A. Latar Belakang
Al-Qur’an menjadi pedoman hidup seluruh umat manusia. Mengingat bahasa Al-Qur’an adalah bahasa arab yang mana memiliki susunan bahasa yang sangat tinggi. Sementara pengikut ajaran nabi tidak semua faham bahasa arab sehingga sulit dalam memahami pesan yang terkandung di dalamnya. Maka dalam upaya memahami atau menafsirkan Al-Qur’an, para ulama memerlukan adanya perangkat ilmu. Salah satu di antaranya adalah ilmu qira’at.
Dengan demikian qira’at mempunyai peran penting dalam menafsirkan
Al-Qur’an. Disini terlihat bahwa Ilmu qiraa’t telah mengalami perkembangan yang
signifikan, yang mana pada awalnya hanya berupa perhatian sebatas periwayatan
Al-Qur’an yang diterima dari qari yang memiliki jalur sampai kepada Nabi Saw,[1]
kemudian menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri dengan adanya karya-karya yang
membahas khusus mengenai ilmu qiraa’t.[2]
Namun yang disayangkan
dengan berkembangnya masa, ketika kita berbicara mengenai ilmu qira’at, banyak
umat islam yang kurang populer dengan ilmu qira’at.
Hal tersebut disebabkan karena ilmu qira’at
tidak membahas secara langsung mengenai masalah-masalah dalam kehidupan
sehari-hari seperti halnya ilmu fiqih, hadist, dan lain-lain, sehingga kurang
adanya pengenalan terhadap ilmu qira’at itu sendiri. Selain itu, mempelajari
ilmu qira’at dianggap cukup rumit, yang pada akhirnya menyebabkan sebagian
orang malas dalam mempelajarinya.
Dari berbagai alasan diatas, jika tidak adanya pelatihan yang dilakukan di lingkungan masyarakat, maka akan menyebabkan masyarakat tersebut terkurung dalam ketidaktahuannya dan akan menimbulkan beberapa kekeliruan. Contoh
masalah yang berkaitan dengan ilmu qira’at
yaitu dengan banyaknya pembaca AlQur’an yang mencampuradukan (talfiq) bacaan tanpa memperhatikan hal-hal
yang berkaitan dengan thariq dalam qira’at tertentu. Yang mana talfiq bacaan dalam AlQur’an disini
memiliki perbedaan pendapat di kalangan ulama.[3] Dan
menurut M. al-Azmi salah satu pintu gerbang masuknya serangan pihak orientalis
terhadap Al-
Qur’an adalah dengan membuat kekacauan
terhadap naskah (teks) Al-Qur’an.[4] Maka
dari itu disini penulis mencoba sedikit memaparkan materi mengenai ilmu qira’at
yang dimulai dengan penjelasan istilah-istilah dasar yang sering digunakan
dalam ilmu qira’at.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Ilmu Qiraat ?
b. Apasajakah istilah-istilah yang sering digunakan dalam ilmu
qira’at?
c. Apasaja dalil-dalil dalam ilmu qira’at?
d. Apa manfaat dan hikmah mempelajari ilmu qira’at?
C. Tujuan
a. Agar dapat mengetahui pengetian dari ilmu qira’at.
b. Agar dapat mengetahui istilah-istilah yang sering digunakan
dalam ilmu qira’at.
c. Agar mengetahui dalil-dalil dalam ilmu qira’at.
