا الَّ ذيْ ن ز عمْتمُْ ِّمنْ
دوُْ ن ه اللّ ل
يمْ لكُوْ ن مثقْ ا ل ذ رَّ ة
فى السَّمٰوٰ ت و ل فى
الْ رْ ض و ما
ل هُمْ
فيْ ه ما م نْ شرْ ك
وَّ ما ل ه منْهُ مْ
ِّمنْ ظ هيْ ر
Artinya: “Katakanlah: " serulah mereka yang kamu
anggap (sebagai Tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat dzarrah pun di langit dan di bumi, dan
mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan
sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagiNya.
Pada ayat tersebut Allah menegaskan bahwa Dialah Tuhan
yang Maha Esa tiada bersekutu dan tiada berkawan, tiada beranak dan tiada
diperanakan dan bahwa tuhan-tuhan yang disembah selain Allah adalah tuhan-tuhan
yang tidakmemiliki kekuasaan seberat dzarrah
pun di langit maupun di bumi, juga tidak mempunyai saham sebagai pembantu
dalam penciptaan langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada diantara yang
dianggap tuhan-tuhan itu menjadi pembantu kawan sebagai Allah Yang Maha Esa
Menurut al-Qurthubi dalam kitabnya tafsir al jami‟ li ahkam al-Qur‟an, mengatakan bahwa Lafaẓ مثقال درة “Biarpun sebesar dzarrah (atom).” Kata درة
artinya seberat timbangan atom atau juga diartikan dengan seekor semut merah
kecil, seperti yang dijelaskan dalam tafsir surah An-Nisaa’.[11]
Pendapat lain mengatakan artinya bukan biji sawi, akan
tetapi secara garis besar kata dzarrah
ini adalah nama untuk sesuatu yang paling sedikit dan paling kecil, dan dalam Shahih Muslim, terdapat hadits riwayat
Anas, Ia berkata, Nabi SAW bersabda, yang artinya:
“Sesungguhnya Allah
SWT tidak akan berbuat zhalim kepada orang mukmin, atas kebaikan yang
dikerjakannya selama di dunia, dan akan dibalas di akhirat. Adapun orang kafir
akan diberi makan (rizki) dengan kebaikan yang ia lakukannyan karena Allah di
dunia, sehingga ketika ia sampai di akhirat, ia tidak lagi memiliki kebaikan
yang harus diberi ganjaran”[12]
Menurut Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari dalam
kitabnya Tafsir al-Jami‟ al-Bayan an
Ta‟wil Ayl alQur‟an, mengatakan bahwa lafaẓ مثقال درة “sebesar dzarrah”
Artinya sesuatu yang ditimbang sesuai kadar berat timbangan amal perbuatan.
Maksudnya, Tuhan akan membalas dan mengganjarnya sesuai amal perbuatannya.
Menurut pendapat para ahli bahasa lafaẓ مِثقاَلَ ذرة dalam Tafsir Mafatih alGhaib yang dimaksud dzarrah disini adalah partikel berwarna merah kecil. Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas bahwa suatu ketika Ibnu Abbas (Abdullah bin Abbas) pernah
memasukkan tangannya ke dalam gundukan debu, kemudian ia mengangkatnya dan
meniup debu dari tangannya, setelah itu ia berkata: “Setiap partikel dari debu
ini disebut darrah.” Adapun lafaẓ mitsqal mengikuti wazan mif‟al yang tersusun dari bentuk
dasarnya al-tsiqal. Dikatakan bahwa
sesuatu ini seberat ini, maknanya setimbang dengan ini. Sementara makna “mitsqalu dzarrah” yaitu sesuatu yang
timbangannya seberat dzarrah
(partikel).[13]
9. Penafsiran Mufasir Modern
Di kalangan para musafir modern dalam memaknai lafaz dzarrah cenderung menafsirkannya dengan
atom. Kita bisa melihat dalam penafsir Hasbi AshShiddieqy dalam kitab
tafsirannya.
Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy dalam
kitabnya Tafsir al-Qur’anul madjid An-Nur,
mengatakan bahwa setiap orang-orang mukmin yang mengerjakan suatu amal,baik
kecil maupun besar, kebajikan atau kejahatan walau sebesar dzarrah (benda paling ringan, atom) maka Allah akan memberi
pembalasan atau pahala atas amal perbuatanmu itu. Tidak ada yang lebih kecil
daripada benda yang paling kecil (dzarrah)
dan tidak ada yang lebih besar daripada benda yang paling besar, seperti „Arsy.
