MALAPETAKA DAN DAMPAKNYA


 Pendahuluan 

Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam umat Islam meyakini bahwa Al-Quran merupakan puncak dan penutup wahyu Allah kepada umat manusia, dan salah satu rukun iman, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW,

melalui malaikat Jibril dan merupakan wahyu pertama yang diterima Nabi SAW. Al-Quran mempunyai banyak fungsi yang selalu sesuai dengan fenomena kehidupan, inilah salah satu mukjizat Al-Quran, Al-Quran diturunkan tidak sekaligus melainkan sedikit demi sedikit, juga tidak dalam banyak ayat atau langsung dalam surat. 

Bencana merupakan bagian dari taqdir yang akan menimpa makhluk ciptaan  Allah, hal itu terjadi atas izin-Nya dan dicatat dalam lauh al-mahfudz (QS.al-Hadid: 2). Bencana ini dapat berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, nyawa dan buah-buahan (QS.al-Baqarah: 155). Bagi orang-orang yang bersabar menghadapi musibah yang menimpanya, maka akan mendatangkan keberkahan, rahmat dan hidayah dari Allah (QS.al-Baqarah: 157). Dalam muhasabah atas apa yang telah terjadi, maka manusia  akan menyadari bahwa musibah yang menimpa mereka adalah akibat ulah mereka sendiri (QS.Ali Imran : 165 dan QS.al-Shura : 30), oleh karena itu diharapkan akan menyesal atas apa yang telah terjadi (QS.al-Nisa': 62). 

Ujian adalah sebuah keniscayaan hidup.  Ada dua jenis ujian yang  Allah berikan kepada hamba-Nya. Pertama, ujian  khusus diberikan kepada para nabi dan rasul. Semakin tinggi  keimanan  seseorang, maka  semakin berat pula ujian yang diberikan Allah kepadanya. Kedua, ujian yang berlaku untuk umum dan diberikan kepada seluruh manusia. Ujian pada kategori jenis kedua ini cenderung  lebih ringan, sehingga Allah menugaskannya tidak hanya  kepada para nabi dan rasul saja, tetapi kepada seluruh umat manusia, baik yang beriman maupun yang  tidak beriman .Namun ada satu hal yang sangat penting untuk mengetahui bahwa Allah hanya akan memberikan ujian  sesuai dengan kemampuan hamba-Nya. 

  

Ibnu Al-Jauzi (w 597 H) berkata:  “Seandainya dunia bukan medan musibah, maka tidak akan ada penyebaran penyakit dan penderitaan,  tidak  akan pernah ada kepedihan yang menimpa para nabi dan orang-orang pilihan.’’ Nabi Adam A.S. Allah uji dengan dikeluarkannya dari surga. nabi Nuh A.S. bersama umatnya diuji dengan banjir, nabi Ibrahim A.S. diuji dengan dibakardi dalam api dan penyembelihan putranya. 

Dalam hidup, kita tidak lepas dari cobaan dan penderitaan yang harus kita jalani dan hadapi dengan ikhlas. Ujian ini sendiri merupakan suatu berkah, karena dengan mengetahuinya kita dapat mempersiapkan diri  menghadapi berbagai kenyataan hidup. Ujian diperlukan untuk meningkatkan tingkat ujian itu sendiri, dan hal-hal buruk tidak dapat dihadapi. 

 

Pengertian Malapetaka 

Dalam bahasa Indonesia “Malapetaka” diartikan sebagai musibah atau bencana.  Term yang menunjuk pada malapetaka diantaranya yaitu bala’.kata Bala’  memiliki arti menguji atau memberikan cobaan. Pada perkembangan selanjutnya. kata bala’  diartikan sebagai ujian yang dapat menampakkan keimanan seseorang, digunakan untuk menggambarkan ujian berupa kebaikan ataupun keburukan.  

Ar Ragib al Asfahani mengatakan bala’ ialah pemberian Allah swt kepada hambahambanya berupa ujian. Pemberian tersebut adakalanya untuk disyukuri dan adakalanya untuk disabarkan. Hal ini karena, terkadang Allah swt memberikan bala’ berupa nikmat dan musibah. Maka ketika memperoleh nikmat harus disyukuri, dan bersabar ketika mendapat musibah. Tidak berbeda jauh dengan Ar Ragib, Imam Ar Razi dalam kitab Mukhtar as Shihah menjelaskan bahwasannya bala’ digunakan untuk menggambarkan ujian, baik atau buruk yang datangnya mutlak dari Allah swt.   

