TAFSIR AL-THAHRIR WA AT-TANWIR KARYA IBNU ‘ASYUR

 


Pendahuluan

Al-Qur’an yang bersifat shahih li kulli zaman wa makan ini selaras dengan adanya program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir yang hadir untuk mengkaji dan mengungkap maksud serta keistimewaan-keistimewaan al-Qur’an yang tak semua orang mengerti.

Istimewanya, Ilmu tafsir senantiasa berkembang mengikuti kemajuan zaman. Hal ini menunjukkan betapa kayanya ilmu-ilmu yang dilahirkan oleh al-Qur’an. Sehingga, Ilmu tafsir dan kitab-kitab tafsir pun selalu muncul dengan corak dan ragam latar belakang yang berbeda serta berkemajuan. Misalnya, dalam perkembangannya terdapat kitab-kitab tafsir yang memiliki corak seperti corak tafsir fiqhi, falsafi, shufi, adab al-ijtima’i, dan lain-lain. Di era modern sini, kita mengetahui bahwa telah hadir banyak kitab tafsir dengan corak yang bervariasi. Misalnya, kitab tafsir yang menggunakan corak adab al-ijtima’iy. Tafsir adab al-ijtima’iy adalah tafsir yang menyingkap balaghah, keindahan al-Qur’an dan ketelitian redaksinya. Kemudian mengaitkan kendungan ayat-ayat al-Qur’an dengan sunnatullah dan aturan hidup kemasyarakatan yang berguna untuk memberikan solusi atas problematika umat Islam masa kini serta seluruh umat manusia pada umumnya.[1] 

Pada tahun 1296 H/1879 M di sebuah desa bernama Marsi yaitu sebuah daerah di Tunisia bagian utara lahirlah seorang mufassir yang masyhur dengan kitab tafsirnya yang berjudul At-Tahrir Wat Tanwir yaitu Syekh Muhammad Thahir Ibnu 'Asyur.[2] Kitab ini dianggap sebagai ensiklopedi kitab tafsir, sebagaimana yang disampaikan oleh Syeikh Salim Abu ‘Ashi, bahwasanya “kitab Tafsir karya Ibnu ‘Asyur adalah kitab tafsir terbesar dan terlengkap — atau sebuah ensiklopedi tafsir. Oleh karena itu, kitab ini harus menjadi pegangan para pelajar ilmuilmu keislaman masa kini dalam belajar dan memahami al-Qur'an.”

 

Kitab tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir nyatanya merupakan salah satu kitab tafsir yang penting untuk dikaji oleh para pengkaji tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur’an. Selain itu, asumsi dasar penafsiran serta pedoman penafsiran yang digagas oleh Ibnu 'Asyur dalam kitab tafsirnya pun bisa menjadi pijakan ulama-ulama kontemporer dalam menulis karya tafsir. Di dalam kitabnya Ibnu 'Asyur banyak memuat berbagai macam pembahasan, mulai dari bahasa, fikih, filsafat, dan lain-lain.[3]