Menurut Prof. Dr. Hamka dalam Tafsir al-Azhar, ayat ini
menjelaskan tentang persoalan dan urusan-urusan penting yang dihadapi oleh
Rasul SAW serta peringatan Allah bahwa tertariknya perhatian masing-masing kita
pada seruan agama dan melakukan perintah ilahi. “Dan tidak ada yang terluput
dari Allah engkau.” Artinya, tidak ada yang jauh bagi-Nya dan tidak ada yang
ghaib tersembunyi daripada-Nya. “Dari yang seberat dzarrah pun.”Ilmu pengetahuan tentang atom telah menjelaskan bahwa
yang diberi nama oleh filsuf Yunani dengan atom itu, tidak sesuai lagi dengan
kenyataan. Sebab atom itu pun terbagi. Sebab itu kalimat dzarrah lebih sesuai
dipakai terus daripada kalimat atom. Bila direnungkan bunyi suku-suku ayat ini,
tampaklah bahwa hasil penyelidikan manusia terhadap dzarrah telah mendekati
maksud ayat ini, yaitu bahwasannya seluruh wilayah alam ini, bumi dan langit,
segala benda atau materi. Di ujung ayat ini firman Allah,
“Tidak ada yang lebih kecil” daripada dzarrah itu, telah memperjelas lagi
bahwasannya yang lebih kecil daripada atom pun ada. Pendirian kuno yang
mengartikan dzarrah dengan atom, yang
berarti tidak terbagi sekarang telah berubah. Karena atom dapat terbagi menjadi
neutron, proton, dan elektron. Menurut M. Quraish ShihabPada masa kini kata
tersebut digunakan dalam arti atom. Sedang firman-Nya yang lebih kecil dari dzarrah adalah proton dan neutron yang
merupakan dua unsur atom.[14]
10. Relevansi Makna Dzarrah Dengan Sains
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa makna dzarrah dalam perkembangannya dikenal
dengan istilah atom. Dalam perkembangannya semakin banyak para ilmuan yang
meneliti teori tentang atom. Ilmuan pertama yang dikenal dengan pencetus
pertama teori atom adalah John Dalton, ilmuan berkebangsaan Inggris tersebut
menjelaskan bahwa atom adalah unsur kimia yang tersusun dari partikel-partikel
kecil yang tidak dapat dipisahkan dan dihancurkan. Tidak sampai di sini saja
pada tahun berikutnya muncullah ilmuan kimia yang bernama J.J Thomson dengan
penemuan barunya yang berhasil menemukan elektron
Para pendiri kuno telah mengatakan bahwa atom merupakan
partikel terkecil yang sudah tidak bisa dibagi lagi menjadi beberapa bagian.
Hal tersebut juga disampaikan oleh Dalton dan para ilmuan sebelumnya yang
mengatakan atom tak terbagi dan merupakan komponen mikroskopik utama materi.
Keyakinan bahwa atom tak terbagi lagi mulai goyah akibat adanya perkembangan
pengetahuan hubungan materi dan kelistrikan.Berdasarkan uraian di atas maka
makna
Dzarrah
kaitannya dengan relevansi di zaman perkembangan sekarang adalah atom dengan
unsur terkecil yang didalamnya terdapat struktur partikel yang membentuknya
yaitu proton dengan muatan positifnya, elekton dengan muatan negatif dan
neutron yang merupakan partikel inti yang tidak memiliki muatan baik negatif
maupun positif.[15]
C. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa mayoritas
mufassir klasik mengartikan kata dzarrah dengan
biji sawi, debu. Penafsiran tersebut wajar karena hanya makna tersebut yang
bisa mewakili arti lafal dzarrah.
Sedangkan pada era kontemporer pada saat ini kebanyakan para mufassir modern
mengartikan kata dzarrah dengan atom,
karena atom tersebut merupakan benda yang paling kecil di dunia ini. Namun
sekarang ini ditemukan penelitian yang menunjukkan bahwa atom dapat dibagi lagi
menjadi beberapa komponen.
Kata dzarrah
mempunyai relevansi dengan perkembangan ilmu sains. Pemaknaan kata dzarrah yang dilakukan oleh mufassir
membuat pakar ilmu sains meneliti lebih komprehensif mengenai benda terkecil di
dunia ini. Dan akhirnya mereka menemukan bahwa atom adalah benda terkecil di
dunia ini
Adapun teori tentang struktur atom seiring dengan
berkembangnya zaman ini yang dikemukakan oleh ahli kimia dinyatakan tidak
bertentangan dengan apa yang telah dijelaskan di dalam Al-Quran. Dengan
demikian teori atom dan molekul menurut para ahli dan konsep Al-Quran sejalan.
Jika dianalisis tenyata Al-Quran jauh lebih dahulu menerangkan konsep tentang
atom serta bagian-bagiannya, sebelum para ilmuan menemukan teori tentang hal
tersebut hingga kini dipelajari oleh seluruh umat manusia di dunia.