Malapetaka (bala’) di dalam Al Qur’an 

  

 Bala’ berupa ujian yang menjadi keniscayaan hidup manusia juga dapat berupa dalam bentuk keburukan maupun kebaikan, bisa menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan maupun yang menyenangkan bagi manusia. Dalam QS. Al Baqoroh: 155, Allah swt berfirman : 

وَلَنبَْلوَُنكَُّمْ بِشَيْءٍ  مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوْعِ وَنقَْصٍ  مِنَ الْْمَْوَالِ وَالَْْنْفسُِ وَالثمََّرٰ ِۗتِ 

 وَبَ شِرِ الصّٰبرِِيْ نَ

Yang artinya “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sakit, ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang bersabar.” (QS. Al Baqoroh:155) 

 Seperti yang telah diketahui bahwa bala’, itu identik dengan keburukan. Ia lebih identic dengan cobaan dan ujian. Tidak seorangpun mengatakan bahwa ujian itu buruk, ujian buruk itu dipandang oleh orang-orang yang tidak sanggup menahan ujian untuk sampai kepada puncak kesuksesan. Bagi orang yang bersungguh-sungguh tentu ujian ini merupakan suatu kebaikan. Seperti yang difirmankan Allah swt didalam QS. Al Baqoroh ayat 155 pada lafal  ( وَلَنَبْلوَُنَّكُمْ

) yang artinya akan kami uji kamu . maksudnya yaitubkami akan memberikan kepada kamu ujian untuk dapat menyeleksi siapa yang konsisten dalam aqidah islam. 

  Ujian yang pertama yaitu (  الْخَوْفِ ) rasa takut.  Takut adalah kegoncangan jiwa yang 

timbul akibat adanya suatu bahaya. Rasa takut adalah sesuatu yang tidak perlu dipikirkan. Jika manusia menyerah kepada ketakutan tentu manusia tidak akan sanggup menghadapinya dengan kekuatan dan ia butuh ketenangan untuk memusatkan kekuatan agar sanggup menghilangkan ketakutan. Hal-hal yang dapat mencegah rasa takut adalah jangan hidup dalam kegelisahan sebelum datang musibah itu. Ketika manusia sanggup untuk menghadapi masalah sesulit apapun, maka manusia akan hidup dalam ujian dengan rasa sabar dan tabah. Manusia harus menyikapi rasa takut dengan penuh sabar untuk menyempurnakan kekuatan yang dapat melindunginya dari kerusakan. Jika manusia melakukan hal itu maka ia telah dianggap berhasil dalam menghadapi ujian. 

 Selanjutnya yaitu ujian berupa (  وَالْجُوْعِ) lapar, lapar adalah dorongan yang kuat untuk untuk makan dan sangat penting untuk kesinambungan hidup. Cobaan lapar adalah sabar terhadap kebutuhan makanan yang menjadi penopang hidup. Makan sebagai bahan bakar dalam gerak. Satu prinsip muslim tentang makan bahwa hidup ini bukan untuk makan tetapi makan untuk hidup. 

Allah swt mensyariatkan puasa, agar kita sabar dalam atas sakitnya lapar.  

  Selanjutnya yaitu ujian berupa ( وَنقَْصٍ  مِنَ الَْْمْوَالِ) kekurangan pada harta. 

Penyebabnya adalah mukmin sibuk dalam menjalankan dakwah, sebagian mereka tidak sempat untuk melakukan aktifitas bertani. Dalam kondisi seperti ini mereka harus berjuang menghadapi musuh. Demikian juga mereka yang berperang nebghadapu kekurangan hasil pertanian, krisis ekonomi, serta menggunakan harta dam kekayaan sebaik-baiknya. Namun sebagian yang lain ada yang tidak sanggup, karena mereka terbiasa hidup dalam kemakmuran dan kebahagian. Mereka disebut orang-orang yang tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi perubahan zaman. 

 Dengan demikian dari ayat tersebut Allah swt memberikan beberapa macam musibah yang menimpa manusia didunia seperti rasa takut, rasa lapar, kekurangan harta, bahwa dengan musibahmusibah tersebut Allah  swt ingin menerangkan  hikmah dan bertujuan untuk memperkokoh iman dan sikap manusia dalam menjalankan kehidupannya. 

 Jika ayat tersebut menerangkan aneka bala’ atau ujian yang berupa tidak menyenangkan, maka ada juga ujian yang menyenangkan. Dalam QS. Al Anfal : 17, Allah swt berfirman : 

فَلَمْ تقَْتلُوُْهُمْ وَلٰكِنَّ هاللَّٰ قَتلََهُمْْۖ وَمَا رَمَيْتَ اذِْ رَمَيْتَ وَلٰكِنَّ هاللَّٰ رَمٰىۚ وَلِيبُْلِيَ الْمُ ؤْمِنيِْنَ مِنْهُ  بَلََۤءً حَسَنً  ا اِنَّ هاللَّٰ سَمِيْعٌ عَلِيْ مٌ

 

 

Yang artinya : “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allahlah yang melempar. ( Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberikan kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik, Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (QS. Al Anfal : 17) 

 Pada ayat tersebut, kemenangan umat Islam pada saat perang Badar disebut sebagai bala’an hasanan atau ujian berupa kebaikan atau anugerah. Kemenangan umat islam atas kaum kafir Quraisy dalam perang badar menjadi ujian bagi umat Islam.  keikhlasan para sahabat rosululloh saw dalam berjihad dijalan Allah swt diuji dengan harta dunia. Perselisihan yang terjadi antara sahabat rosululloh saw tentang pembagian harta rampasan perang yang merupakan ujian yang pada akhirnya tunduk dan patuh terhadap ketaatan atas Allah swt dan rosulnya.  