Biografi Ibnu Asyur 

Ibnu Asyur memiliki nama lengkap Muhammad at Thahir Ibnu Muhammad bin Muhammad at Thahir bin Muhammad bin Syekh Muhammad as Syadzili bin Abdul Qadir bin Muhammad bin Ashur. Ibunya bernama Fathimah binti Syeikh al-Wazir Muhammad al-‘Aziz Bin Muhammad al-Ḥabib Bin Muhammad aṭ-Ṭayyib Bin Muhammad Bin Muhammad Bu’atur dan terus bersambung hingga ‘Abdul Kafi Bu’atur. Ibunya merupakan putri Muhammad alAziz seorang alim yang diangkat menjadi Wazir Agung pertama di masa penjajahan Perancis. Dengan demikian pada diri Muhammad aṭ-Ṭāhir Bin ‘Āsyūr terhimpun darah ulama dari ayahnya dan bangsawan dari ibunya. Muhammad al-Thahir ibn Asyur dikenal dengan Ibn ‘Asyur[4]. Ia lahir di Mursi pada Jumadil Awal tahun 1296 H atau pada September tahun 1879 M[5]. Ibnu Asyur tumbuh dalam keluarga yang mencintai ilmu. Sejak kecil ia dididik oleh kakeknya yang merupakan salah seorang Syaikh di Bu’atur. Dari kakeknya, Ibn ‘Asyur memperoleh berbagai ilmu agama, seperti hadits dan balaghah. Di antara karya yang dipelajarinya adalah kitab karya al Bukhari dan kitab Miftah karya al Sakakiy. Kakeknya juga mengajarkan berbagai buku sastra, kata-kata hikmah, dan badi’ seperti buku sastra karya al Bahtariy. Ia memiliki keluarga yang hidup dengan nuansa ilmiah. Ia juga seorang yang jenius dan cinta kepada ilmu. Kejeniusannya sudah nampak sejak ia kecil. Pada usia enam tahun ia sudah belajar di masjid Sayyidi al Mujawar di Tunisia dan mulai menghafal dan mempelajari al-Qur’an kepada Syeikh Muhammad al-Khiyariy. Pada tahun 1310 H dalam usia yang masih relatif muda yaitu 14 tahun Ibn ‘Asyur melanjutkan pendidikannya ke Universitas al-Jami’ah al-Zaitunah. Cita-cita dan harapan keluarganya akhirnya terwujud,setelah selesai mengenyam pendidikan di al-Zaitunah, Ia mengabdi dan mendapatkan berbagai kedudukan di bidang agama yang didasari oleh risalah amanah yang mesti dia emban dalam menjalankan misinya6. 

 

             Karir Intelektual Ibnu Asyur

 Belajar di Universitas al-Zaitunah nampaknya belum memenuhi kehausannya dalam menuntut ilmu. Di waktu luangnya, ia juga membaca buku-buku tafsir seperti al-Milal wa alNihal,  menghafal hadist-hadist, syair-syair Arab, dan berbagai macam buku Sejarah, dan lainlain. Menelusuri jejak kehidupan intelektual dari Ibnu Asyur bisa dilakukan dengan melihat karya-karya beliau, baik dalam bentuk kitab, makalah ilmiah, dll. Setelah menimba ilmu di alZaitunnah, beliau diangkat menjadi guru pada tahun 1320 H/ 1903 M di al-Zaitunnah tempat ia belajar dulu. Karirnya terus meningkat dalam bidang pengajaran sehingga ia terpilih menjadi tenaga pengampu di sekolah Ashidiqiah pada tahun 1321 H/ 1904 M. Berikutnya pada tahun 1326 H/ 1909 M ia diangkat menjadi anggota bidang akademis di sekolah yang sama. Selain itu, sebagai penghargaan atas kepakarannya dalam bidang ilmu keislaman dan Bahasa Arab pada tahun 1940 Ibnu Asyur diangkat sebagai salah satu anggota Lembaga Bahasa Arab di Kairo dan anggota koresponden Lembaga ilmiah di Damaskus di tahun 1955[6].

            Karya Ibnu Asyur 

Dengan Latar belakang keluarga dan lingkungan yang mencintai ilmu, sebagian besar waktu Ibnu Asyur dihabiskan untuk mengajar dan menulis buku sehingga ia melahirkan banyak karya. Tulisan-tulisan Ibn ‘Asyur ini banyak muncul dalam majalah yang terbitkan oleh alJami’ah al-Zaitunah. Di antara karya-karya Ibn ‘Asyur adalah8:

a.       Bidang Ilmu Syar’iyah

1)      Kitab Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir

2)      Maqashid Syariah al-Islamiyyah

3)      Kasyfu al-Mughtha min al-Ma’aniy wa al-Alfazh al-Waqi’ah fiy al-Muwatha’

4)      Al-Nazhru al-Fasih ‘Inda Madhayiq al-Anzhar fiy al-Jami’ al-Shahih

5)      Al-Taudhih wa al-Tashhih

6)      Al-Waqfu wa Atsaruhu

b.      Bidang ilmu Bahasa Arab dan Sastranya 

1)      Ushul al-Insya’ wa al-Khithabah

2)      Fawaid al-Amaliy al-Tunisiyah ‘Ala faraid al-La’iy al-Hamasiyah  3) Mujiz al-Balaghah. 

4)      Revisi kumpulan syair Basyar. 

 

5)      Syarhu Muqaddimah al-Mazruqiy. 