d. Agar mengetahui manfaat dan hikmah mempelajari Ilmu Qira’at
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu
Qira’at
Secara etimologis, lafaz
qira’at merupakan bentuk masdar dari akar kata qara’a-yaqra’u-qira’atan wa qur’anan yang berarti bacaan. Sehingga
dapat diartikan sebagai himpunan huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang
lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi.[5]
Sedangkan secara
terminologi, menurut ‘Abdul Fatah al-Qadi dalam al-Budur al-Zahirah fi Qira’at al-‘Asyr al-Mutawatirah,“Ilmu yang membahas tentang tata cara
pengucapan kata-kata Al-Qur’an berikut cara penyampaiannya, baik yang
disepakati maupun yang diikhtilafkan dengan cara menyandarkan setiap bacaannya
kepada salah seorang imam qira’at”[6]
Dari definisi diatas dapat
diketahui Aspek ontologi, epistimogi dan aksiologi dari ilmu qiraat. objek
kajian (ontologi) dalam ilmu Qira’at adalah Al-Qur’an dari segi perbedaan
lafadz dan cara artikulasinya. Cara mendapatkan ilmu qira’at (epistimologi) adalah
melaui periwayatan yang berasal dari Rasulullah Saw. lalu dari aspek aksiologi
(nilai guuna), ilmu qira’at sebagai salah satu upaya untuk menjaga orisinil
Al-Qur’an dan bermanfaat dalam bidang tafsir.[7]
B. Istilah-Istilah dalam
Ilmu Qira’at
Dalam bidang keilmuan
qira’at, kita akan mendengar beberapa istilah-istilah kata untuk menunjukan
kepada suatu makna, diantaranya yaitu Qiraat, Riwayat, dan Thariq. Banyak
masyarakat yang masih sulit dalam
membedakannya atau bahkan belum mengetahuinya. Oleh karena itu, akan dijelaskan
sedikit mengenai istilah-istilah dalam ilmu qiraat adalah sebagai berikut:
1. Qira’at
(القراءة)
Istilah qira’at sering
digunakan dalam bidang keilmuan Qira’at. Yang mana makna secara umum adalah
bacaan yang dinisbatkan kepada imam besar qura’ yang bersanad sampai kepada
Rasulullah Saw. hal ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh imam Ali
al-Sabuni , yaitu “Qira’at adalah: suatu mazhab tertentu tentang cara pengucapan
Al-Qur’an, dianut seorang Imam qira’at yang berbeda dengan mazhab lainnya,
berdasarkan sanad-sanad-nya yang bersambung sampai kepada Nabi SAW.”
Dengan adanya
perbedaan madzhab maka akan menimbulkan keragaman dalam qira’at (bacaan).
Keragaman tersebut banyak dijelaskan dalam kitabkitab hadis. Salah satunya
hadis yang masyhur, diriwayatkan Ibn ‘Abbâs ra, yang menyatakan:
“Dari Ibnu ‘Abbas r.a bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: Jibril telah
membacakan Al-Qur’ân kepadaku dengan satu huruf, aku berulang-ulang membacanya.
Selanjutnya aku selalu meminta kepadanya agar ditambah, sehingga ia menambahnya
sampai tujuh huruf (sab’atu ahruf)”.
Keragaman yang
dimaksudkan disini dapat berkaitan dengan substansi lafaz atau berkaitan dengan
lahjah atau dialek kebahasaan. Perbedaan qira’at yang berkaitan dengan
substansi lafaz bisa menimbulkan perbedaan makna, sementara perbedaan qira’at
yang berkaitan dengan lahjah atau dialek kebahasaan tidak menimbulkan perbedaan
makna seperti bacaan tashil, imalah, taqlil, tarqiq, tafkhim dan sebagainya.
Dari banyaknya
keragaman dalam qira’at, sampailah kepada masa tabi’in, yang mana di masa ini
mulai adanya pemfokusan dan penyempurnaan mengenai Qira’at. Sehingga di masa
ini mampu menghasilkan imam-imam yang memenuhi syarat untuk dijadikan sandaran
qira’at. Sehingga terdapat pengelompokan imam-imam qira’at diantaranya:[8]
a. Qira’at Sab’ah
1) Imam Nafi
2) Imam Ibnu Katsir
3) Imam Abu Amr
4) Imam Ibnu Amir
5) Imam Ashim
6) Imam Hamzah
7) Imam Al-Kisai
b. Qira’at Asyrah,
qira’at diatas yang ditambah dengan tiga qira’at sebagai berikut:
1) Imam Abu Ja’far 2) Imam Ya’qub 3)Imam Khalaf : Ishaq dan Idris
c. Qira’at Arba’at Asyrah,
qira’at sepuluh diatas ditambah empat qira’at sebagai berikut:
1) Imam Al-Hasan Al-Bashri
2) Imam Muhammad bin Abdirahman
3) Imam Yahya bin Al-Mubarak
4) Imam Abu Al-Fajr
2. Riwayah (الرواية)
Riwayah (الرواية)
adalah sesuatu yang disandarkan kepada perawi atau orang yang mengutip qira’at
secara langsung dari Imam Qira’at tertentu. Para Imam Qira’at memiliki
murid-murid yang melalui mereka ilmu qira’at tersebar luas.