Sebab-sebab Malapetaka (bala’) 

 Penulusuran sebab terjadinya bala’ secara kausalitas ( hukum sebab akibat ) memang diperlukan, sehingga manusia dapat mengantisipasinya bila kejadian itu terulang. Namun. Bala’ tersebut tidak boleh disikapi sebatas peristiwa alam biasa (sunnatulloh), akan tetapi boleh jadi akibat dari dosa-dosa manusia, atau karena menentang para Nabi dan Rosul Allah. Sebab-sebab malapetaka (bala’) terbagi menjadi dua yaitu : 

1. Bala’ terjadi atas izin dan kehendak Allah 

telah dijelaskan bahwa tidak semua bala’ yang menimpa manusia diatas bumi,seperti : kekeringan, longsor, banjir, gempa bumi, gelombang tsunami, paceklik; dan terhadap diri sendiri seperti penyakit, kemiskinan, kematian, dan lain-lain; melainkan telah ditetapkan Allah di Lauh Mahfuz, atau ilmu Allah yang telah meliputi segala sesuatu, sebelum terjadinya ujian tersebut. Oleh karena itu, salah satu hakikat iman kepada Allah adalah mengembalikan segala sesuatu yang terjadi didunia ini, baik berupa ujian atau yang lainnya, sekaligus meyakinkan bahwa segala yang menimpa sesorang, baik itu ositif maupun negative, baik atau buruk, adalah terjadi atas izin Allah semata, yang merupakan hakikat dimana iman tidak ada dan sempurna bila tidak di barengi dengan ujian atau cobaan-cobaan dalam hidup. 

Adanya izin Allah bagi terjadinya sesuatu itu tidak otomatis menandai restu dan ridha-Nya. Karena itu, izin-Nya  ada yang bersifat syar’I, dalam arti direstui atau diperbolehkannya atau dilakukan tanpa sanksi apapun, ada juga yang bersifat takwini 

  

dalam arti Allah tidak menghalangi terjadinya, karena itu, merupakan bagian dari sistem yang diberlakukanNya nagi semua pihak. Atas dasasr itu pula bisa jadi bala’ atau malapetaka yang menimpa seseorang tentu saja diizinkanNya, tetapi tidak direstuiNya. 

Bisa juga ada malapetaka yang menimpa yang dituntut oleh-Nya untuk dibendung dan diatasi seperti “kezaliman yang menimpa.” Itu adalah atas izinnya melalui sitem yang telah ditetapkan (sunnatulloh). 

 

2. Bala’ terjadi akibat dosa dan manusia  

Al Qur’an mengemukakan bahwa selain faktor alam, bala’ juga dapat terjadi karena ulah manusia yang diakibatkan oleh akumulasi perbuatan dosa, baik secara orang per orang maupun secara kolektif. 

Dosa dan pelanggaran  manusia dapat menimbulkan keresahan dan ketidakseimbangan di darat dan di laut. Ketidakseimbangan di darat dan  laut, , menyebabkan penderitaan manusia. Faktanya, semakin besar kerusakan lingkungan, semakin besar pula dampak negatifnya terhadap manusia. Semakin banyak dan beragam dosa manusia, maka semakin besar pula  kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Sifat ini merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal, apalagi saat ini.Bahkan mungkin saja kehancuran-kerusakan tersebut disembunyikan oleh manusia, namun kita harus yakin bahwa suatu saat nanti, dengan kekuasaan-Nya dan untuk tujuan mendidik manusia setelahnya, Allah akan menampakkan di atas permukaan  yang  telah dilakukan oleh  manusia yang tidak  bertanggung jawab  dan juga akan mampu menyerang  penyerang secara langsung  dan  jauh lebih kuat. 

 

Usaha-usaha Penanggulangan Musibah (al-bala’) 

Pentingnya mengetahui upaya pencegahan dan pengendalian bencana dari sudut pandang Al-Quran. Usaha-usaha yang telah ditunjukkan oleh Al-Quran sebagai berikut: 

 Doa dan Istigfar ⚫وَظَنَّ داَودُ انََّمَا فَتنَهُّٰ فَاسْتغَْفرََ رَبَّه وَخَرَّ رَاكِعًا وَّانََابَ ۩فَغَفرَْنَا لَهذٰلِ ِۗكَ وَانَِّ لهَ عِنْدنََا لزَُلْفٰى وَحُسْنَ مَاٰبٍ  

Artinya: Dan Daud menduga bahwa Kami semata-mata hanya mengujinya, maka dia pun memohon ampun dari Tuhannya dan dia tersungkur jatuh serta bertaubat. Maka Kami ampuni. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi 

Kami dan tempat kembali yang baik. (QS Shad [38]:24-25). 