6)      Kumpulan dan syarahan syair karya al-Nabighah.

c.       Bidang pemikiran Islam dan bidang-bidang lainnya 

1)      Ushul al-Nizham al-Ijtima’iy fiy al-Islam 

2)      Alaisa al-Subhu bi Qarib

3)      Ushul al-Taqaddum wa al-Madinah fiy al-Islam

4)      Naqdu ‘ilmi li Kitab al-Islam wa Ushul al-Islam

Latar Belakang penulisan kitab dan wafatnya Ibnu Asyur

 Sebelum karyanya ini hadir, Ibn Asyur sejatinya sudah sejak lama bercita-cita untuk menafsirkan Al-Qur’an. Beliau ingin menjelaskan kepada masyarakat apa yang akan membawa mereka kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat, menjelaskan kebenaran, akhlak mulia, kandungan balaghah yang dimiliki al-Qur’an, ilmu-ilmu syari’at, serta pendapat-pendapat para mufasir terhadap makna ungkapan Al-Qur’an. Cita-cita ini sudah diungkapkannya kepada para sahabatnya sembari meminta pertimbangan tentang cita-citanya itu. Demikianlah, kemudian Ibn ‘Asyur menguatkan keinginannya-nya untuk menafsirkan al-Qur’an, dan meminta pertolongan dari Allah semoga dalam ijtihadnya ini ia terhindar dari kesalahan[7].  

Selama penulisan tafsir ini, kondisi sosial politik di Tunisia mengalami dinamika peristiwa dan peralihan besar dimana Tunisia berusaha untuk merdeka dari penjajah. Sementara Gerakan reformasi dan pembaharuan tersebut dipelopori oleh Muhammad Abduh dari Mesir (1849/1905). Ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh juga merambat mempengaruhi intelektual di Tunisia, dan termasuk didalamnya adalah Ibnu Asyur[8]. Saat itu Muhammad Abduh menghimbau umat Islam untuk melakukan pembaharuan di bidang Pendidikan. Kemudian Ibnu Asyur merespon himbauan tersebut dan bergerak mereformasi pendidikan dan menyampaikan di berbagai seminar. Selain melakukan pembaharuan dibidang pendidikan, Ibnu Asyur juga terjun dalam gerakan reformasi dimana hasilnya adalah dibangunnya cabangcabang Azzaitunah di berbagai kota di Tunisia. Kualitas pendidikannya ditingkatkan juga dengan menambahkan ilmu-ilmu syari’ah, seperti kimia, matematika, filsafat, sejarah, dan bahasa Inggris. 

 

Kemudian, dalam kitab inilah ia menumpahkan gagasan pemikirannya tentang penafsiran Al-Qur’an yang belum disebutkan oleh ulama sebelumnya dan juga menyikapi persoalan tentang perbedaan pendapat ulama terdahulu. Agaknya, beliau memang menginginkan ajaran agama Islam (Al-Qur’an) itu berkembang luas di antara masyarakat itu sendiri. Ibn Asyur mulai menuliskan tafsir pada 1342 H/ 1923 M setelah beliau naik jabatan dari qadhi menjadi mufti. Kitab ini berisi tafsir 30 juz, ditulis dalam 15 jilid kitab dan diterbitkann secara lengkap di Tunisia pada tahun 1969 dan beliau wafat di Tunisia pada hari Ahad, 12 Rajab 1393 H/ 12 Oktiber 1973 M di usia 94 tahun. Dengan menuliskan kitab ini, beliau menanamkan harapan supaya kitab tersebut memberi pengaruh kepada masyarakat, baik dari segi akhlak, pemahaman agama, dan wawasan yang luas. 

