KITAB TAFSIR NAZHM AD-DURAR FI TANASUB AL-AYAT WA AS-SUWAR


PENDAHULUAN 

Dalam dunia tafsir Al-Quran, banyak ulama dan Sarjana Islam telah berusaha untuk menjelaskan dan menginterpretasikan makna-makna yang terkandung dalam ayat-ayat suci AlQuran. Salah satu karya yang unik dan menarik dalam bidang ini adalah "Nazhm Ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa As-Suwar," sebuah kitab tafsir yang mencoba menjembatani hubungan antara ayat-ayat Al-Quran dan gambar-gambar (suwar).

Kitab ini menghadirkan perspektif baru dalam memahami Al-Quran, dengan memasukkan unsur visual dalam bentuk suwar sebagai bagian integral dari proses tafsir. Penulisnya dengan penuh dedikasi mencoba membawa pembaca ke dalam dimensi visual AlQuran, mempertimbangkan makna simbolis dan hubungan khusus antara ayat-ayat dan gambargambar yang terdapat dalam teks tersebut.

Dengan mendalamnya penelitian dalam kitab ini, pembaca diundang untuk merenungkan hubungan antara teks dan visualitas, membuka pintu pemahaman baru terhadap pesan-pesan AlQuran. Kitab Tafsir Nazhm Ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa As-Suwar menjadi sebuah persembahan intelektual yang unik, merangkai makna-makna Al-Quran melalui lensa visualitas, dan memberikan kontribusi berharga terhadap tradisi tafsir Islam.

PEMBAHASAN

Biografi al-Biqâ’I dan Karya-karyanya

Nama beliau adalah Abu Al-Hasan Ibrahim Ibn Umar Ibn Hasan Ar-Rubath Al Biqa’I

Ad-Dimasyqi Asy-Syafi’i. Beliau lahir di desa Khirbat Rûhah di sebuah daerah bernama Biqa’ pada tahun 809 H, dan wafat di Damaskus tahun 885 H pada usia 76 tahun.[1] Nama Al-Biqa’i diambil dari daerah asalnya yaitu lembah Biqa’ yang terletak di Libanon yang dulunya termasuk negara Suriah sebelum adanya pembagian Syam menjadi beberapa negara.[2] Beliau lahir dari orang tua fakir yang hidup serba pas-pasan. Mereka tidak punya kekayaan dunia sama sekali.

Dari asuhan kedua orang tuanya inilah Al-biqa’i belajar ilmu dasar seperti membaca dan menulis.3 Burhanuddin Al-Biqa’i hidup pada masa Daulah Al-Mamâlîk yaitu masa yang dimulai dari berakhirnya daulah al-Ayyûbiyyîn (648H) dan berakhir pada awal kemenangan Turki

‘Utsmaniyah (923 H).[3]

Burhanuddin Al-Biqa’i adalah seorang ulama yang produktif. Di samping menulis tentang tafsir, beliau juga menulis tentang berbagai macam bidang ilmu seperti filsafat, fiqih, ushul fiqih, qira’ah, bahasa, dan sebagainya. Di antara karya beliau adalah: 

1.  Nazhm Ad-Duror Fî Tanâsub Al-Âyât Wa As-Suwar. Kitab ini diterbitkan oleh tiga penerbit; Dairât Al-Ma’ârif Al-Utsmâniyah India sebanyak 22 jilid, Dâr Al-Kitâb AlIslâmi kairo sebanyak 22 jilid dan Dâr AlKutub Al-‘Ilmiyyah Libanon sebanyak 8 jilid. 

2.  Mashâid An-Nazhar li Al-Asyrâf ‘Alâ Maqâshid As-Suwar diterbitkan oleh Maktabah Dâr AlMa’ârif di Riyadh

3.  ‘Unwân Al-Zamân Fî Tarâjum Al-Syuyûkh wa Al-Aqrân. Kitab ini masih berupa manuskrip di salah satu perpustakaan di Turki. 

4.  Aswâq Al-Asywâq. Karya ini beliau tulis sebanyak 280 halaman dan masih berupa manuskrip di perpustakaan umum Rubbaht. 

5.  Al-Ibâhah fî Syarh Al-Bâhah. Yaitu nazham (bait) dalam bidang perhitungan sebanyak 200 halaman. Beliau menulisnya pada tahun 827 H ketika berusia 18 tahun dan sekarang masih menjadi manuskrip di perpustakaan Mesir. 