Menurut M. Quraish Shihab (1944- M), doa pada mulanya berarti permintaan yang ditujukan kepada siapa yang dinilai oleh si peminta mempunyai kedudukan dan kemampuan yang melebihi kedudukan dan kemampuannya. Sedangkan doa dalam istilah agamawan adalah permohonan hamba kepada Tuhan agar memperoleh anugerah pemeliharaan dan pertolongan, baik buat si pemohon maupun pihak lain. Permohonan tersebut harus lahir dari lubuk hati yang terdalam disertai dengan ketundukan dan pengagungan kepada-Nya.  

Zikir dapat diartikan "menyebut atau mengingat". Zikr-Allah berarti menyebut atau mengingat Allah. Apabila seseorang mengingat atau menyebut sesuatu, maka hal tersebut berarti bahwa orang tersebut menyadari yang disebut atau yang diingatnya. Zikir dalam Islam adalah kesadaran terhadap sesuatu yang disebut atau diingat. Menyebut atau mengingat sesuatu tanpa kesadaran, bukan zikir. Dalam pada itu, zikir-Allah juga berarti sebagai keadaan manusia akan hubungannya dengan Sang Khalik, yakni Allah swt. Sementara keadaan akan hubungan manusia dengan Khaliknya sulit diukur, kecuali efeknya terlihat pada sikap dan perilaku manusia. 

Sedangkan kata istigfar diambil dari akar kata dengan huruf-huruf g, f, r, yang berarti "menutup."  Mengucapkan astagfirullah, berarti manusia memohon kiranya Allah menutupi kesalahan dan aibnya, karena Allah memperkenalkan diri-Nya, antara lain, sebagai gaffar. Dari akar kata itu terbentuk istigfar (verbal-noun) yang berarti "memohon magfirah," yakni perlindungan, pertolongan, dan keampunan. 

Fungsi istigfar tersebut tidak hanya sebagai permohonan agar dosa-dosa yang telah dilakukannya diampuni oleh-Nya, akan tetapi juga bermakna permohonan perlindungan kepada-Nya agar senantiasa dapat mencegah diri mereka dari melakukan dosa-dosa besar, memohon agar mereka terhindar dari bahaya-bahaya 

  

akibat dosa-dosa yang diperbuat orang lain, termasuk memohon ampun dari dosadosa kecil yang senantiasa mereka lakukan, serta memohon perlindungan agar tidak lagi terjatuh ke dalam dosadosa kecil itu. Ini, pada umumnya, dilakukan oleh para wali Allah. Paling tidak, istigfar merupakan bagian dari zikir kepada Tuhan semesta alam. 

Di kalangan para nabi dan rasul Allah, istigfar mereka berfungsi sebagai permohonan perlindungan dan pertolongan Tuhan agar mereka senantiasa terhindar dari melakukan dosa-dosa apa pun, serta berfungsi untuk meningkatkan martabat mereka dari posisis terpuji ke posisi lebih terpuji dan seterusnya hingga mereka mencapai puncak atau maqam yang paling terpuji di sisi Tuhan mereka.  

 

Perang terhadap dosa dan kedurhakaan  

Agar al-bala' yang menimpa manusia dapat tercegah, diperlukan adanya usaha lebih lanjut dalam pencegahan dan penanggulangannya. Usaha-usaha dimaksud, setelah doa dan banyak beristigfar, adalah perang terhadap pelaku dosa dan kemaksiatan secara intensif, terencana, dan berkesinambungan, yang seyogianya dilakukan bersama-sama dengan pemerintah, ulama, dan rakyat banyak. 

Dosa dalam perspektif Islam mengacu kepada perbuatan-perbuatan jahat atau buruk, yang dilakukan dengan sadar dan tanpa paksaan; juga mengacu kepada akibat jahat atau buruk yang dihasilkan oleh perbuatan tersebut. Ia dibicarakan dalam fikih, teologi, dan tasawuf.  Akibat buruk atau jahat dari dosa-dosa tersebut, akan dirasakan oleh pelakunya. Bila di dunia ini, pelakunya belum merasakan akibat buruk atau jahat dari perbuatan dosa itu, niscaya kelak di akhirat akan dirasakan sebagai sesuatu yang membuatnya memderita. 

Pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi. 

Usaha-usah dalam penanggulangan al-bala' juga dapat dilakukan melalui teknologi informasi dan media massa yang diisyaratkan dalam QS Muhammad [47]:31. Teknologi Informasi telah melanda dunia modern, sehingga 

  

sungguh tepat jika era ini dinamai era informasi. Dalam kondisi semacam itu, manusia dapat mengalami kebimbangan, bila tidak pandai memilih dan memilah informasi yang disuguhkan kepadanya. Dalam era ini, tidak jarang fitnah disuguhkan sebagai kebenaran, maksiat dikemas dalam hiburan, serta keburukan manusia menjadi siaran. Di sinilah perlunya manusia dalam era mutakhkhir ini untuk kembali kepada al-Qur'an dan sunnah demi memperoleh tuntunan, karena keduanya berfungsi memberi tuntunan kepada manusia dalam segala era,10 terutama karena media memiliki pengaruh secara signifikan terhadap realitas sosial dalam memberikan informasi. 