Sistematika Penulisan

Tafsir Al-Tahrir wa Al-Tanwir karya Ibnu Asyur ini berjumlah dua belas jilid dan memuat seluruh penafsiran Al-Qur’an mulai dari surat al-Fatihah sampai surat An-Nas yang terbagi ke dalam tiga puluh juz. Satu jilid bisa memuat beberapa juz sesaui dengan ketebalan kitab yang variatif. Ibnu ‘Asyur dalam menulis karyanya banyak merujuk kitab-kitab tafsir klasik, seperti Al-Kasysyaf karya al-Zamakhsyari, Al-Muharrar Al-Wajiz karya Ibnu ‘Athiyyah, Mafatihul Ghaib karya Fakhruddin Al-Razi, Tafsir Al-Baidlawi, tafsir Al-Alusi, serta komentar al-Tayyi’, al-Qazwini, al-Qutub, dan al-Taftizani terhadap Tafsir Al-Kasysyaf dan juga tafsir-tafsir lainnnya.[9] Yang paling banyak dikutip dalam tafsir ini ialah tafsir AlKasysyaf karya Al-Zamakhsyari, meskipun Ibnu ‘Asyur tidak sepenuhnya satu pendapat dengan apa yang dikemukakan al-Zamakhsyari dalam kitabnya. Oleh karena itu, di dalam tafsir ini banyak sekali dijumpai penjelasan-penjelasan dari sisi linguistiknya yang merujuk pada tafsir Al-Kasysyaf. 

Melalui karyanya, Syekh Ibnu ‘Asyur berusaha menempatkan diri sebagai penengah (bersikap moderat) terhadap perbedaan para ulama yang pada satu waktu sepaham dengan ulama lainnya, tetapi pada satu waktu lain berbeda pendapat.  Dalam muqaddimah pada kitab al-Tahrir wa al-Tanwir, Ibnu Asyur mengungkapkan, “Dalam tafsir yang saya tulis ini, saya fokuskan untuk mengungkap setiap I'jazul Qur’an, kelembutan (sisi balaghah) bahasa Arab yang terkandung dalam untaian ayat al-Qur’an, dan menjelaskan uslub-uslub (gaya bahasa) dalam penggunaannya. Serta saya pun menjelaskan hubungan ketersambungan antara satu ayat

 

dengan ayat yang lainnya”.[10] Hal itu pun selaras dengan komentar Gamal al-Banna, menurut beliau, salah satu keistimewaan tafsir Tahrir wa Tanwir terlihat dari muqaddimahnya. Untuk itu diberikan gambaran secara global terkait muqaddimah.

1.      Berbicara tafsir, takwil, dan posisi tafsir sebagai ilmu.

2.      Tentang alat bantu ilmu tafsir.

3.      Tentang keabsahan tafsir tanpa penukilan (yaitu murni dengan logika) dan penafsiran berdasarkan nalar.

4.      Tentang penjelasan seorang mufasir itu sendiri.

5.      Tentang konteks turunnya ayat al-qur’an (asbab al-nuzul).

6.      Tentang aneka ragam bacaan (qira’at).

7.      entang qasas Al-Qur’an (kisah-kisah Al-Qur’an).

8.      Tentang nama, jumlah ayat, jumlah surat, dan susunan surat.

9.      Tentang makna-makna yang dikandung oleh kalimat-kalimat dalam Al-Qur’an.

10.  Tentang kemukjizatan Al-Qur’an dari aspek kebahasaannya.

 Sistematika penulisan tafsir al-Tahrir wa at-Tanwir yaitu dimulai dengan menjelaskan nama surah dan nama-nama lain jika ada, menjelaskan keutamaannya, menjelaskan Makkiyyah atau Madaniyyah ayat, jumlah ayat dan lain-lain. Kemudian menjelaskan kandungan surah secara global dalam poin-poin yang berbeda-beda sesuai dengan tema dan masalah yang dibahas dan sesuai dengan susunannya dalam Al-Qur’an. Kemudian langkah akhir adalah menjelaskan kandungan ayat demi ayat atau beberapa ayat yang memiliki masalah atau tema yang sama, secara rinci. Dimulai dari pemaknaan kosa kata dengan I’rob dan pemaparan I’jaz lughohnya dan bila perlu meminta penjelasan dari syair-syair arab Jahiliyah sebagai penguat kebahasaannya.[11]

 Beliau menjelaskan hubungan antara satu ayat dengan ayat lainnya, terutama antara satu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Sebagaimana Al-Qur’an telah didesain dengan sangat luar biasa, memiliki susunan yang unik namun tetap memiliki ketersambungan antara satu ayat dengan ayat lain. Tidak melewatkan satu surat pun dalam Al-Qur’an kecuali berusaha menjelaskan secara lengkap setiap maksud yang terkandung di dalamnya secara utuh. Tidak sebatas menjelaskan makna setiap katadan kalimatnya saja secara parsial, melainkan