Daftar Pustaka
Ad-Din, Majd Muhammad bin Ya’kub
al-Fairz Abadi. 2013, Al-Qamus al-Muhid,
Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah.
Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi
Muhdlor, Al-Ashri, Yogyakarta: Multi Karya Grafika.
Al-Jazairi,
Syaikh Abu Jabir, Tafsir Al-Qur’an
al-Aisar Jilid. 6, Jakarta: Darus Sunnah, 2013.
Departemen Agama Republik
Indonesia, 2000, Asbabun Nuzul, Bandung: CV Diponegoro,
Fahkrudin, Muhammad bin Umar
bin Husain bin Hasan Ibnu Ali. 1990, Tafsir
al-Kabir Jilid.
9-10, Lebanon: Darul Kitab Ilmiah.
Fuad , Muhammad Abd al-Baqi, 1996 Al-Mu’jam al-Mufahros li al-fadz AlQur’ an
al-Karim, Al-Qahiroh: Dar al-Hadits.
Hamka, 1990, Tafsir al-Azhar, Singapura: Pustaka
Nasional Pte Ltd,
Katsier, Ibnu, Mukhtashor Ibnu Katsier, Terj. H. Salim
Bahreisy dan H. Said Bahreisy, Surabya: Bina Ilmu, 1990.
Ikatan tentor Indonesia,
20115, A-Z Menguasai Fisika Dalam 10
Menit, Yogjakarta:
Indoliterasi.
Isnanto, Ginanjar. 2018 “Zarrah Dalam Prespektif Muffasir dan Sains”,
Semarang.
Muchtaridi dan sandri
justiana, 2009, Kimia 1, Perpustakaan
Nasional.
Naik, Zakir, 2015, Miracle of Al-Qur‟an & As-Sunnah, Terj. Dani Ristanto, Solo:
PT. Aqwam Media Profetika.
Purwanto, Agus, 2008, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Qur‟an yang
Terlupakan, Bandung:
PT. Mizan Pustaka.
Rosyadi,
Budi dkk. 2008, Tafsir Al-Qurthubi jilid
8, Terj. Jakarta: Pustaka Azzam.
Shihab, M. Quraish. 2002, Tafsir
al-Mishbah, Jakarta: Lentera Hati.
W.
Al-Hafidz, Ahsin. 2005, Kamus Ilmu
Al-Qur‟an, Jakarta: Amzah.
[1] Majd ad-Din Muhammad bin
Ya’kub al-Fairz Abadi, Al-Qamus al-Muhid,
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah ,2013), h.421
[2] Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi
Muhdlor, Al-Ashri, ( Yogyakarta: Multi Karya Grafika, t.t),
h. 930. 3 Ahsin W. Al-Hafidz, Kamus
Ilmu Al-Qur‟an, (Jakarta: Amzah, 2005) ,h. 317
[3]
Muhammad Fuad Abd al-Baqi, Al-Mu’jam
al-Mufahros li al-fadz AlQur’ an al-Karim, ( Al-Qahiroh: Dar al-
Hadits, 1996), h. 331
[4]
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Singapura:
Pustaka Nasional Pte Ltd, 1990), h. 8085.
[5]
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 447.
[6] Agus Purwanto, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al-Qur‟an yang
Terlupakan, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008), h. 320.
[7] Ibid., h. 11.
[8] Zakir Naik, Miracle of Al-Qur‟an & As-Sunnah, Terj.
Dani Ristanto, (Solo: PT. Aqwam Media Profetika, 2015), h. 25.
[9] Ikatan tentor Indonesia, A-Z Menguasai Fisika Dalam 10 Menit,
(Yogjakarta: Indoliterasi, 2015), h. 134.
11 Muchtaridi dan sandri justiana, Kimia 1, (Perpustakaan Nasional, 2009), h. 11.
[10] Departemen Agama Republik
Indonesia, Asbabun Nuzul, (Bandung:
CV Diponegoro, 2000), h. 665.
[11]
Syaikh Imam al-Qurthubi, Tafsir
Al-Qurthubi jilid 8, Terj. Budi Rosyadi dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 865-867.
[12]
Syaikh Imam al-Qurthubi, op.cit.,, h.
458-459.
[13] Imam Fahkrudin Muhammad
bin Umar bin Husain bin Hasan Ibnu Ali, Tafsir
al-Kabir Jilid. 9-10, (Lebanon: Darul Kitab Ilmiah, 1990), h. 82-85.
[14]
Ginanjar Isnanto, “Zarrah Dalam
Prespektif Muffasir dan Sains”,(Semarang,2018) hal 85.
[15]
Ibid. Hal 83.
0 Komentar