Al Qur’an memberikan tuntunan terkait informasi pada tiga aspek yaitu : 

1. Kandungan informasi  

Kandungan informasi harus menghasilkan manfaat, bukan sekedar manfaat dalam arti memberi informasi, tetapi makna yang dikandungnya pun harus memberi manfaat bagi yang mendengarnya. 2. Pemberi informasi 

Pemberi informasi atau yang dikenal sebagai “informan”. penjelasan sebelumnya telah menekankan bahwa Al Qur’an menghendaki agar informasi yang apapun bentuknya, mengandung ide yang benar, bermanfaat, dan dapat diterima oleh sasaran. Untuk  itu, Al Qur’an memberikan perhatian besar bagi pribadi informan, ide yang disampaikan, serta cara-cara penyampaiannya. 

3. Penerima informasi 

Prinsip dasar seorang muslim yang baik harus pandai memilah dan memilih informasi yang didengarnya. 

 

Dampak malapetaka “bala’” bagi manusia 

 Sebagai keniscayaan Allah swt bagi semua orang, maka bala’ akan menimbulkan berbagai dampak dan pengaruh positif, meskipun memerlukan perjuangan yang berat. Akibat baik itu tidak saja akan mengenai diri orang mukmin, tetapi juga berdampak positif terhadap orang lain, bahkan terhadap lingkungan alam pada umunya.  

  

10 Secercah Cahaya, op. cit., h.246-247 

 Bala’ turun, bukan karena Allah swt marah atau murka, tetapi hanya sebagai salah satu cara Tuhan mendidik manusia untuk hidup di dunia melalui ujian tersebut. Kemudian diakhirat diberi pembalasan yang sesuai dengan ujian tersebut. Pengabaian terhadap kehidupan dunia berarti lupa terhadap tujuan penciptaan manusia. Dengan demikian hilangnya kesabaran manusia pada saat datangnya ujian merupakan kerugian besar bagi manusia. Oleh karena itu dibalik bala’ yang mengenai manusia, terdapat pelajaran dan hikmah, serta menimbulkan dampak baik dan pengaruh positif. Dampak-dampak tersebut tidak terbatas hanya pada orang-orang mukmin tetapi juga non mukmin. Dampak yang dimaksud dapat dilihat dari berbagai aspek diantaranya : a. Aspek akidah (keyakinan) 

Bala’  sebagai bukti akan adanya hari akhirat termasuk bagaian dari kajian akidah. Akidah adalah sesuatu yang harus diketahui dan diyakini. Akidah adalah unsur yang esensial dalam islam, yang meliputi segala hal yang berkaitan dengan kepercayaan (keimanan) dan keyakinan seorang muslim. Dalam Al Qur’an akidah disebut dengan istilah iman.  

Dampak bala’ dari aspek akidah (keyakinan) dapat terlihat dalam beberapa hal diantaranya: 

1. Bala’ sebagai isyarat akan kepastian datang dan terjadinya hari kiamat. 

Salah satu dampak bala’ yang ada dikehidupan manusia didunia adalah untuk mengingatkan dan meyakinkan manusia akan kepastian datangnya dan terjadinya hari kiamat. Masa hidup didunia adalah masa-masa pengujian, sekaligus menjadi bukti akan adanya suatu masa atau periode dimana seluruh amal-amal manusia dibalas dengan seadil-adilnya dan sesempurna- sempurnanya. 

2. Bala’ menjadi bukti bahwa kematian bisa menyergap manusia kapan dan dimana saja 

Dalam hal kematian, Allah memperlakukan semua orang sama, yakni semua meninggal berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkannya. Manusia yakin bahwa usia berada ditangan Tuhan. Akan tetapi senua usaha akan tetap berhasil jika direstui oleh Allah, dalam arti sesuai dengan sunnatulloh. Apapun usaha manusia selama sejalan dengan sunnatulloh pasti akan berubah termasuk usaha memperpanjang umur.akan tetapi perlu di ingat bahwa kematian adalah sesuatu yang pasti datangnya, bisa jadi kematian datang melalui bala’ dalam bentuk bencana, gempa bumi, gelombang tsunami, atau kebakaran. Ada juga yang 

  

kematiannya datang pada saat bertaat, seperti: sholat, puasa, menunaikan ibadah haji, bersedakah, menolong oang lain dan ibadah lainnya. Ada  juga yang meninggal pada saat maksiat, judi, mabuk dan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa kematian bisa datang kpan saja dan dimana saja. 