 

merangkai kembali makna tiap kata dan kalimat yang telah diurai terpisah menjadi satu tujuan atau maksud yang diusung oleh setiap ayat maupun surah Al-Qur’an. [12]

Sumber Penafsiran 

 Mengetahui sumber penafsiran karya tafsir sangat penting artinya. Sebagaimana ini digunakan untuk mengetahui kapasitas dari tafsir itu sendiri. Dalam hal ini, Ibnu Asyur lebih mendominasi pada bi al-ra’yi daripada bi al ma’tsur karena beliau tidak begitu sering menjelaskan ayat dan hadist Nabi. Artinya ia lebih sering menjelaskan ijtihad dari dirinya sendiri sepanjang hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan akurasinya.

 Hal ini, dapat dibuktikan dengan melihat kitab Al-Tahrir wa at-Tanwir langsung. Ibnu Asyur dalam muqaddimah kitabnya, di bawah tema sahnya tafsir tanpa bi al-Ma’tsur dan makna Tafsir bi al-Ra’yi, mengajak pembaca untuk berdialog seraya meyakinkan mereka bahwa ijtihad untuk menafsirkan ayat dibolehkan, selama memiliki dalil yang shahih dan dalam hal itu Ibnu Asyur berpendapat bahwa ijma’ umat dalam penafsiran Al-Qur’an bisa dianggap sebagai al-atsar[13].

 Lebih jauh, menurutnya jika ijtihad dalam menafsirkan Al-Qur’an itu dilarang, tentu penafsiran menjadi sangat ringkas, hanya dalam beberapa lembar saja[14]. Dalam hal ini, menurut al-Dzahabi jika ada atsar (hadist) yang menegaskan bahwa menafsirkan Al-Qur’an semata hanya mengandalkan logika maka tindakan tersebut adalah tindakan tercela, dan pendapat tersebut juga disetujui oleh Ibnu Asyur.

Metode, dan Corak Penafsiran 

 Metode penafsiran yang digunakan Ibnu Asyur adalah metode Tahlili dengan kecenderungan tafsir bi al-ra’yi[15]. Dikatakan menggunakan metode tahlili karena Ibnu Asyur menguraikan ayat demiayat dalam tafsirnya sesuai urutan yang tertera dalam mushaf. Kemudian Ibnu asyur menjelaskan kata per kata dengn sangat detail mengenai makna kata, kedudukan, uslub bahasa Arabnya, sertaaspek-aspek lainnya yang sangat luas. Misalnya keetika menjelaksan lafadz alhamdulillah dalam surat Al-Fatihah, ia menghabuskan empat belas halaman dengn penjelasannya yang sangat rinci dan meluas.[16]

 

 Selanjutnya dikatakan sebagai tafsir bir-ra’yo karena Ibnu Asyhur menjelaskan uraian tafsirnya banyak menggunakan logika yakni logika kebahasaan. Selain itu, secara eksplisit Ibnu Asyhur mengatakan bahwa dalam menulis tafsirnya ia ingin mengungkapkan isi kebhalagahan Al-Qur’an[17]. Adapun corak dari kitab tafsir At-Thahrir wa At-Tanwir ini adalah Adabi Ijtima’I, yakni kitab tafsir yang mengungkapkan ketinggian kebahasaan Al-Qur’an serta mendialogkan dengan realitas sosial kemasyarakatan.

Pandangan para Ulama pada masanya 

Ibnu ‘Asyhur merupakan pemimpin para mufti, beliau disebut Syaikh al-Imām, beliau seorang ‘Alim dan guru di bidang Tafsīr dan Balaghāh di Universitas al-Zaituniyyah, beliau seorang Qadiy yaitu guru yang agung dan mulia, beliau juga sebagai Majami’ al-Lughah al‘Arabiyyah. Ibnu ‘Asyhur juga dikenal sebagai pusat (Qutb) pembaharuan pendidikan dan bersosial pada masanya.[18] Berbagai keistimewaan dari seorang mufti Tunisia itupun tak luput dari beberapa pandangan ‘ulama lain pada zaman itu. Berikut beberapa pendapat ‘ulama tentang seorang mufasir dan mufti Ibnu ‘Asyhur:

1.      Syaikh Muhammad al-Kadr Husain sebagai teman Ibnu ‘Asyhur dalam belajar dan berjuang, menuturkan bahwa Ibnu ‘Asyhur memiliki kefasihan ucapan, luas ketenanganya, istimewa ilmunya, kuat pikirannya, bersih hatinya, luas pengetahuanya dalam sastra Arab dan yang paling indah adalah ketakjubanya terhadap budi pekertinya tidak lebih sedikit dari kepandaianya dalam ilmu. 