Misalnya riwayah Warasy dari Nafi’,
riwayah Hafsh dari ‘Ashim, riwayah Ibnu Wardan dari Abu Ja’far, dsb. Sebagai
contoh dalam qira’at sab’ah, sebagai
berikut:
1) Perawi Imam Nafi : Qalun dan Warsy
2) Perawi Imam Ibnu Katsir : Al- Bizzi dan Qunbul
3) Perawi Imam Abu Amr : Ad-Duuri dan As-Suusi
4) Perawi Imam Ibnu Amir : Hisyam dan ibnu Dzakwan
5) Perawi Imam Ashim : Hafsh dan Syu’bah
6) Perawi Imam Hamzah : Khalaf dan Khallad
7) Perawi Imam Al-Kisai : Abu Harits dan Ad-Duuri Kisai.
3. Thariq (الطريق)
Thariq (الطريق)
secara bahasa berarti jalur, jalan. Maksudnya adalah rangkaian sanad (yakni,
para perawi) yang berakhir pada seorang perawi dari Imam Qira’at atau guru
(syaikh) bacaan Al-Qur’an tertentu. Istilah ini dipergunakan untuk menunjuk apa
yang diriwayatkan oleh seorang Qari’ dari generasi lebih akhir (yakni, yang
hidup sesudah Rawi pertama dari Qari’ tertentu). Misalnya, thariq atau jalur
al-Azraq dari Warasy, thariq Abu Rabi’ah dari al-Bazzy, thariq ‘Ubaid Ibnu
ash-Shabbah dari Hafsh, dsb.
Adapun contoh thariq
dalam Qira’at Asyarah Kubra, penulis hanya akan menyebutkan dua qiraah saja,
yaitu qiraah Nafi dan qiraah Ashim.
1.
Qira’ah Ashim mempunyai dua
rawi:
a. Syu’bah, mempunyai dua thariq:
1)
Yahya bin Adam, mempunyai
dua thariq:
a) Abi Hamdun
b) Syu’aib
2)
Al- ‘Ulaimy, mempunyai dua
thariq:
a) Razzaz
b) Ibnu Khali’
b. Hafs mempunyai dua thariq:
1) Ubaid bin Shabah, mempunyai dua thariq:
a) Abu Thahir
b) Al-Hasyimi
2) Amr bin Shabah, mempunyai dua thariq:
a) Zar’an
b) Al-Fil
2.
Qira’ah Nafi’ mempunyai dua
rawi:
a. Qalun, mempunyai dua thariq:
1)
Abu Nasyith, mempunyai dua
thariq:
a) Ibnu Bawayan b) Al-Qazzaz
2)
Al-Hulwani, mempunyai dua
thariq:
a) Ibnu Abi Mahran b)
Ja’far bin Muhammad
b) Warsy, mempunyai dua thariq:
1) Al-Azraq, mempunyai dua thariq:
a) An-Nahhas b) Ibnu Saif
2) Al-Ashbahany, mempunyai dua thariq:
a) Ibnu
Ja’far b) Al-Muthawwa’i
C. Dalil-Dalil Ilmu
Qira’at
Dalam ilmu Qira’at di
jelaskan bahwa ada beberapa bacaan yang berbeda satu imam dengan imam lainnya,
dari situ timbul pertanyaan mengapa ada perbedaan dalam membaca Al-qur’an,
apakah memang dari Rasul atau yang lainya dalam bagian ini menjelaskan bahwa ilmu
Qiraat sanadnya nyambung ke Rasulullah Saw dan bacaan tersebut sama dengan
wahyu Allah Swt. Sesuai yang kita ketahui Ilmu Qiraat disusun berdasarkan
Riwayat beberapa imam, yang sudah disepakati oleh para ulama dan tentunya
riwayat tersebut sampai ke Rasulallah Saw. Ada beberapa dalil dalil yang
menjelaskan hal tersebut