3. Bala’ merupakan pelajaran penting tentang keimanan kepada takdir Allah. 

Bala’ berupa bencana alam merupakan sesuatu yang terjadi karena adanya takdir dan izin Allah. Manusia harus memahami bahwa yang mengatur alam semesta adalah Allah. Sebagai seorang muslim, seharusnya dapat menerima takdir dengan rela. Tidak ada yang bisa memberi manfaat, atau menimpakan bahaya kecuali atas izinNya. Jika yang datang baik maka bersyukur, jika yang datang buruk maka harus bersabar. 

4. Bala’ menyadarkan bahwa segala sesuatu adalah milik allah dan akan kembali kepadaNya. 

Segala nikmat yang ada pada manusia, pada hakekatnya datang dari Allag. Oleh karena itu, manusia ketika ditimpa suatu bala’. Maka hendaknya mengucapkan kalimat istrja’ yakni  inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.  

b. Aspek ketakwaan 

 Allah memerintahkan manusia untuk bersabar dan tetap bertakwa  ketika bala’ datang menimpanya. Dalam menghadapi segala bala’ , orang-orang mukmin tetap harus menahan diri atas segala dorongan berbuat dosabahkan dibarengi dengan usaha sungguh-sungguh mencari solusinya dengan niat karena Allah, serta optimis dengan melakukan amal saleh (ketakwaan) sesuai petunjuk Allah.esensi takwa bila dikaitkan dengan konsepsi bala’  dalam Al Qur’an, maka dampaknya dari aspek ketakwaan sebagai berikut : 

1. Mengingatkan manusia agar takut kepada siksaan Allah. 

  Allah berpesan bahwa disamping kamu berkewajiban memenuhi panggilan Allah dan rasulNya, juga hindarilah datangnya siksa. Allah yang maha adil dan bijaksana tidak akan mau mencabut suatu kenikmatan, kemudian menurunkan bala’ kepada suatu kaum, kecuali karena kedurhakaan mereka kepada alah, mengkufuri nikmat-nikmatNya, melanggar perintah-perintahNya, serta berbuat kemusyrikan dan jauh dari tauhid kepadaNya. 

2. Bala’  mengajaknya yang tidak mengalaminya yntuk bersikap hati-hati. 

  Manusia yang tidak tertimpa secara langsung oleh bala’ berupa bencana hendaknya berhati-hati, jangan sampai pesan bala’ ditujukan kepada kalian. Janji Allah terkait keberkahan dan kesejahteraan akan dibrikan kepada penduduk negeri yang beriman, mengikuti kebaikan yang dibawa Rosululloh saw. dan bertakwa dengan menunaikan ketaatan serta meninggalkan yang diharamkan. Merekalah yang seharusnya merasa aman dan tenang. Keyakinan terhadap janji Allah menjamin rasa aman dan ketenangan. Namun sebaliknya, justeru orang-orang yang tidak beriman dan para pendosa menjalani hidup ini hanya dengan kesenangankesenangan yang melengahkan, serta merasa tidak punya beban terhadap kemungkinan datangnya azab akibat perbuatan mereka. 

3. Bala’ mendorong manusia untuk melakukan introspeksi diri dan meninggalkan maksiat. 

Menurut istilah syar'i, maksiat adalah meninggalkan perintah Allah dan rasul-Nya, baik berupa perkataan, perbuatan, atau tujuan-tujuan yang lahir maupun yang batin yang melanggar aturan-aturan Allah dan Rasul-Nya mengenai pembagian kewarisan akan diancam dengan siksa dan azab yang menghinakan, Allah menyebutkan dua macam sanksi, yaitu memasukkan ke dalam neraka dalam keadaan kekal dan siksa yang pedih. Tentu saja neraka pun merupakan siksa yang pedih.  

4. bala' memotivasi manusia agar segera bertaubat dari dosa. 

  bala' dalam bentuk bencana demi bencana akan mengingatkan manusia terhadap dosa-dosa mereka. bala' seperti ini merupakan teguran Tuhan agar manusia kembali kepadaNya. Taubat adalah dasar dari segala amal saleh. Taubat juga merupakan modal bagi orangorang yang beruntung, titik tolak bagi orang-orang yang mencari ridha Allah, kunci istiqamah bagi orang-orang yang condong kepada Allah, dan awal pilihan bagi orang-orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada-Nya. 

c. Aspek kezuhudan terhadap dunia. 