2.      Al-‘Alamah Muhammad al-Basyr al-Ibrahim berkomentar bahwa Ibnu ‘Asyhur adalah seorang alim diantara para ‘Ulama yang di perhitungkan dalam sejarah karena keagunganya, Ibnu ‘Asyhur adalah Imam yang berilmu seperti lautan, bisa mandiri dalam beristidlal[19]. 

3.      Dr. Al-Habib bin al-Kaijah menilai bahwa ibnu ‘Asyhur adalah salah satu keistimewaan dunia ini dan yang terakhir saya lihat, tidak ada yang lain darinya di Afrika atau seperempat di Maroko atau Negara bagian Tinur bahkan belahan dunia Islam, usahanya

 

dalam menyelesaikan karya tafsirnya tanpa jenuh dan menulis karya-karya lain sejauh masa mudanya sampai wafat.[20]

4.      Respons atau komentar salah satu ulama, Gamal al-Banna yang mempunyai kitab tafsir al-Qur’an al-Karim baina al-Qudama’ wa Muhaditsin, menjelaskan pandangan beliau terkait penafsiran zaman dahulu dan belakangan ini. Menurut Gamal al-Banna, salah satu keistimewaan tafsir Tahrir wa Tanwir terlihat dari muqaddimahnya. Dalam muqaddimah, penulis memberikan wawasan kepada pembaca mengenai dasar-dasar penafsiran, bagaimana seorang penafsir, penafsir berinteraksi dengan kosa kata, mufasir harus memahami betul struktur bahasa dan lain sebagainya.

Kelebihan dan Kekurangan 

 Dalam penafsiran Al-Qur’an tentunya ada yang namanya kelebihan dan kekurangan dalam menulis sebuah kitab tafsir. Begitu juga Ibnu Asyhur dalam menulis kitab Tafsir At-Tharir wa At-Tanwir ada beberapa kelebihan beserta kekurangan dalam kitab[21]. Di antara kelebihan Kitab Tafsīr al-Taḥrīr wa al-Tanwīr adalah bahasan dari kata-kata al-Qur’an yang sangat luas dan terperinci. Pembahasan di dalamnya disesuaikan dengan pokok bahasan yang ada dalam al-Qur’an. Apabila ayat tersebut berhubungan dengan ilmu fiqih, maka Ibnu ‘Asyūr menjelaskan permasalahan fiqih beserta perbincangan ulama mengenainya. Ibnu ‘Asyūr dalam membahas masalah fiqih biasanya menguraikan semua pendapat ulama’ dan kemudian memilih yang paling kuat berdasarkan dalil yang ia ajukan. Selain itu, tafsir ini memiliki kelebihan dalam hal pembahasan tentang keindahan susunan bahasa al-Qur’an. Ibnu ‘Asyūr juga seringkali mengaitkan bahasannya dengan masalah akhlak. Hal ini menjadikan tafsir ini sebagai pedoman bagi manusia dalam berakhlak baik dengan Tuhan, manusia, serta makhluk hidup di sekitar kita. 

Sedangkan kekurangan dari karya tafsir ini sama dengan karya tafsir dengan metode taḥliliy lainnya, yakni terkesan bertele-tele. Penjelasannya terlalu melebar sehingga poin yang ingin disampaikan kadang sulit ditangkap. Kitab ini sangat cocok untuk kalangan yang sudah memiliki ilmu pengetahuan yang cukup memadai untuk keperluan akademis. Untuk masyarakat awam, kitab ini akan terasa sulit dipahami dan tidak praktis karena penjelasannya terlalu luas. Kekurangan lain dari tafsir karya Ibnu ‘Asyūr adalah banyak kutipan-kutipan hadis

 

yang tidak disertai dengan penyebutan kualitas hadis sehingga hadis-hadis yang dijadikan rujukan masih perlu dilihat kembali apakah hadis tersebut berkedudukan shaḥīḥ atau dla’īf dan lain sebagainya.