1. Dalil Al-Qur’an
Ayat-ayat Al-qur’an
secara jelas dan tegas sudah menjelaskan bahwa semua yang di sampaikan Nabi
Muhammad Saw berasal dari Allah Swt, Dan Nabi tidak pernah sekalipun mengganti
atau menukar huruf maupun kalimat lain yang tidak berasal dari Allah Swt. Beberapa
dalil yang menjelaskan hal tersebut adalah;
a. Qs. An-Najm
وَمَا ينَْطِقُ عَنِ
الْهَوَى. إنِْ هوَُ إِ الَّ وَحْيٌ يوُحَى. عَلامَهُ شَدِيدُ الْقوَُى
“Dan
tidaklah yang diucapkannya itu (Al-quran) menurut keinginannya; tidak lain
(Al-quran itu) adalah wahyu yang di wahyukan (kepadanya); yang diajarkan
kepadanya oleh Jibril yang sangat kuat.” ( Qs. An-Najm 3-5 )
b. Qs. Yunus
وَإذِاَ تتُلْىَ عَلَيْهِمْ
آيَاَتنُاَ ب يَنَِاتٍ قَالَ الاذِينَ لََّ يرَْجُونَ لِقَاءَناَ ائْتِ بقِرُْآنٍَ
غَيْرِ هَذاَ أوَْ ب دَِلْهُ قلُْ مَا يَكُونُ لِي أنَْ أبَُ دِلَهُ مِنْ
تلِْقاَءِ نَفْسِي إنِْ أتَ ابِعُ إِ الَّ مَا يوُحَى إلَِ اي إنِِ ي أخََافُ إنِْ
عَصَيْتُ رَ بِي عَذاَبَ يوَْمٍ عَظِيمٍ.
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-
ayat kami dengan jelas, orang-orang yang tidak mengharapkanpertemun dengan kami
berkata
“Datanglah kitab
selain al-quran ini atau gantilah”. Katakanlah
(Muhammad),
“Tidaklah pantas bagiku menggantinya ata kemauanku sendiri. Aku hanya mengikuti
apa yang di wahyukan kepadaku.aku benarbenar takut akan azdab hari yang besar
(kiamat) jika mendurhakai Tuhanku.” ( Q.S Yunus 15)
2. Dalil Sunnah
Selain dari dalil Al-quran,
selanjutnya juga ada dalil sunnah yang menjelaskan lebih jelas lagi, bila dalil
Al-qur’an menjelaskan bahwa sumber
Qira’at adalah wahyu Allah Swt, dalam
sunnah juga di jelaskan bahwa AlQur’an diturunkan sebanyak tujuh huruf,
Rasulullah Saw bersabda
إ نِ هَذاَ الْقرُْآنَ
أنُْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أحَْرُفٍ. فاَقْرَأوُا مَا تيََ سرَ مِنْه ُ
“Sesungguhnya al-Quran diturunkan dengan 7 huruf. Karena itu, bacalah
dengan cara yang paling mmudah bagi kalian.” (HR. Bukhari 4992 & Muslim
1936).
Dalam hadis di atas
menerangkan bahwa Al-quran diturunkan sebanyak tujuh huruf, untuk permaslahan
yang di maksud tujuh huruf banyak perbedaan pendapat mengenai masalah itu. [9] dan
akan di bahas lebih detail di dalam materi selanjutnya tentang Sab’atu Ahruf pada materi selanjutnya.
Namun dari turunnya
Al-qur’an dengan adanya perbedaan ini
memberikan banyak efek positif
bagi bangsa arab diantaranya;
a. Dengan adanya keluasan ini, bangsa Arab yang mendiami jazirah
Arab dapat membaca Al-qur’an sesuai dengan apa yang mudah bagi mereka.