 Dalam kajian tasawuf, kata "zuhud" biasanya dikaitkan dengan dunia (yang meliputi kesenangan materi atau fisik, harta, pangkat, anak, dan sebagainya). Zuhud terhadap dunia berarti "tidak mencintai dunia, tidak tertarik, tidak tergiur dan terlena oleh kesenangan duniawi,"  dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.Dampak bala' dari aspek kezuhudan terhadap kehidupan dunia dapat terlihat pada hal-hal berikut ini: 

1. Bala' memaklumkan bahwa dunia adalah tempat pengujian, bukan tempat pembalasan. 

  

  Bala' adalah bagian dari hidup manusia bahkan terkadang ia diturunkan oleh Allah seiring dengan keimanan sebagai alat ujiannya. Semakin tinggi iman seseorang semakin berat ujian yang diturunkan Allah kepadanya. Di balik setiap bala' yang datang, ada kebaikan bagi orang-orang yang beriman. Dengan bala' tersebut, Allah ingin meningkatkan derajat mereka. Bila dihadapi dengan sabar, termasuk dosa-dosa mereka terhapuskan. Karena itu, Allah menghibur manusia bahwa setiap kali hendak menganugerahkan rahmat-Nya kepada seseorang, terlebih dahulu akan diujinya, kendati pun di balik setiap ujian pasti ada kebahagiaan untuknya, bila ia adalah orang-orang beriman. 

2. Bala' menyadarkan manusia bahwa pahitnya dunia adalah manisnya akhirat, demikian sebaliknya.  

Dalam Islam, manusia diperingatkan agar bersungguh-sungguh menghadapi hidup dengan mempersiapkan bekal amal saleh sebanyak-banyaknya sebagai simbol pahitnya hidup di dunia (bala') menuju kepada kehidupan yang bahagia lagi kekal, yang disimbolkan sebagai "manisnya akhirat." Jangan sebaliknya, dewasa ini kebanyakan orang lebih mementingkan manis sesaat daripada manis selamalamanya. Mereka ini tidak sanggup merasakan pahit sesaat menuju manis yang abadi. Semua ini terjadi karena iman manusia modern semakin rapuh, sehingga kendali syahwat dan cinta dunialah yang mendominasi hidup mereka. 

3. Bala' mengisyaratkan bahwa dunia adalah alat untuk mencapai kehidupan sempurna di akhirat.  

Kehidupan dunia pada hakekatnya bersifat sementara dan hanya sebagai 

 tempat pengujian, bukan tempat pembalasan. Kekayaan yang berlimpah ternyata bila  Allah menghendaki, ia bisa hilang dalam sekejap. Karena itu, manusia yang sadar,  mencari kehidupan duniawi sekedar sebagai alat untuk mencapai kehidupan akhirat yang  kekal abadi. 

4. Bala' menyadarkan manusia bahwa cobaan yang besar adalah cobaan dalam hal agama.  

Bala’ dalam urusan agama merupakan ujian terberat di dunia maupun di akhirat. Di antara bala' dalam wujud bencana yang paling berat dalam hal agama adalah wafatnya Nabi Muhammad saw. Al-bala>' berupa kehilangan beliau, termasuk wafatnya para ulama sebagai pewaris Nabi saw., merupakan bencana paling besar dari segala bencana yang telah menimpa setiap muslim. Wafatnya beliau berarti terputusnya wahyu dari langit, hingga hari kiamat sekaligus berhentinya pula masa kenabian. Selain itu, terjerat dalam kemaksiatan, dosa, dan kemungkaran, seperti: meninggalkan salat, tidak mengeluarkan zakat, tidak puasa, dan tidak menunaikan haji padahal mampu, serta meninggalkan perintah-perintah Allah yang lain, misalnya jihad, adalah juga termasuk bala' dalam hal agama. 

5. Bala' adalah obat bagi penyakit hati dan mendorong banyak bersyukur.  

Salah satu dampak bala' dari aspek kezuhudan adalah mematikan sifat congkak, termasuk menumbuhkan sikap rendah hati dan mendorong lebih banyak mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Orang yang padanya diturunkan bala' hendaknya menyadari bahwa seandainya tidak pernah ada ujian dan cobaan dunia, tidak mustahil seorang hamba akan dijangkiti penyakit sombong, bangga, angkuh, dan keras hati. Penyakit hati, seperti congkak, merupakan salah satu faktor sehingga seseorang dapat terhalang masuk surga. 

 

Sikap terhadap musibah (al-bala’) 

Dalam al-Qur’an, ada beberapa usaha solusi yang dianjurkan untuk orang-orang yang terkena albala’, di antaranya: sabar, syukur, dan tawakkal. 

a. Sabar 

Sabar menghadapi segala bentuk al-bala>’ perintah agama, sementara kesabaran berakhir dengan keberkahan hidup yang sempurna, rahmat yang banyak, dan petunjuk baik dalam mengatasi kesulitan dan kesedihan maupun petunjuk menuju jalan kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Ujian atau cobaan bagi orang-orang yang beriman, menurut sejumlah mufasir, Seperti alAl-si’ (1207 H), adalah suatu keniscayaan, karena itu jiwa mereka dituntut agar siap menghadapinya, karena sesuatu yang tidak disenangi bila terjadi secara tiba-tiba menjadi lebih berat. Selain itu, menurut Muhammad Rasyid Rida’(1865 M), Allah mengajarkan orang-orang beriman dengan perantaraan ujian atau cobaan itu bahwa keimanan semata-mata tidak membawa kelapangan rezeki dan kekuatan, kekuasaan, hilangnya rasa takut dan kesedihan, namun hal demikian itu berjalan sesuai dengan sunnatullah pada ciptaan-Nya. Salah satu di antaranya adalah terjadinya musibah sesuai dengan sebab-sebabnya. 