6.  Jawâhir Al-Bihâr fi Nazhm Sîrot AlMukhtâr. Berupa manuskrip di Dâr AlMishriyyah sebanyak 38 halaman.

7.  Badzl An-Nushh Wa Asy-Syafaqah li AtTa’rîf Bi Shahbah yang masih menjadi manuskrip Al-

Qaul Al-Mufîd Fi ‘Ilm AtTajwîd. Tersimpan sebagai manuskrip di sebuah perpustakaan di Riyadh.[4]

Latar Belakang Penulisan Tafsir

Tahapan yang beliau gunakan dalam penulisan tafsir ini adalah menyebutkan nama surat, hubungannya dengan surat sebelumnya serta hal-hal yang terkait dengannya. Kemudian menyebutkan kesesuaian topik yang terdapat di surat tersebut.[5] Dalam hal ini AlBiqa’i benarbenar menunjukkan keseriusannya; dan untuk mendukung penjelasan munasabah ini beliau banyak merujuk kepada kitab Al-Bâb Al-Muqfal karya Al-Haralli.7 Setelah itu Al-Biqa’i menyebutkan beberapa riwayat yang disertai dengan kritik sanad, untuk memastikan apakah riwayat itu shahih atau tidak. 

Beliau juga menyebutkan alasannya ketika menentukan kata dan bahasa yang terdapat di dalam ayat tersebut dengan disertai penakwilan dan komentar. Bahkan, beliau juga menunjukkan makna-makna yang tersirat di balik ayat yang tersurat dengan mendasarkannya kepada ulama— lama yang dikenal memiliki otoritas tentang hal itu.8 Sedangkan untuk ayat-ayat hukum, beliau mendasarkannya pada madzhab Syafi’i tanpa adanya ta’ashub dan disertai dengan penjelasan secukupnya.[6] 

Di dalam kitab tafsirnya, Burhanuddin Al-Biqa’i ini sumber penafsirannya lebih berdasarkan akal (ra’yu), sehingga dalam menguraikan ayat banyak penjelasan dari pendapatnya sendiri. Dengan demikian, kitab Nazhm Ad-Duror Fî Tanâsub Al-Âyât Wa As-Suwar ini termasuk kategori tafsir bi ar-ra’yi.[7]

Metode dan Corak Penafsiran

Dalam metode penafsiran, Imam AlBiqa’i menggunakan metode tahlili dalam menguraikan buah pemikirannya dalam rangka menjelaskan maksud-maksud Al-Qur’an.[8] Tafsir tahlili adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayatayat Al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti runtutan ayat sebagaimana yang telah tersusun di dalam mushaf. Penafsir memulai uraiannya dengan mengemukakan kosakata diikuti dengan penjelasan men genai arti global ayat, korelasi ayat-ayat serta menjelaskan hubungan maksud ayat tersebut satu sama lain.12

Penafsir juga membahas mengenai asbâb an-nuzûl dan dalil-dalil yang berasal dari nabi, sahabat, dan tabi’in yang kadang-kadang bercampur dengan pendapat para mufassir yang dipengaruhi latar belakang pendidikan dalam menafsirkan Al-Qur’an.[9] Corak penafsiran Al-

Biqa’i di sini jika dalam menguraikan ayat lebih kepada pendekatan bahasa atau lughawi. Di mana penafsir menjelaskan makna kata dan kalimat yang terdapat dalam Al-Qur’an serta menjelaskan analisis dan pandangan kebahasaan yang disertai dengan bukti-bukti yang ada pada sya’ir-sya’ir Arab dan juga menjelaskan tentang leksikal dan gramatikal.[10]

Sumber Penafsiran

Sumber penafsiran Al Biqo’i ini lebih berdasarkan pada penggunaan akal (ro’yu), sehingga dalam menguraikan ayat banyak dari pendapatnya sendiri. Dengan demikian, kitab tafsir Al Biqo’i ini termasuk kategori tafsir bil ra’yi[11]

Seperti ketika ia menafsirkan kata langit (istiwa). Beliau menafsirkan kata itu bukan bukanlah langit secara dhohir, tetapi sebagai simbol terhadap ketinggian dan kemuliaan. Al

Biqo’i mengatakan bahwa lafadz istiwa lebih berhak difahami dengan makna batinnya dari pada makna dhohirnya.