Kesimpulan 

 Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir karya Ibnu Asyur adalah kitab tafsir yang dihasilkan oleh seorang ulama kelahiran Tunisia yang berkeinginan kuat untuk menjelaskan setiap persoalan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Ibnu Asyur menjelaskan makna ayat al-Qur’an dengan mengkajinya dari berbagai aspek seperti munasabah, penjelasan makna kebahasaan dengan sistematika penjelasan ayatnya mengikuti urutan yang terdapat dalam mushaf dengan model penafsiran yang digunakan adalah metode tahliliy. 

 Adapun penafsiran yang dikemukakan biasanya Ibnu Asyur banyak bersumber dari analisis kebahasaan dan penjelasan ilmiah, dan tidak terlalu sering menjelaskan ayat dan hadist Nabi sehingga dapat dikatakan bahwa sumber penafsirannya mendominasi pada bi al-ra’yi.

Sedangkan corak yang digunakan adalah corak lughowi.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Halim, Abd., Kitab Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir Karya Ibnu ‘Asyur Dan Kontribusinya Terhadap

Keilmuan Tafsir Kontemporer, Jurnal Syahadah Vol II No II, Oktober 2014

Daraini , Faizatut, Kajian Ayat-Ayat Nasionalisme dalam At-Thahrir wa At-Tanwir. 2019

Sutisna, Neneng Hasanah, dkk. 2021 Panorama Maqashid Syari’ah. Bandung : CV. Media  Sains Indonesia. 

Jani Arni, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir Karya Muhammad Al-Tahrir ibn Asyur. Vol. 17 No. 1  Jurnal Ushuluddin, 2011. 

Ibnu Asyur, Nazariyah al-Maqasid Indaal-Thahir ibn Asyur, Mesir. Dar al-Fikr, t.th

Ibnu ‘Asyur, Muhammad al-Thahir, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Tunisia: Dar Shuhnun li al-

Nasyr wa al-Tauzi’, 1997.Nasyr wa al-Tauzi’, 1997

Ibn al-Khaujah, Muhammad al-Jaib, Syeikh al-Islam al-Imam al-Akbar Muhammad al-Thahir  ibnu ‘Asyur, Beirut: Dar Muassasah Manbu’ li al-Tauzi’, 2004. 

Faizatut Daraini. Nasionalisme dalam Perspektif Ibnu ‘Asyur (Kajian Ayat-ayat Nasionalisme  dalam Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir). Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan  Ampel Surabaya. 2019. 38. Yang mengutip dari Ibnu ‘Asyur, Kasyf al-Mughtiy, min alMa’aniy wa al-Alfaz al-Waqi’ah fi al-Muwatta’, (Kairo: Dar al-Salam, 2006), 153.

Ika Nur Hasanah. Mengenal Kitab At-Tahrir wat Tanwir, Ensiklopedi Tafsir karya Bin Asyur.  Yang ditulis pada Senin, 14 Maret 2022, pada https://nu.or.id/tafsir/mengenal-kitab-at- tahrir-wat-tanwir-ensiklopedi-tafsir-karya-bin-asyur-14gcv

Musyrif bin Ahmad al-Zuhainy,’Asar al-Dilalat al-Lugawiyyah fi al-Tafsir ‘Indalibni ‘Ᾱsyūr,  Baeirut, Muasash al-Rayyan, 2002, 21.

Riwayat Hidup dan Penafsiran Ibnu ‘Asyur Terhadap Ayat-ayat Penciptaan Manusia. Skripsi  UIN Walisongo Semarang.

Dwi Nur Adella. Mengenal Tfsir Al-Tahrir Wa Al-Tanwir Karya Ibnu ‘Asyur. Mahasiswi  Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an dan Sains Al-Ishlah (STIQSI). 

https://tanwir.id/mengenal-tafsir-al-tahrir-wa-al


[1] Ika Nur Hasanah. Mengenal Kitab At-Tahrir wat Tanwir, Ensiklopedi Tafsir karya Bin Asyur. Yang ditulis pada Senin, 14 Maret 2022, pada https://nu.or.id/tafsir/mengenal-kitab-at-tahrir-wat-tanwir-ensiklopedi-tafsir-karyabin-asyur-14gcv

[2] Faizatut Daraini. Nasionalisme dalam Perspektif Ibnu ‘Asyur (Kajian Ayat-ayat Nasionalisme dalam Tafsir AtTahrir wa At-Tanwir). Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya. 2019. 38. Yang mengutip dari Ibnu ‘Asyur, Kasyf al-Mughtiy, min al-Ma’aniy wa al-Alfaz al-Waqi’ah fi al-Muwatta’, (Kairo: Dar al-Salam, 2006), 153.