b. Syukur  

Syukur atas Al-bala’ dalam bentuk kelapangan hidup adalah kewajiban agama Islam. AlImam al-Gazali (1111 M) melihat syukur sebagai salah satu maqam dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Di dalamnya terdapat tiga aspek, yang sifatnya berkelanjutan, yaitu: ilmu, hal, dan amal. Ilmu melahirkan hal, yang kemudian melahirkan amal. Ilmu dalam kaitan ini adalah mengetahui bahwa nikmat itu berasal dari si pemberi nikmat. Pengetahuan ini menimbulkan hal berupa kegembiraan. Selanjutnya, hal melahirkan amal, yakni menunaikan maksud nikmat. Aspek amal ini mendapat penekanan utama dalam rumusan ulama tentang syukur. Pengamalannya mencakup tiga macam, yaitu: syukur hati, lidah, dan perbuatan. Syukur dengan hati, artinya kepuasan batin atas anugerahnya; syukur dengan lidah, Artinya mengakui sebagai nikmat dari Allah dan memuji pemberi-Nya; syukur dengan perbuatan, artinya menggunakan nikmat yang diperoleh sesuai dengan tujuan penciptaan dan penganugerahannya.  

c. Tawakkal  

Seorang muslim boleh berusaha dalam batas-batas yang dibenarkan agama disertai dengan ambisi yang meluap-luap untuk meraih sesuatu, tetapi ketika ia gagal, tidak boleh meronta, atau berputusasa, serta melupakan anugerah Tuhan, yang selama ini ia telah peroleh. Ia dituntut agar menimbang dan memperhitungkan segala segi sebelum melangkahkan kaki. Akan tetapi bila pertimbangannya keliru, Maka ketika itu akan tampillah di hadapannya Allah yang dijadikannya sebagai wakil, sehingga ia tidak larut dalam kesedihan dan keputusasaan, karena ketika itu, Ia sungguh yakin bahwa “wakilnya” telah bertindak dengan bijaksana dan menetapkan untuknya pilihan yang terbaik. 

Sebagai suatu keniscayaan adanya dalam hidup setiap manusia, al-bala’ dengan aneka ragam bentuknya seyogianya diterima dengan sikap tawakkal, yakni Penyerahan sepenuh hati secara jujur kepada Allah setelah usaha maksimal manusiawi, demi meraih kemaslahatankemaslahatan, atau menolak bencana-bencana, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi. Penyerahan segala urusan Kepada-Nya sebagai salah satu bentuk realisasi keimanan bahwa tidak ada yang dapat memberi atau menahan, menimpakan atau menolak al-bala’ dengan berbagai bentuknya, kecuali hanya dengan pertolongan Allah. 

  

Kesimpulan  

Malapetaka atau bencana dapat terjadi pada siapa saja sebagai keniscayaan dari Allah SWT. Namun, Al-Quran memberikan pandangan yang positif terhadap ujian dan bencana tersebut, bahwa ujian dan bencana tersebut dapat menjadi kebaikan bagi orang yang bersungguh-sungguh dalam menghadapinya. Dalam menghadapi malapetaka, Al-Quran menekankan pentingnya manusia untuk selalu bersabar dan menyesali kesalahan yang dilakukan. Selain itu,  Al-Quran dijadikan sebagai pedoman dalam menghadapi malapetaka dan dampaknya dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, manusia harus pandai memilah dan memilih informasi yang didengarnya agar dapat menghadapi malapetaka dengan bijak dan sesuai dengan ajaran Al-Quran. 

Daftar Pustaka  

Amiruddin, (2016). Bala Dalam Perspektif Al-Qur’an  (Tesis, UIN Sumatera Utara) 

Al-‘Allamah al-‘Izz bin ‘Abd-al-Salam, op. Cit., h.6. 

Ibid., h.2055 

Ensiklopedi Islam Indonesia, op. Cit., h.1011. 

M. Quraish Shihab, (2006) “ Musibah dalam Perspektif al-Qur‟an”, Jurnal Studi  alQur‟an, Vol. I, No. 1,  h. 11 

Muhammad Al-Manjibi Al-Hanbali, (2007) ‘’Menghadapi Musibah Kematian’’,(Suhadi, Muhammad, Penerjemah ). Mizan Publika. 

 Azra, Azyumardi Cit., Juz I (Supmlemen), h.24.. 

 Nasution, Harun, (1992)” Ensiklopedi Islam Indonesia” Jakarta: Djambatan. 

Mardan,(2008)  “Wawasan Al-Qur’an Tentang Malapetaka”Jakarta:Penerbit. 

Nasution, Harun (1986) “Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan’’ ; Jakarta: Universitas Indonesia Press. 


Posting Komentar

0 Komentar