 

Contoh Penafsiran

لَذِينَ كَفرُوا وَصَّدوُا عَنْ سَبيل اللََِّّ أضََ ََل أعَْمَالهمْ )١(فَقَ الَ  سْبْحَانهَُ وتعالى: ]ألذّْ  كفرُؤا[ أي سَترَُا أنَوارَ الْْدلةِ فضلوُّا عَلىَ عِلْم  ]وَصَدوُّا( أي  إِمْتنَعَوُا بأنْفْسِهِمْ وَمَنعْ وا غَيْرَهُمْ لِعَرَاقتَهِمْ في الكفر )عَنْ سَبيل الله[ أي الطَرْيقُ الرُّحْب الْمُسْمتقِيمُ الذَِّيْ شرَعَهُ الْمَلِكُ الْْعَْظَمُ )أضل( أي أبَْطَلَ إبْطالاً عَظِيْماً يزيل الْعيَْنَ وَالْْثَرَ) أعَمالهم ( التي هي أرَواحهم الْمعنويةُ هي كل شَيْء

 يَقصِدوُْن به نفع أنْفسِهمْ مِن جَلْبِ نفع أو دفع ضر بغَد أنَْ وَفرََ سَيىٔاتهِم وَأفَْسَدَ بَالهمْ 

Makna kata كَفرُوا  secara leksikal adalah menutupi[12]. Al Biqo’i memperluas maknanya dengan mendasarkan pada konteks ayat, yaitu orang-orang yang menutupi dirinya dari Cahaya petunjuk. Akibatnya mereka tetap tersesat meskipun sebenarnya mereka mengetahui petunjuk Allah.[13]

 

Sistematika Penulisan

1.  Memperhatikan terlebih dahulu mengenai tujuan umum suatu surat.

2.  Melihat unsur-unsur yang terlibat dalam menggolongkan tujuan umum tersebut dengan memperhatikan dari kedekatan dan unsur-unsur tersebut.

3.  Mengaitkan ayat-ayat hukum dengan ayat lain sehingga terpenuhi syarat balaghah (kesempurnaan uraian). 

 Kitab Nadzm al-Durar fi Tanasub al-Ayatwa al-Suwar terdiri dari 8 juz atau jilid. Secara terperinci, dapat di jelaskan sebagai berikut :

a.   Juz 1 dari awal surat al-Fatihah sampai surat al-Baqarah halaman 1-568.

b.  Juz 2 dari awal surat Ali Imran sampai surat al-An’am halaman 1-760.

d. Juz 4 dari awal surat Yusuf sampai surat Maryam, halaman 1-567.

f.    Juz 6 dari awal surat al-Luqman sampai surat asy-Syura, halaman 1-663.

g.  Juz 7 dari awal surat al-Zuhruf sampai surat al-Jumu’ah, halaman 1-624.

h.  Juz 8 dari awal surat al-Taghabun sampai surat an-Nas, halaman 1-632.

Komentar Ulama’

1.      Para ahli menilai bahwa kitab tafsir al biqo’i ini merupakan ensiklopedia dalam bidang keserasian ayat-ayat dan surat-surat Al-Qur’an.

2.      Rif’at Al Fauzi Abdul Mutholib mengomentari dalam bukunya Amir Faisol bahwasanya

Al Biqo’i ini merupakan ulama yang sangat berjasa dalam kajian kesatuan al qur’an. Kitab tafsirnya merupakan bukti kepahlawanannya. Kitab ini membahas tentang hubungan ayat-ayat dan surat-surat dalam Al-Qur’an dengan indah. Detail pembahasanya seputar hubungan antara ayat-ayat dan surat-surat Al- Qur’an merupakan keistimewaan dalam tafsir Al Biqo’i.

3.      Haji Kholifah mengomentari bahwa kitab tafsir Al Biqo’i sungguh luar biasa. Sebelumnya tidak ada seorangpun yang menulis tentang kesatuan al quran sebaik al biqo’i. kitab tafsir ini mampu mengupas dan mengungkap rahasia-rahasia al qur’an. Uraianya sangat mudah dipahami.[14]

 

Kelebihan dan Kekurangan

A. Kelebihan

1.  Memperlihatkan muqodimah yang berdasarkan tujuan serta sudah bisa menjelaskan tafsirnya.

2.  Banyak mengemukakan Sejarah Islam.

3.  Terperinci dalam memaparkan segi balaghahnya.

4.  Penjelasan tafsirnya mudah membuat pembaca paham.

5.  Konsisten menjelaskan munasabah antar ayat dalam satu surah dari segi makna, sehingga makna ayat menjadi kesatuan yang utuh.

6.  Penjelasan munasabah ayat oleh al-Biqa’i bersifat runtut dan berkesinambungan antar ayat, dari ayat pertama hingga ayat terakhir.