b. Dengan adanya pemberlakuan ini, bangsa Arab merasa memiliki Al-
Qur’an karena dialek mereka di akomodasi
oleh bacaan Al-Qur’an yang sah, dengan begitu Sosialisasi Al-Qur’an semakin
intensif dan
membawa hasil yang besar, Dakwah islam
juga bisa meluas secara cepat.[10]
D. Manfaat dan Hikmah
Mempelajari Ilmu Qira’at
Dengan mempelajari ilmu
Qira’at kita akan mendapat banyak manfaat diantaranya;
1. Meringankan umat Islam dan mudahkan mereka untuk membaca
al-Quran. Keringanan ini sangat dirasakan khususnya oleh penduduk Arab pada
masa awal diturunkannya al-Quran, dimana mereka terdiri dari berbagai kabilah
dan suku yang diantara mereka banyak terdapat perbedaan logat, tekanan suara
dan sebagainya. Meskipun sama-sama berbahasa Arab. Sekiranya al-Quran itu
diturunkan dalam satu qiraat saja maka tentunya akan memberatkan suku-suku lain
yang berbeda bahasanya dengan al-Quran.
2. Memberikan pemahaman bahwa ragam bacaan al-Qur’an sangat banyak.
Oleh karena itu, kita tidak mudah menyalahkan bacaan orang lain yang tidak sama
dengan aturan bacaan yang telah kita pelajari;
3. Menunjukkan kepada kita bahwa penjagaan terhadap kemurnian
al-Qur’an mulai dari sejak Nabi Muhammad saw. sampai saat ini yang kita baca.
4. Bukti kemukjizatan al-Quran dari segi kepadatan makna dan
hukumnya karena setiap qira’at menunjukkan hukum syara' tertentu yang membuat
al-Qur’an ini berlaku sepanjang zaman. Oleh karen itu para ahli Fiqih berhujjah
dalam berinstinbat hukum menggunakan qira’at sab’atu ahruf.
5. Qira’at yang satu bisa ikut menjelaskan atau menafsirkan qira’at
lain yang masih belum jelas
maknanya.
6. Menunjukkan keutamaan dan kemuliaan umat Nabi Muhammad SAW atas
umat-umat pendahulunya, karena kitab-kitab yang terdahulu hanya turun dengan
satu segi dan satu Qira’at saja, berbeda dengan al-Quran yang turun dengan
beberapa qiraat.[11]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan diatas didapati kesimpulan sebagai
berikut:
1. Ilmu Qira’at adalah Ilmu yang membahas tentang tata cara
pengucapan kata-kata Al-Qur’an berikut cara penyampaiannya, baik yang
disepakati maupun yang diikhtilafkan dengan cara menyandarkan setiap bacaannya
kepada salah seorang imam qira’at.
2. Dalam bidang keilmuan qira’at, kita akan mendengar beberapa
istilahistilah kata untuk menunjukan kepada suatu makna, diantaranya yaitu
Qiraat, Riwayat, dan Thariq.
a. Qira’at adalah: suatu mazhab tertentu tentang cara pengucapan
AlQur’an, dianut seorang Imam qira’at yang berbeda dengan mazhab lainnya,
berdasarkan sanad-sanad-nya yang bersambung sampai kepada
Nabi SAW
b. Riwayah adalah sesuatu yang disandarkan kepada perawi atau orang
yang mengutip qira’at secara langsung dari Imam Qira’at tertentu.
c. Thariq adalah rangkaian sanad (yakni, para perawi) yang berakhir
pada seorang perawi dari Imam Qira’at atau guru (syaikh) bacaan Al-Qur’an
tertentu.
3. Manfaat dan Hikmah Mempelajari Ilmu Qira’at, yang paling umum
adalah untuk Memberikan pemahaman bahwa ragam bacaan al-Qur’an sangat banyak.
B. Saran
Dari penulisan makalah
ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, baik dari segi penulisan
maupun isi dari makalah ini. Namun penulis tetap berharap apa yang telah
ditulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hafidz, Muhamad Ali
Musthofa Kamal. (2014). Epistimololgi
Qira’at AlQur’an, (Yogyakarta: Deepublish).
Aminuddin. (1998). Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: CV
Pustaka Setia).
Anwar, Rosihin. (2020). Ulum Al-Qur’an, (Bandung: CV
Pustaka Setia).
Arif, Syamsuddin. (2005). Al-Qur’an, Orientalis, dan Luxember,
(Depok: Gema Insani).
Drajat, Amroeni. (2017). Ulumul Qur’an: Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an
Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana).