[3] Ika Nur Hasanah. Mengenal Kitab At-Tahrir wat Tanwir, Ensiklopedi Tafsir karya Bin Asyur...

[4] Dr. Sutisna, MA, dkk. “Panorama Maqashid Syari’ah”. h. 119

[5] Muhammad al-Jaib ibn al-Khaujah [selanjutnya disebut Ibn al-Khaujah], Syeikh al-Islam al-Imam al-Akbar

Muhammad al-Thahir Ibn ‘Asyur, (Beirut: Dar Muassasah Manbu’ li al-Tauzi’, 2004) Jilid 1, h. 153-154 6 Mani’ Abd al-Halim Mahmud,op,cit, h. 314

[6] Ibnu Asyur, Nazariyah al-Maqasid Indaal-Thahir ibn Asyur, h. 89 8 Ibn al-Kaujah, op. cit., h. 315 - 424

[7] Muhammad al-Thahir ibnu ‘Asyur, Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, (Tunisia: Dar Shuhnun li al-Nasyr wa alTauzi’, 1997), Juz 1, h. 5-6

[8] Ibnu Asyur, Jam al Jami’ al-A’dhzim, h. 50

[9] Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Tafsir al-Tahrir wa ..., juz 1, 5

[10] Ika Nur Hasanah. Mengenal Kitab At-Tahrir wat Tanwir, Ensiklopedi Tafsir karya Bin Asyur...

[11] Dwi Nur Adella. Mengenal Tfsir Al-Tahrir Wa Al-Tanwir Karya Ibnu ‘Asyur. Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an dan Sains Al-Ishlah (STIQSI). https://tanwir.id/mengenal-tafsir-al-tahrir-wa-al-tanwir-karya-ibnuasyur/ diakses pada Kamis, 28 September 2023. 

[12] Ika Nur Hasanah. Mengenal Kitab At-Tahrir wat Tanwir, Ensiklopedi Tafsir karya Bin Asyur...

[13] Ibnu ‘Asyur, Al-Tahrir wa al-Tanwir, jilid 1, h. 25

[14] Ibid., h. 28

[15] Faizatut Daraini, Kajian Ayat-Ayat Nasionalisme dalam At-Thahrir wa At-Tanwir, h.46.

[16] Ibnu ‘Asyur, Al-Tahrir wa al-Tanwir,…h 132-166

[17] Ibid 5.

[18] Musyrif bin Ahmad al-Zuhainy,’Asar al-Dilalat al-Lugawiyyah fi al-Tafsir ‘Indalibni ‘Ᾱsyūr, Baeirut, Muasash al-Rayyan, 2002, 21

[19] Istidlal secara umum berarti pengambilan dalil, baik menggunakan dalil Qur`an, as-Sunnah, maupun alMaslahah, dengan menggunakan metode yang muttafaq yakni Qur`an, as-Sunnah, Ijma‟ dan Qiyas, atau metode yang masih mukhtalaf yakni Mazhab as-Shahabi, al-‘Urf, dan Syar`u Man Qablana, , istihsan, istihlah maupun sad al-dzariah. Dikutip pada tulisan Umar Muhaimin. “Metode Istidlal dan istishab (Formulasi Metodologi Ijtihad). Jurnal YUDISIA. Vol. 8, No. 2, Desember 2017. 333.

[20] Tidak diketahui penulisnya. Riwayat Hidup dan Penafsiran Ibnu ‘Asyur Terhadap Ayat-ayat Penciptaan Manusia. Skripsi UIN Walisongo Semarang. 38

[21] Abd. Halim, Kitab Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir Karya Ibnu ‘Asyur Dan Kontribusinya Terhadap Keilmuan Tafsir Kontemporer, Jurnal Syahadah Vol II No II, Oktober 2014, H. 28.

Posting Komentar

0 Komentar