B. Kekurangan

          Kekurangan kitab ini ada pada Bahasa nya yang terlalu kaku (Arab kuno)

Daftar Pustaka

Abd Basid, (2016) Munasabah Surah dalam Al-Qur’an (telaah atas Kitab Nadzm Al-Durar fi

Tanasub Al-Ayat Wa Al Suwar karya Burhan Al-din Al-Biqa’i ), (Skirpsi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya)

Al-Biqa’I, Burhanuddin. (1987). Mashâ’id An-Nazhar Lil Isyrâf ‘Alâ Maqâshid As-Suwar. Riyadh: Maktabah alMa’arif, cet-1, jld 1

Al-biqo’I, Burhan ad-Din, Nazm ad-Durar fi Tanasub al-Ayat wa as-Suwar, Jilid I, Cet, ke-2

Al-Farmawi. Abdul Hayy. (1994). Metode Tafsir Maudhu’i. Jakarta: PT. Raja Grafindo Jakarta

Az-Zirikli, Khairuddin. (2002). Al-A’lâm Qâmûs Tarâjim. Beirut: Dâr Al-‘Ilm Al-Malâyîn, cet13, jilid 1

F. Amir Faishol, (2010), The Unity of Al Qur’an, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, cet. Ke-2

Izmi, Husnul Hakim. (2013). Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir. Depok: Lingkar Studi Al-Qur’an, cet-1

M. Ahmad Warson, (1997) Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif

Setiawan. Said Ali. (2013). Munasabah Dalam Surat ArRahman; Studi Kritis Terhadap pemikiran Burhan Al-Din Al-Biqa’i dalam Kitab Nazhm Ad-Durar fî Tanâsun Al-Ayât wa As-Suwar. UIN Sunan Kalijaga

Sholah Abdul Fattah, tt, Ta’rîf ad-Dârisîn Bimanâhij alMufassirîn: Asyhur Al-Mufassirîn Bi ArRa’yi Al-Mahmud, (Damaskus: Dar Al-Qalam)



[1] Sholah Abdul Fattah, tt, Ta’rîf ad-Dârisîn Bimanâhij alMufassirîn: Asyhur Al-Mufassirîn Bi Ar-Ra’yi Al-Mahmud, (Damaskus: Dar Al-Qalam), Hlm. 448.

[2] Burhanuddin Al-Biqa’i. 1987. Mashâ’id An-Nazhar Lil Isyrâf ‘Alâ Maqâshid As-Suwar. Riyadh: Maktabah alMa’arif, cet-1, jld 1, hlm. 32. 3 Ibid.., hlm. 34

[3] Ibid.., hlm. 13.

[4] Khairuddin Az-Zirikli. 2002. Al-A’lâm Qâmûs Tarâjim. Beirut: Dâr Al-‘Ilm Al-Malâyîn, cet-13, jilid 1, hlm. 56.

[5] Husnul Hakim Imzi. 2013. Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir. Depok: Lingkar Studi Al-Qur’an, cet-1, hlm. 125. 7 Sholah Abdul Fattah, Ta’rîf Ad-Dârisîn .... Hlm. 126 8 Ibid.

[6] Ibid.,hlm. 129

[7] Abd. Basid. 2016. Munasabah Surat Dalam Al-Qur’an (Telaah Atas Kitab Nazhm Al-Durar Fi Tanasub Al-Ayat Wa

Al-Suwar; Karya Burhan Al-Din Al-Biqa’i. Surabaya: UIN Sunan Ampel, hlm. 68

[8] Said Ali Setiawan. 2013. Munasabah Dalam Surat ArRahman; Studi Kritis Terhadap pemikiran Burhan Al-Din AlBiqa’i dalam Kitab Nazhm Ad-Durar fî Tanâsun Al-Ayât wa As-Suwar. UIN Sunan Kalijaga, hal. 25 12 Abdul Hayy Al-Farmawi. 1994. Metode Tafsir Maudhu’i. Jakarta: PT. Raja Grafindo Jakarta, hal.12.

[9] Ibid

[10] Sholah Abdul Fattah, Ta’rîf Ad-Dârisîn .... Hlm. 40

[11] Abd Basid, Munasabah Surah dalam Al-Qur’an (telaah atas Kitab Nadzm Al-Durar fi Tanasub Al-Ayat Wa Al Suwar karya Burhan Al-din Al-Biqa’i ), (Skirpsi, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016), hlm 6869

[12] Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997, h 1217

[13] Burhan ad-Din al-Biqo’I, Nazm ad-Durar fi Tanasub al-Ayat wa as-Suwar, Jilid I, Cet, ke-2 h. 195

[14] Amir Faishol Fath, The Unity of Al Qur’an, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), cet. Ke-2, h. 169 

Posting Komentar

0 Komentar