Jamal, K., & Putra, A. (2020). Pengantar Ilmu Qira’at.
Rahmadi, Adnan. (2008). Buku
Pintar Al-Qur’an, (Tangerang: QultumMedia).
Salim, M. A. (2022). Qira’ah,
Riwayah, Thariq Dan Wajh Dalam Variasi Bacaan Al-Qur’an (Studi Sample Riwayat
Hafsh dari Imam Ashim). El-Mu'Jam.
Jurnal Kajian Al
Qur'an dan Al-Hadis, 2(1), 1-13.
Widayati, R. (2022). Peran Qira’at dalam Menafsirkan Ayat-ayat
Al-Qur’an. AlTadabbur: Jurnal Ilmu
Al-Qur'an dan Tafsir, 7(02).
[1] Dalam ini mungkin dapat
disebut qira’at sebagai madzhab yaitu bentuk dari pengelompokan bagian-bagian
ilmu qira’at yang ddisandarkan pada imam atau kelompok tertentu bai itu dalam
bentuk imam, rawi, atau thariq sesuai aspek sosiologis dan anthropologi masyarakatnya.
(Muhammad Ali Mustofa Kamal, (2014). Epistimologi
Qiraa’at Al-Qur’an,
(Yogyakarta: Deepublish), cet 1, 26)
[2] Perkembangan tersebut
dapat dilihat dengan munculnya lembaga atau medrasah bacaan Al-Qur’an yang
dipeopori oleh para ahli qura’. Qira’at
dalam bidang keilmuan dipelopori dengan pembukuan ilmu-ilmu tentang qira’at, yang
pertama kali yaitu oleh Abu ‘Ubaid al-Qassim bin Salam lewat karyanya “Al-Qira’at” yang mempopulerkan 25 qari’
termasuk di dalamnya tujuh imam qira’at sab’ah. ( Muhammad Ali Mustofa Kamal,
(2014), 30 )
1
[3] pertama, imam al-Sakhawi,
sebagaimana dinukil oleh al-Jazari, berkata:“Mencampuradukkan
qira’at; sebagian dengan sebagian yang lain adalah sebuah kesalahan”
(al-Jazari, Al-Nasyar fi alQira’at al-Asyr, 1: 18). Kedua, boleh
mencapur-adukkan qira’at Al-Qur’an secara mutlak, selama qira’at tersebut
termasuk dalam qira’at mutawatirah. Imam al-Jazari berkata: “Mayoritas ulama memperbolehkan untuk
mencampuraduk qira’at secara mutlak, dan mereka menganggap ‘salah’ kepada yang
melarang hal tersebut”. (al-Jazari, Al-Nasyar fi al-Qira’at
al-Asyr/1/18).
[4] Prof. Dr.M.M.Al-A’zami, The History Of The Qur’anic Text: From
Revelatiomm To Compilation, terj. Sohirin Solihin dkk, Sejarah Teks Al-Qur’an Dari Wahyu Sampai Kompilasi, (Jakarta: Gema
Insani, 2008), cet iii, 167.
[5] Khairunnas Jamal, Afriadi
Putra. (2020). Pengantar Ilmu Qira’at,
(UIN Riau Pekanbaru:
Fakultas Ushuluddin), cet.1, 1.
[6] Khairunnas Jamal, Afriadi
Putra. (2020), 2.
[7] Prof. Dr. H. Amroeni
Drajat, M.Ag. (2017). Ulumu Qur’an: Pengantar Ilmu-ilmu Al- Qur’an
Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana), 105-106.
[8] Prof.Dr. H. Rosihon Anwar,
M.Ag. (2020). Ulum Qur’an, (Bandung:
CV Pustaka Setia), cet.9, 149-151.
[9] Ikhwan Hadiyyin dan Ifat
Cholifat, “Makna Tujuh Huruf Dalam Al-Qur’an” 08, no. 01 (2014): 29–54,
http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alfath/article/download/3054/2220/.
[10]
Ahsin sakho Muhammad . (2019). “Membumikan
Ulumul Qur’an‘’ (Jakarta: Qaf), 24.
[11] Mufida ulfa “ Ilmu Qiraat’’ Hal. 9
0 Komentar